Categories
Selingkuh

Cerita Dewasa Kepergok Selingkuh Dengan Tante

Cerita Dewasa Kepergok Selingkuh Dengan Tante – Selamat datang sobat di Cerita Dewasa Emikoblue. Perlu diingat untuk para pembaca Emikoblue yang setia bahwasanya tulisan ini hanyalah sebatas hiburan semata. Cerita ini tidak ada tujuan untuk menjelekkan salah satu agama manapun.

Saya harap para pembaca Emikoblue untuk bijak dalam cerita dewasa ini. Mohon maaf jika ada kesamaan nama tokoh dan tempat kejadian ataupun cerita, maka itu semua hanya kebetulan semata dan tidak ada unsur kesengajaan dari penulisnya.

Setelah lulus SMA aku melanjutkan studi di Bandung. Kebetulan aku diterima di sebuah PTN yang terkenal di Bandung. Mengenai hubunganku dengan tante ummi di kota asalku sudah berakhir sejak kepindahan keluarga Oom Ummi ke Medan, dua bulan menjelang aku ujian akhir SMA. Namun kami masih selalu kontak lewat surat atau telepon.

Perpisahan yang sungguh berat, terutama bagiku. mungkin bagi tante Ummi, hal itu sudah biasa karena hubungan sex buat dia hanya merupakan suatu kebutuhan biologis semata, tanpa melibatkan perasaan. Namun lain halnya denganku, aku sempat merasa kesepian dan rindu yang amat sangat terhadapnya, karena sejak pertama kali aku tidur dengannya, hatiku sudah terpaut dan mencintainya. Sejak aku mengenal tante Ummi, aku mulai mengenal beberapa wanita teman tante Ummi, mereka semuanya sudah berkeluarga dan usianya lebih tua dariku.

Wanita lain yang sering kutiduri adalah tante Hera dan tante Amel seorang janda cina yang cantik. Jadi semenjak kepindahan tante Ummi ke Medan, merekalah yang menjadi teman kencanku. Karena tante Hera dan tante Amel sudah berstatus janda, maka tak ada kesulitan bagi kami untuk mengatur kencan kami.

Hampir setiap hari aku menginap di rumah tante Hera, dengan tante Hera boleh dikata setiap hari aku melakukan hubungan intim tidak mengenal waktu dan tempat. Pagi, siang sore atau malam, di kamar, di ruang tamu, di dapur bahkan pernah di teras belakang rumahnya. Teradang kami main bertiga, yakni aku, tante Hera dan tante Amel. Di rumah tante Hera benar-benar diperas tenagaku. Sesekali waktu aku harus melayani temen tante Hera yang datang ke sana untuk menghisap tenaga mudaku. Aku sudah nggak peduli lagi rupanya aku dijadikan gigolo oleh tante Hera. Pokoknya asal aku suka mereka, maka langsung kulayani mereka.

Suatu saat aku bertemu dengan seorang gadis. Cantik dan sexy banget bodynya. Diana namanya temen adik perempuanku. Dengan keahlianku, maka kurayu dan kupacari Diana. Suatu hari aku berhasil mengajaknya jalan-jalan ke suatu tempat rekreasi. Di suatu motel akhirnya aku berhasil menidurinya, Aku agak kecewa, rupanya Diana sudah nggak perawan lagi. Namun perasaan itu aku pendam saja. Kami tetap melanjutkan hubungan dan setiap kali bertemu maka kami selalu melakukan hubungan badan.

Rupanya Diana benar-benar ketagihan denganku. Tak malu-malu dia mencariku dan bila bertemu langsung memintaku untuk menggaulinya. Tapi aneh, Diana tak pernah mengajakku bahkan melarang aku datang ke rumahnya. Kami biasa melakukan di motel atau hotel melati di kotaku, beberapa kali aku mengajak Diana ke rumah tante Hera. Kuperkenalkan tante Hera sebagai familiku dan tentunya aku tak mau menyia-nyiakan kesempatan untuk bercumbu dengannya di kamar yang sering aku dan tante Hera gunakan bercumbu. Perselingkuhan

Suatu hari, entah kenapa tiba-tiba Diana memintaku untuk main ke rumahnya, katanya dia berulang tahun. Dengan membawa seikat bunga dan sebuah kado aku ke rumahnya. Aku pencet bel pintu dan Diana yang membukakan pintu depan. Aku dipersilahkan duduk di ruang tamu. Segera Diana bergegas masuk dan memanggil mamanya untuk diperkenalkan padaku. Aku terkejut dan tergugu melihat mamanya, sebab perempuan itu.. ya.. mamanya Diana sudah beberapa kali tidur denganku di rumah tante Hera. Mama Diana nampak pias wajahnya namun segera mama Diana bisa cepat mengatasi keadaan. Mama Diana berlagak seolah-olah tak mengenalku, padahal seluruh bagian badannya sudah pernah kujelajahi. Beberapa saat mama Diana menemani kami ngobrol. Dengan sikap tenangnya akupun menjadi tenang pula dan mampu mengatasi keadaan. Kami ngobrol sambil bercanda dan nampak terlihat bahwa mama Diana benar-benar seorang Ibu yang sayang pada putri tunggalnya itu.

Keesokan harinya, mama Diana menemuiku. Di ruang tamu rumah tante Hera mama Diana menginterogasiku, ingin tahu sudah sejauh mana hubunganku dengan Diana. Aku tak mau segera menjawab, tanganku segera menarik tangannya dan menggelandang tubuhnya ke kamar. Dia berusaha melepaskan peganganku, namun sia-sia tanganku kuat mencekal, sehingga tak kuasa dia melepaskan tangannya dari genggamanku. Kukunci pintu kamar dan segera aku angkat dan rebahkan tubuhnya di atas kasur. Segera kulucuti pakaianku hingga aku telanjang bulat, dan segera kutindih tubuhnya. Dia meronta dan memintaku untuk tak menidurinya, namun permintaannya tak kuindahkan. Aku terus mencumbunya dan satu persatu pakaiannya aku lucuti, dan akhirnya aku berhasil memasukkan kontolku di vaginanya. Begitu penisku melesak masuk, maka mama Diana bereaksi, mulai memba-las dan mengimbangi gerakanku. Akhirnya kami berpacu mengumbar nafsu, sampai akhirnya mama Diana sampai pada puncak kepuasan.

Peluhku bercucuran menjatuhi tubuh mama Diana, kuteruskan hunjaman kontolku di memeknya.. Mama Diana mengerang-erang keenakkan, sampai akhirnya orgasme kedua dicapainya. Aku terus genjot penisku, aku bener-bener kesal dan marah padanya, karena aku tahu dengan kejadian itu maka bakalan usai hubunganku dengan Diana, pada-hal cinta mulai bersemi dihatiku.

Sambil terus kugenjot kontolku di memeknya, kukatakan padanya bahwa Diana juga sudah sering aku tiduri, namun aku sangat mencintai, menyayangi bahkan ingin menikahinya. Aku katakan semua itu dengan tulus, sambil tak terasa air mataku menetes. Akhirnya dengan hentakan yang keras aku mengejang kuat, menumpahkan segala rasa yang aku pendam, menumpahkan seluruh air maniku ke dalam memeknya. Badanku terasa lemas, kupeluk tubuh mama Diana sambil sesenggukan menangis di dadanya. Air mataku mengalir deras, mama Diana membelai kepalaku dengan penuh rasa sayang, kemudian dikecup dan dilumatnya bibirku.

Tubuhku berguling telentang di samping kanan tubuhnya, mama Diana merangkul tubuhku menyilangkan kaki kiri dan meletakkan kepalanya didadaku. Terasa memeknya hangat dan berlendir menempel diperutku, tangan kirinya mengusap-usap wajahku. Tak henti-hentinya mulutnya menciumku.

Sambil bercumbu aku ceritakan semua kisah romantisku, hingga aku sampai terlibat dalam pergaulan bebas di rumah tante Hera. Dengan sabar didengarnya seluruh kisahku, sesaat kemudian kembali penisku menegang keras. Segera tanganku bergerilya kembali di memeknya, selanjutnya kembali kami berpacu mengumbar nafsu kami. Kami bercumbu benar-benar seperti sepasang pengantin baru saja layaknya. Seolah tak ada puasnya. Sampai akhirnya kami kembali mencapai puncak kepuasan beberapa kali.

Baca juga : Cerita Dewasa Desahan Gadis Perawan Tetangga

Setelah babak terakhir kami selesaikan, mama Diana bangkit dan menggandengku menuju kamar mandi, kami mandi berendam bersama di kamar mandi sambil bercumbu. Sambil berendam kami bersenggama lagi. Setelah puas kami menumpahkan hasrat kami, kami keringkan tubuh kami dan segera berpakaian. Nampak sinar puas membias di wajah mama Diana.

Dengan bergandeng tangan kami keluar kamar, kupeluk pinggangnya dan kuajak menuju ke ruang tamu. Kami duduk berdua, kemudian berbincang mengenai kelanjutan hubunganku dengan Diana. Mama Diana ingin agar hubunganku dengan Diana diakhiri saja, walaupun kami sudah begitu jauh berhubungan, sekalipun Diana sudah hamil karenaku. Dia memberikan pandangan tentang bagaimana mungkin aku menikahi Diana. sedangkan aku dan mama Diana pernah berhubungan layaknya suami istri, sebab bagaimanapun kami akan tinggal serumah. Bagaimana mungkin kami melupakan begitu saja affair kami, rasanya tak mungkin.

Aku bisa mengerti dan menerima alasan mama Diana, namun aku bingung bagaimana cara menjelaskan kepada Diana. Aku tak sanggup kalau harus memutuskan Diana. Akhirnya aku ideku pada mama Diana. Selanjutnya selama beberapa hari aku tak menemui dan sengaja menghindari Diana. Mamanya memberitahu kalau Diana saat ini dalam keadaan hamil 2 bulan akibat hubungannya denganku.

Pada suatu hari, aku di telepon mama Diana. Dia memberitahu kalau Diana sedang menuju ke rumah tante Hera untuk mencari aku. Aku sudah tahu apa yang harus aku lakukan, saat itu tante Hera sedang menyiram tanaman kesayangannya di kebun belakang. Segera kuhampiri dia dan aku ajak ia ke kamar yang biasa aku dan Diana pakai untuk berkencan.

Kulucuti seluruh pakaian tante Hera dan juga pakaianku sendiri, selanjutnya kami bersenggama seperti biasanya. Tak berapa lama Diana datang dan langsung menuju ke kamarku. Terdengar pekik tertahan dari mulutnya saat melihat adegan di atas ranjang, dimana aku dan tante Hera sedang asyik bersenggama. Terdengar pintu kamar dibanting, Diana pulang ke rumah dengan hati yang amat terluka. tante Hera merasa tak tega dengan kejadian itu, tante Hera memintaku untuk segera menyusul Diana, namun tak kuhiraukan, bahkan aku semakin keras dan cepat menghentakan penisku di memeknya. tante Hera mengerang-erang keenakan, mengimbangi dengan gerakan yang membuat penisku semakin cepat berdenyut. Kami mencapai orgasme hampir bersama, aku berguling dan menghempaskan badanku ke samping tante Hera. Mataku menerawang jauh menatap langit-langit kamar, air mataku bergulir membasahi pipiku. Inilah akhir hubunganku dengan Diana, akhir yang amat menyakitkan. Diana pergi dariku dengan membawa benih anaku di rahimnya.

Musnah sudah impian dan harapanku untuk membina rumah tangga dengannya. tante Hera menghiburku, Dia mengingatkan aku bahwa aku sudah membuat keputusan yang benar. Jadi tak perlu disesali. Didekapnya tubuhku, aku menyusupkan mukaku ke dada tante Hera, ada suatu kedamaian disana, kedamaian yang memabukkan, yang membangkitkan hasrat kelelakianku lagi. Sessat kemudian kami berpacu lagi dengan hebat, hingga beberapa kali tante Hera mencapai puncak kepuasan. Aku memang termasuk tipe pria hypersex dan mampu mengatur timing orgasmeku, sehingga setiap wanita yang tidur denganku pasti merasa puas dan ketagihan untuk mengulangi lagi denganku.

Beberapa hari kemudian aku terima telepon Diana, sambil terisak Diana pamit padaku karena dia dan mamanya akan pindah ke Surabaya. Aku minta alamatnya, tapi Diana keberatan. Dari nada suaranya nampak Diana sudah tidak marah lagi padaku, maka aku memohon padanya untuk terakhir kali agar dapat aku menemuinya. Diana mengijinkan aku menemuinya di rumahnya, segera aku meluncur ke rumahnya untuk Inilah saat terakhir akku berjumpa dengan kekasihku.

Kupencet bel pintu, mama Diana membuka pintu dan menyilahkan aku masuk. Nampak wajahnya masih berbalut duka dan kesedihan, dia amat merasa bersalah karena menjadi penyebab hancurnya hubunganku dengan Diana. Mama Diana menggandengku menuju ruang keluarga, nampak Diana kekasihku duduk menungguku.

Melihat aku Diana bangkit dan menghampiri aku, tak kusangka pipiku ditamparnya dengan keras. Kubiarkan saja agar rasa kesal dan tertekan dihatinya terlampiaskan. Diana berdiri bengong setelah menamparku, dilihat tangan dan pipiku bergantian seolah tak percaya akan apa yang dia lakukan. Tiba-tiba ditubruk dan dipeluknya badanku, dibenamkan mukanya ke dadaku sambil sesenggukan menumpahkan tangisnya. Aku peluk tubuhnya dan kuelus rambut-nya.

Agak lama kami demikian, kami menyadari bahwa saat inilah saat terakhir bagi kami untuk bertemu. Mama Diana mendekat dan merangkul kami berdua, dan membimbing kami untuk duduk di kursi panjang. Kami bertiga duduk sambil berpelukan, mama Diana ditengah, kedua tangannya memeluk kami berdua.

Akhirnya kesunyian diantara kami terpecahkan dengan ucapan mama Diana. Mama Diana mengatakan memberi kesempatan pada kami untuk memutuskan, apakah akan kami lanjutkan hubungan kami atau kami putuskan sampai disini saja.

Berat sekali rasanya, jika kami teruskan hubungan kami maka berarti aku memisahkan jalinan kasih ibu dan anak tunggalnya ini. Aku menyerahkan keputusan akhir pada Diana. Sambil terisak Diana akhirnya memutuskan untuk mengakhiri hubungan kami, saat kuingatkan bahwa dirahimnya ada benih anakku, Diana menjawab biarlah.., ini sebagai tanda cinta kasih kami berdua.., Diana kan tetap memelihara kandungannya dan akan membesarkan anak itu dengan kasih sayangnya.

Beberapa saat kemudian aku berpamitan, dengan berat Diana melepaskan pelukanku, namun sebelum kami berpisah sekali lagi Diana memintaku untuk menemaninya. Ditariknya aku ke kamarnya dan dengan penuh kasih sayang, dibukanya pakaianku dan pakaian yang melekat di tubuhnya. Kami berdiri berpelukan dnegan tanpa sehelai benang menempel pada tubuh kami.

Kucumbui Diana kekasihku untuk terakhir kalinya, aku genjot penisku di memeknya dengan lembut dan penuh perasaan, aku khawatir kalau-kalau genjotanku akan menyakit-kan anakku yang ada dirahimnya. Semalam kami bercengkerama, pada pagi keesokan harinya aku berpamitan. Dengan perasaan yang amat berat dilepas kepergianku, aku berpamitan pula pada mama Diana, aku cium punggung tangannya sebagai tanda kasih anak ke ibunya, ditengadahkan mukaku dan dikecupnya keningku dengan penuh rasa sayang. Aku menitipkan anakku pada Diana dan mohon padanya agar memberi kabar saat kelahirannya nanti. Sampai disitulah akhir hubunganku dengan Diana dan mamanya.

Categories
Selingkuh

Cerita Dewasa Selingkuh Dengan Adik Ipar Super Sexy

Cerita Dewasa Selingkuh Dengan Adik Ipar Super Sexy – Selamat datang sobat di Cerita Dewasa Emikoblue. Perlu diingat untuk para pembaca Emikoblue yang setia bahwasanya tulisan ini hanyalah sebatas hiburan semata. Cerita ini tidak ada tujuan untuk menjelekkan salah satu agama manapun.

Saya harap para pembaca Emikoblue untuk bijak dalam cerita dewasa ini. Mohon maaf jika ada kesamaan nama tokoh dan tempat kejadian ataupun cerita, maka itu semua hanya kebetulan semata dan tidak ada unsur kesengajaan dari penulisnya.

Suatu hari, di tahun 1992, kami kedatangan ibu mertua bersama adik ipar saya yang paling kecil, sebut saja Neng, baru lulus SLA. Atas permintaan ibu mertua, untuk sementara ikut kami sambil mencari pekerjaan. Perbedaan umur Aku dan Neng cukup jauh, sekitar 10 tahun. Karena kami dari daerah Jawa Barat, Neng memanggilku dengan sebutan Aa (yang artinya kakak laki2).

Sementara belum mendapatkan pekerjaan, Neng mengikuti berbagai kursus, Bahasa Inggris, Komputer, Akutansi, dan atas ijin serta perintah istriku, Aku kebagian untuk antar jemput menggunakan motor ‘bekjul’ ku. Bekjul maksudnya motor bebek 70 cc.

Mungkin karena nasib baik atau memang wajah Neng cukup cantik, tidak sampai seminggi, Neng mendapat tawaran pekerjaan sebagai pelayan toko yang cukup bonafide denga pembagian kerja, seminggu bagian pagi dan seminggu kebagian malam, demikian silih berganti. dan kalau kebagian kerja malam, aku bertugas untuk menjemputnya, biasanya toko tutup pukul 21.00 dan pegawai baru bisa pulang sekitar 21.30. Perjalanan dari toko ke rumah tidak begitu jauh, bisanya ditempuh sekitar 30 menitan.

Neng anaknya manja, mungkin karena bungsu, setiap kali di bonceng motor, apalagi kalo malam pulang kerja, dia akan memelukku dengan erat, mungkin juga karena hawa malam yang dingin. Entah sengaja atau tidak, payudaranya yang sudah cukup besar akan menempel di punggungku. Hal ini selalu terjadi setiap kali aku menjemput Neng pulang kerja malam, tapi yang heran, kelihatannya Neng tidak ada rasa bersalah ataupun rikuh sedikitpun setiap kali payudara nempel di punggungku, mungkin dianggapnya hal ini suatu konsekuensi logis bila berboncengan naik motor. Akulah yang sering berhayal yang tidak-tidak, seringkali dengan sengaja motor kukemudikan dengan kecepatan rendah, kadangkala sengaja mencari jalan yang memutar agar bisa merasakan gesekan-gesekan nikmat di punggungku lebih lama.

Pada suatu malam, seperti biasanya Aku menjemput Neng pulang kerja malem, sampai rumah sekitar pukul 22.15 dan seperti biasanya istriku yang membukakan pintu. Setelah membukakan pintu istriku akan kembali ke kamar untuk melanjutkan tidur. Malam itu aku tidak langsung tidur, aku ke dapur, memanaskan air untuk membuat kopi karena berniat untuk menonton pertandinga sepak bola di TV, kalau tidak salah saat itu kesebelasan paforitku main, Brazil. Saat aku keluar dari dapur, secara bersamaan Neng juga keluar dari kamar mandi, sehingga kami sama berada di lorong depan kamar mandi, entah apa penyebabnya, malam itu kami sama-sama berhenti dan saling pandang tanpa sepatah katapun keluar dari mulut kami masing-masing.

Tiba-tiba ada suatu dorongan, secara cepat aku rangkul dan aku kecup bibirnya selama beberapa detik. Setelah itu Neng melepaskan diri dari rangkulanku dan dengan tergesa masuk ke kamarnya. Aku kembali ke ruang tengah untuk melihat pertandingan bola, tapi perasaanku kacau, tidak konsen pada acara di TV. Saat itu ada perasaan takut menghantuiku, takut Neng ngadu ke istriku, bisa-bisa perang dunia ke tiga.Perselingkuhan

Saat pikiranku kacau, aku dikejutkan suara peluit dari dapur yang menandakan air telah mendidih, bergegas aku ke dapur untuk membuat kopi. Kembali aku keruang tengan sambil membawa secangkir kopi yang nikmat sekali, tetapi tetap saja pikiranku kacau. kok bisa-bisanya tadi aku mengecup bibir Neng??????

Dalam kegalauan perasaanku, kembali dikejutkan dengan suara lonceng yang menunjukkan pukul 23.30. Saat itu aku melihat kamar Neng lampunya masih nyala, yang menandakan penghuninya belum tidur, karena aku tau Neng selalu mematikan lampunya apabila tidur. Terpikirkan olehku, harus memastikan bahwa Neng tidak marah oleh ulahku tadi dan berharap istriku tidak sampai tau insiden tersebut.

Dengan pelahan, aku buka kamarku untuk melihat istriku, ternyata dia sudah pulas, tergambar dari dengkurannya yang halus disertasi helaan nafar yang teratur. Dengan pelahan kututup kembali pintu kamar dan secara pelahan pula kubuka pegangan pintu kamar Neng, ternyata tidak dikunci, pelahan tapi pasti pintu kubuka dan kudapati Neng duduk di atas tempat tidur sambil memeluk bantal menghadap tembok. Perlahan aku dekati, tiba-tiba Neng menoleh kearahku, kulihat matanya merah berkaca-kaca, aku bertambah khawatir, Neng pasti marah dengan kelakuanku tadi. Diluar dugaan, Neng berdiri mendekatiku dan tiba-tiba memelukku dengan erat sambil kembali menangis lirih. Tambah bingung aku dibuatnya, kemudian utnuk memastikan apa yang terjadi sebenarnya, dengan pelahan dan hati-hati aku raih mukanya dan aku tengadahkan,

“Kamu marah?”, pertanyaan konyol tiba-tiba keluar dari mulutku. Tanpa kata-kata, Neng menjawab dengan gelengan kepala sambil tajam menatapku. Kami beradu pandang, dan entah dorongan dari mana, secara pelahan kudekatkan bibirku ke bibirnya, ketika tidak ada usaha tolakan dari Neng, dengan lembut kembali kukecup bibirnya. Setelah beberapa lama, terasa ada reaksi dari Neng, rupanya dia juga menikmati kecupan tersebut. Akhirnya kecupan ini berlangsung lebih lama dan kami saling memeluk dengan erat, saling mengeluarkan emosi yang kami sendiri tidak tau bagaimana menggambarkannya. Tetapi kemesraan ini harus segera diakhiri, sebelum dipergoki oleh isi rumah yang lain, terutama istriku. Segera aku keluar kamar, kembali keruang tengah untuk melanjutkan melihat sepak bola yang ternyata sudah berakhir dengan skor yang tidak aku ketahui. Akhirnya TV kumatikan dan aku masuk kekamarku untuk tidur dengan perasaan yang sangat bahagia.

Hubungan kami tambah erat dan tambah mesra, setiapkali ada kesempatan kejadian malam itu selalu kami ulangi, dan tentunyanya makin hari kualitasnya makin bertambah mesra.

Suatu hari, aku pulang kerja lebih awal dan kudapati di rumah hanya ada adikku Neng dan pembantu. Pembantuku anak perempuan lulusan SMP yang tidak melanjutkan sekolah karena biaya, rumahnya tidak jauh dari rumahku, jadi pagi-pagi datang dan sore hari pulang. Badan pembantuku termasuk bongsor, kulitnya sawo matang dengan muka yang cukup manis untuk ukuran pembantu.

Kembali kepokok cerita, rupanya istriku sedang pergi dengan ke 2 anakku, berdasarkan surat yang diditipkan ke Neng, sedang berkunjung ketempat Tante yang katanya sedang mengadakan syukuran.

Seperti biasanya, sore itu sekitar pk 16.00 pembantuku ijin pulang, maka tinggallah kami berdua, aku dan Neng, sementara istri dan anak-anakku masih dirumah tante.

Tanpa dikomando, rupanya kami sama-sama memendam kerinduan, sepeninggal pembantu, setelah pintu depan dikunci, kami saling berpelukan dengan erar dan berpagutan untuk menumpahkan perasaan masing-masing. Setelah beberapa lama kami berpagutan sambil berdiri, secara perlahan aku menuntun Neng sambil masih berpelukan ke arah kamar dan melanjutkan pergulatan di atas tempat tidur.

abibir kami saling berpagutan sambil saling sedot dan saling menggelitik menggunakan lidah, tanganku mencoba meraba payudaranya dari balik kaos yang dipakai, rupanya ulahku sangat mengejutkan, sssttttt…….. sssttt …. sssstttt, terdengar erangan seperti orang kepedasan pada saat aku permainkan putingnya.

Aku tambah agresip, kuangkat kaos yang dipakainya, telihatlah payudaranya yang masih ditutupi beha tipis, dengan tergesa aku singkap beha-nya dan dengan rakus aku kecup dan aku permainkan dengan lidah putingnya.

Akibatnya sangat luar biasa, ssstttt ….. ooohhh….. uuuhh ….ssstttt ,,, demikian rintihan panjang Neng, hal ini terjadi karena belum pernah ada laki-laki yang menjamah, ternyata akulah laki-laki pertama yang mencium bibirnya dan pembermainkan payudaranya.

Pakaian kami makin awut-awutan, aku berharap istriku tidak pulang cepat. kami melanjutkan kemesaraan, kali ini aku kembali mencium bibirnya sambil meremas-remas payudara dan sesekali mempermainkan putingnya. kali ini aku memesrai Neng sambil menindih badannya, perlahan tapi pasti aku berusaha menggesekkan adik kecilku yang sudah sangat keras ke kemaluannya yang rupanya juga sudah mulai lembab.

Kembali terdengar eranga-erangan nikmat, ssssttt ……… uuuhhh ….. ooohhhh ……uuuh.

Bibir dengan cekatan menyedot payudaranya silih berganti sambil menggesekkan adik kecilku yang sudah sangat keras ke kemaluannya, kami masih sama-sama pakai baju. Neng pakai bawahan dan kaos, aku masih memakai pakain kerja.

Aku makin bernafsu, aku singkap bawahan Neng sehingga nampak celana dalamnya yang sudah lembab kemudian kembali aku gesek-gesekan adik kecilku sambi tidak henti-hentinya mengecup payudara dan mempermainkan putingnya.

Erangan-erangan panjang kembali terdengan dan tiba-tiba Neng memeluku dengan sangat erat dan terdengar erangan panjang uuuuhhhh………….. uuuuuuuuhhhh……. uuuuuuhhhhhhh….. aduuuuuuuuhh……. rupanya Neng mengalami orgasme, mungkin ini adalah orgasme yang pertama yang pernah dialaminya. Lama-lama cengekeraman Neng makin mengendur dan lepas seiiring dengan selesainya orgasme tadi. Aku???? belum tersalurkan, tapi merasakan kebahagiaanya yang amat sangat karena telah berhasil membuat Neng yang sangat kusayang bisa mendapatkan orgasme yang ternyata baru dialami saat itu dan merupakan orgasme yang pertama.

Baca juga : Cerita Dewasa Mbak Marni Baby Sister Yang Masih Perawan

Sejak kejadian itu, maksudnya sejak Neng mendapatkan orgasme yang pertama, kami selalu mencari-cari kesempatan untuk mengulanginya. Tetapi kesempatannya tidak mudah, karena kami tidak mau menanggung resiko sampai kepergok oleh istriku.

Pada suatu malam, sekitar pukul 23.00, saat aku berada dalam kamar bersama istriku, terdengar suara pintu kamar sebelah terbuka, dan terdengar langkah-langkah halus menuju kamar mandi, aku dapat menebak dengan pasti bahwa itu adalah Neng yang ada keperluan ke kamar mandi, kuperhatikan istriku sudah tertidur dengan nyenyak yang ditandai dengan dengkuran halus yang teratur. Dengan sangat hati-hati, aku buka pintu kamar sehalus mungkin dengan harapan tidak ada suara yang dapat menyebabkan istriku terbangun, lalu dengan perlahan pula pintu kututup kembali dan secara pelahan aku menuju lorong yang menghubungkan ke kamar mandi. Aku berdiri di lorong sambil memperhatikan pintu kamarku bagian bawah, kalau-kalau ada lintasan bayangan yang menandakan istriku bangun, sementara telingaku tidak lepas mendengarkan apa yang terjadi di kamar mandi.

Tidak lama kemudian pintu kamar mandi terbuka, dan benar dugaanku, Neng keluar dari kamar mandi dengan memakai baju tidur warna kuning kesukaannya. Baju tidur yang dipakai adalah model terusan dengan bukaan di bagian dada dan bagian bawah sebatas lutut.

“Ngapain A berdiri di situ” tegur Neng memecah kesunyian, “Nungguin kamu” jawabku. Tanpa dikomando, kuraih lengannya dan wajah kami saling mendekat, tak ayal lagi kami berpagutan melampiaskan kerinduan kami. Beberapa saat kemudian kami melepaskan pagutan sambil tersengal.

“A, Neng pengen …” bisiknya lirih di telingaku. Aku maklum apa yang diinginkan Neng, kembali kukecup bibirnya sambil kuremas halus payudaranya, rupanya Neng kali ini tidak memakai beha. Aku buka satu kancing baju tidurnya, dan nongolah payudaranya yang putih disertai tonjolan coklat kemerahan. Tak ayal lagi, bibirku berpindah ke payudaranya dengan disertai sedotan dan gigitan-gigitan lembut pada tonjolan halus yang coklat kemerahan itu.

” Sssstttttt …… uuuhh” terdengar desahan-desahan halus, menandakan Neng mulai terangsang. Tanganku turun, meraba pinggang, terus turun lagi, lagi dan sampailah kegundukan di bawah pusar, kuusap halus sambil kadang meremas sampai jari tengahku menemui lekukan di balik baju tidur dan celana dalam. ” uuuhhh …. uuuhhh ” rupanya rabaan itu menambah rangsangan.

“A, pengen ….” kembali bisikan lirih di telingaku, kemudian aku jongkok sehingga kemaluan Neng tepat di mukaku, Kuangkat rok baju tidur, terlihat celana dalam warna putih yang tipis dan agak lembab, dengan bernafsu aku mulai menjilati kemaluan Neng yang masih dibungkus celana dalam. ” uuuhhh ….ssstttt ….. uuhhuu” kembali terdengar erangan-erangan kenikmatan yang menambah nafsuku makin bergejolak.

Kucoba menyingkap celana dalamnya, terlihatlah gumpalah daging yang ditumbuhi bulu-bulu halus. Untuk pertama kali aku melihat langsung kemaluan Neng, aroma khas mulai tercium, tanpa membuang waktu aku mulai mencium gundukan daging yang sangat menimbulkan minat itu, sampai akhirnya aku menemukan lekukan yang lembab berwarna kemerah-merahan. Aku makin semangat menjilat-jilat lekukan yang sudah sangat lembab itu. “uuhhh ….. aaahhhhh ….sssttt …. uuuhhhhh” suara erangan makin keras dan terasa rambutku dipegang dengan keras dengan gerakan menekan. Hal ini semakin membuat nafsuku berkobar-kobar dan makin inten lidahku menjilati lekukan itu, keluar – masuk, ke kiri – kana, ke atas – bawah, demikian berulang ulang sampai pada suatu saat terasa jambakan pada rambutku makin keras disertai himpitan kaki dikepalaku.

“Uuuuuuuuhhhhhhh ….. aaaaaahhhhhhh ….. uuuuhhhhh” terdengan erangan panjang disertai keluarya cairan yang cukup banyak membasahi mulut dan mukaku. Mukaku terasa dihimpit keras sekali sampai-sampai kesulitan untuk bernafas.

“Uuuhhhhhhhhhhh …. aaahhhhhhhhhh” kembali erangan panjang terdengar disertai dengan himpitan dan gerataran yang khas, menandakan orgasme telah dicapai oleh Neng disertai semprotan cairan yang cukup banyak membasahi mukaku. Aku peluk dengan kuat kakinya disertai himpitan dan tekanan mukaku ke kemaluan Neng, karena aku maklum hal seperti inilah yang diinginkan wanita pada saat mencapai puncak orgasmenya.

Beberapa lama kemudian, mulai mengendur himpitan pada mukaku, sampai akhirnya tenang kembali. Aku berdiri dan ku peluk Neng dengan mesra “Terima kasih ya A” terdengar bisikan di telingaku.

Kejadian-kejadian ini terus kami ulangi kalau ada kesempatan, tapi karena niatku yang tidak ingin merusak adiku sendiri, sampai akhirnya Neng menemukan jodoh dan menikah masih dalam keadaan perawan. Demikian sebagian pengalamanku dengan adik iparku yang cantik.

Categories
Selingkuh

Cerita Dewasa Aurel Yang Kesepian

Cerita Dewasa Aurel Yang Kesepian – Aure Namaku Aurel, seorang wanita berusia 28 tahun yang telah menikah. Aku memiliki tubuh yang sering dipuji teman-temanku sebagai proporsi ideal, dengan tinggi 173 cm, berat 55 kg, kulit putih, dan penampilan yang mereka bilang mirip model. Banyak pria yang mencoba menggodaku karena fisikku, tapi aku selalu berusaha menjaga batasan.

Suamiku, seorang pengusaha mapan berusia 30 tahun, cukup tampan dan berpenghasilan lebih dari cukup untuk keluarga kami. Awalnya, kehidupan kami harmonis dan bahagia. Namun, belakangan ini, semuanya berubah. Ia semakin sibuk dengan pekerjaannya, jarang pulang ke rumah, dan komunikasi kami pun mulai tersendat.

Suatu malam, saat suamiku sedang dinas ke luar kota, aku pergi clubbing bersama teman-teman. Di sana, dua pria yang cukup tampan mendekatiku. Mereka memperkenalkan diri sebagai Anton dan Teddy. Usia mereka sepertinya lebih muda dariku, dan aku berpikir, “Boleh juga nih, main sama cowok-cowok muda pasti seru.” Akhirnya, kami memutuskan untuk melanjutkan malam itu di sebuah hotel

Sesampainya di kamar hotel, aku terkejut. Dua pria lain, Joni dan Rendi, sudah menunggu di sana. Empat orang sekaligus? Aku sempat ragu, tapi hasratku sudah terlanjur membara. Anton dan Teddy mulai mendekat, menciumku dengan penuh gairah. Joni dan Rendi tak mau ketinggalan; tangan mereka mulai menjelajahi tubuhku, meremas dan memainkan payudaraku. Aku merasakan gelombang birahi yang semakin kuat.

“Wow, ini jackpot malam ini!” kata Rendi sambil memandangi tubuhku dengan penuh kekaguman. “Santai, kita nikmati pelan-pelan biar puas,” timpal Anton. Joni dan Rendi semakin liar, memainkan putingku dengan lidah mereka, sementara aku hanya bisa mendesah, “Ohh… enak…”

Anton dengan cepat melepas rok dan pakaian dalamku. “Wah, terawat banget ini,” ujarnya sambil mulai menjelajahi vaginaku dengan lidahnya. Aku mendesah semakin keras, tubuhku bergetar menikmati setiap sentuhan. Cairan pelumas mengalir deras, tanda aku sudah siap untuk langkah berikutnya.

“Udah becek banget, gua duluan ya,” kata Anton sambil memposisikan dirinya. Penisnya, meski tidak terlalu besar, terasa begitu hidup dengan urat-urat yang menonjol dan ujung yang tebal. “Ohh… sempit banget, enak!” erangnya sambil mulai menggerakkan pinggulnya.

Sementara itu, Teddy, Joni, dan Rendi juga tak tinggal diam. Mereka melepas pakaian mereka, memperlihatkan tubuh yang atletis dan penis yang, meski rata-rata ukurannya, cukup membuatku penasaran. Reza memintaku untuk menjilati penisnya, sementara Teddy dan Joni meminta tanganku untuk mengocok milik mereka. Aku merasa seperti berada di pusat kenikmatan yang luar biasa.

Tiba-tiba, aku merasakan sesuatu menyentuh lubang anusku. Ada cairan dingin—mungkin gel pelumas—yang membuatku sedikit terkejut. Tak lama, aku merasakan benda tumpul masuk perlahan. Itu Teddy. Ia berhenti sejenak setelah masuk, lalu mulai menggerakkan pinggulnya dengan pelan. Aku tak bisa berpikir jernih lagi. Tubuhku seperti diserang dari segala arah—vagina, anus, dan mulutku penuh dengan kenikmatan.

“Ehh… ohh…” Aku mendesah tak terkendali, sampai akhirnya orgasme pertamaku tiba. “Dia udah klimaks, pasti keenakan banget!” komentar Reza sambil tersenyum.

Sepuluh menit berlalu, Anton mencapai klimaksnya. Aku merasakan cairan hangat mengalir di dalam vaginaku. Tak lama, Reza juga memuncratkan spermanya di mulutku, membuatku sedikit tersedak karena volumenya yang begitu banyak. Teddy menyusul, mengisi anusku dengan cairannya. Aku merasakan aliran hangat dari kedua sisi tubuhku.

Tanpa memberiku waktu untuk beristirahat, Joni mengambil alih. Ia menggenjotku dari belakang dengan penuh semangat. Aku kembali mendesah, “Ohh… uhmm…” Kenikmatan itu membawaku ke orgasme kedua. Ketiga temannya hanya menonton kali ini, seolah menikmati pemandangan.

Malam itu berlanjut hingga pagi. Mereka bergantian menikmatiku, dan aku pun larut dalam kenikmatan yang tak pernah kurasakan sebelumnya. Kami akhirnya tertidur karena kelelahan.

Pagi harinya, mereka mengantarku pulang. Kami tak bertukar nomor telepon, tapi aku tak terlalu memikirkannya. Masih banyak pria lain di luar sana yang bisa kujelajahi. Rasanya, malam itu menjadi titik awal petualangan seksualku yang semakin liar.

Suatu hari, suamiku harus pergi ke luar negeri untuk urusan bisnis, meninggalkanku sendirian selama dua minggu. Aku tak pernah ikut campur dengan urusan pekerjaannya, jadi hari-hariku kuhabiskan dengan jalan-jalan ke mal, pergi ke salon, atau mengikuti kelas senam untuk mengisi waktu.

Baca juga : Desahan kuat Saat Ku Genjot Temen Mama

Namun, kesepianku berubah drastis karena sebuah kejadian tak terduga yang melibatkan supirku, Bobby. Hari itu, setelah pulang dari kelas senam, aku tak menyangka apa yang akan terjadi. Seperti biasa, begitu tiba di rumah, aku membuka pintu mobil dan langsung masuk, melangkah menaiki tangga melingkar menuju kamar utama di lantai dua.

Di dalam kamar, aku melempar tas ke kursi dekat pintu dan mulai melepas pakaian senamku yang berwarna hitam, hingga hanya tinggal bra dan celana dalam. Saat melintas di depan cermin meja rias, aku terhenti sejenak. Aku memandangi tubuhku sendiri—betis yang masih kencang, pinggul lebar berbentuk seperti gitar dengan pinggang kecil, dan bokong yang masih kencang menonjol. Aku menyamping, memperhatikan lekuk tubuhku, lalu menatap buah dadaku yang masih terbungkus bra, terlihat penuh dan padat.

Tiba-tiba, aku tersentak. “Ouh, ngapain kamu di sini?!” seruku, kaget, saat melihat bayangan kepala Bobby di cermin. Rupanya, ia berdiri di ambang pintu kamar yang lupa kututup. “Jangan lihat! Keluar, cepat!” bentakku sambil buru-buru menutupi tubuhku. Tapi, alih-alih menurut, Bobby justru melangkah masuk, mendekat dengan tatapan tajam.

“Bobby, keluar sekarang!” bentakku lagi, mataku melotot marah. “Silakan teriak sekuatnya, Bu. Hujan di luar akan menutupi suara Ibu,” katanya dengan nada menantang. Aku melirik ke jendela di sampingku. Hujan memang turun deras, dan dedaunan di luar bergoyang diterpa angin. Kamar ini kedap suara, membuatku semakin cemas.

Langkah Bobby semakin dekat, dan jantungku berdegup kencang. Aku mundur perlahan, tapi kaki akhirnya tersandung pinggir ranjang. “Mas, jangan!” ucapku dengan suara gemetar. Tiba-tiba, Bobby menerjangku. Tubuhku terpental ke ranjang, dan dalam sekejap, tubuhnya yang kekar menindihku. Aku meronta, menendang dan mendorongnya dengan kedua tangan dan kakiku, tapi tenagaku tak sebanding. Ia kewalahan sejenak, namun akhirnya aku berhasil melepaskan diri, berbalik, dan merangkak menjauh.

Tapi Bobby lebih cepat. Ia menarik celana dalamku hingga robek, membuatku terseret kembali ke pinggir ranjang. Aku terus merangkak, berusaha menjauh, tapi ia menangkapku lagi. Tiba-tiba, aku merasakan beban berat di pinggulku, membuatku tak bisa bergerak. “Bobby, jangan… tolong!” isakku, air mata mulai mengalir.

Bobby seolah tak mendengar. Dengan cepat, ia mengikat kedua tanganku ke belakang dengan tali entah dari mana. Lalu, ia menarik kakiku, mengikat pergelangan kakiku hingga aku tak bisa bergerak bebas. “Aku ingin mencicipi Ibu,” bisiknya di telingaku. “Sejak pertama kali melamar jadi supir, aku sudah membayangkan momen ini.” Napasnya terdengar memburu.Agen Domino99

“Tapi aku majikanmu, Ben!” protesku, mencoba mengingatkannya. “Betul, Bu, tapi itu saat jam kerja. Sekarang sudah jam tujuh malam, aku bebas tugas,” balasnya sambil melepas tali bra yang kukenakan. Aku merinding saat ia mendengus di dekat telingaku, melepas pakaiannya sendiri, lalu membalikkan tubuhku hingga aku telentang.

Aku bisa melihat tubuh atletisnya yang telanjang. Tak lama, ia menarik kakiku hingga pahaku menempel pada perutku, lalu mengikatnya lagi dengan tali. Ia menggendongku ke sudut ranjang, mendudukkanku di pangkuannya, seperti ayah memeluk anak perempuan. Tangannya yang kasar mulai meraba pinggul, paha, dan bokongku, sementara tangan lainnya menahan pundakku hingga kepalaku bersandar di dadanya yang bidang.

“Bobby, tolong, jangan!” ucapku berulang-ulang, suaraku terbata-bata. Tapi ia tak peduli. Tangannya terus menjelajahi tubuhku, membuatku merinding. Saat jemarinya menyentuh belahan pahaku, aku menegang, merasakan sensasi seperti tersengat listrik. “Ohh…” desisku tanpa sadar saat jarinya mulai mengusap bibir vaginaku dengan lembut, naik-turun, hingga aku merasakan denyutan dan gatal yang tak tertahankan.

Birahiku mulai naik, apalagi sudah lama suamiku tak menyentuhku. Entah bagaimana, bibirku tiba-tiba bertemu dengan bibirnya. Kami berciuman penuh gairah, saling menjilat dan menghisap. “Aurel, wajahmu begitu menggoda,” bisiknya dengan napas terengah. Lalu, ia menarik tubuhku hingga buah dadaku berada di depan wajahnya. Mulutnya langsung memagut putingku, mengisap dan menggigit kecil, membuatku mendesah panjang, “Ohh… Mas…”

Perasaanku campur aduk—takut, kesal, namun ada kenikmatan yang tak bisa kuingkari. Tiba-tiba, ia melepaskan tubuhku hingga aku terhempas ke ranjang. Tak lama, mulutnya melumat bibir vaginaku dengan buas, membuatku menggelinjang dan mengerang keras. “Bobby… cukup… ohh!” rintihku, tubuhku mengejang menahan sensasi geli dan nikmat yang luar biasa.

Jarinya mulai menjelajahi lorong vaginaku, mengorek dengan lembut namun pasti. “Sabar, sayang, aku suka sekali dengan tubuhmu,” gumamnya sambil terus menjilat. Setelah puas, ia mendekat ke wajahku, meremas buah dadaku. “Bu Aurel, aku masuk sekarang, ya,” bisiknya. Aku hanya bisa memejamkan mata saat kurasakan penisnya yang keras mendesak masuk ke dalam vaginaku.

“Aah… sakit!” jeritku, merasakan ngilu yang luar biasa. Tapi ia bergerak pelan, seolah menikmati setiap gesekan. Gerakannya semakin cepat, membuat tubuhku berguncang hebat. Tiba-tiba, kami sama-sama mengerang keras. Aku merasakan orgasme yang luar biasa, diikuti oleh Bobby yang terhempas di sampingku, napasnya tersengal.

“Sialan kamu, Bob!” geramku, memecah kesunyian. Setelah beberapa saat, napasku mulai tenang. “Kamu gila, Ben! Kamu memperkosa istri majikanmu!” kataku dengan nada kesal. “Bagaimana kalau aku hamil?” tanyaku lagi, cemas.

“Tenang, Bu. Aku sudah mencampurkan pil antihamil di air putih yang Ibu minum setiap pagi selama dua hari ini,” jawabnya dengan tenang. Aku terkejut. “Jadi, kamu sudah merencanakan ini?!” bentakku. Ia hanya tersenyum.

“Bagaimana, Bu? Tadi enak, kan?” tanyanya sambil membelai rambutku. Wajahku memerah. Dalam hati, aku tak bisa menyangkal bahwa aku menikmati kenikmatan itu, bahkan merasakan orgasme dua kali. “Lepasin talinya, Ben!” gerutuku, tanganku sudah pegal.

“Nanti dulu, kita mandi dulu,” katanya sambil menggendongku ke kamar mandi. Ia meletakkanku di lantai keramik di bawah pancuran shower, lalu menyalakan air. Tubuhku basah, dan ia mulai menggosok tubuhku dengan sabun cair, dari pinggul hingga buah dadaku. Tangannya yang kasar terasa lembut saat meremas putingku, membuatku kembali mendesah.

Setelah memandikanku, ia menggendongku kembali ke ranjang, masih basah. “Aku ambilkan makanan, ya,” katanya, lalu pergi dengan handuk melilit pinggangnya. Aku termenung. Sudah lama aku tak merasakan kehangatan seperti ini karena suamiku yang selalu sibuk. Meski aku kesal dan malu, ada perasaan lega yang sulit kujelaskan.

Bobby kembali dengan nasi goreng dan segelas minuman favoritku. “Biar aku suapin, Bu,” katanya lembut. Aku mencicipi makanannya, dan ternyata cukup enak. “Kamu yang masak, Ben?” tanyaku. “Iya, siapa lagi? Kan cuma kita di rumah,” jawabnya.

“Bu, boleh aku panggil Mbak Aurel? Biar lebih akrab,” pintanya. “Terserah,” jawabku. “Kalau gitu, panggil aku Bang Bobby, ya,” celetuknya. Aku hanya mengangguk, masih merasa campur aduk.

“Masih kuat, Mbak?” tanyanya dengan senyum nakal, tangannya kembali meraba tubuhku. Aku menunduk, tak menjawab. Dalam hati, aku tahu aku tak rela, tapi kenikmatan tadi membuatku tak bisa menolak sepenuhnya. Malam itu, aku seperti kembali merasakan gairah yang telah lama hilang
Anton mengubah posisiku, memintaku untuk memeluknya dari atas. Aku menggoyangkan pinggulku, merasakan penisnya menyentuh setiap sudut sensitifku. “Oh my God, enak banget!” erangnya. Di saat yang sama, Reza menyodorkan penisnya ke mulutku. Aku menghisapnya dengan penuh semangat, membuatnya mengerang, “Gila, sedotannya mantap banget!”