Categories
Tante Girang

Cerita Dewasa Main Kuda2an Dengan Tante Linda Sampai Hamil

Cerita Dewasa Main Kuda2an Dengan Tante Linda Sampai Hamil – Selamat datang sobat di Cerita Dewasa Emikoblue. Perlu diingat untuk para pembaca Emikoblue yang setia bahwasanya tulisan ini hanyalah sebatas hiburan semata. Cerita ini tidak ada tujuan untuk menjelekkan salah satu agama manapun.

Saya harap para pembaca Emikoblue untuk bijak dalam cerita dewasa ini. Mohon maaf jika ada kesamaan nama tokoh dan tempat kejadian ataupun cerita, maka itu semua hanya kebetulan semata dan tidak ada unsur kesengajaan dari penulisnya.

Kejadian ini bermula dimana saya memiliki pacar yang sangat cemburu dan sayang sama saya, maka saya dianjurkan mengontrak rumah di rumah tantenya yang tentunya berdekatan dengan rumahnya. Saya bekerja di salah satu perusahaan Asing yang berkecimpung di Akuntan Public yang terkenal dan ternama, maka saya mendapatkan uang yang secukupnya untuk membiayai adik saya 5 orang yang sedang kuliah di Jakarta. Dan untung saja 3 orang masuk UI dan 2 orang masuk IPB, maka dengan mudah saya bayar uang semesterannya. Sedangkan saya sendiri hanya membutuhkan uang makan dan ongkos, dimana saya tinggal di kawasan Bogor yang terkenal dengan hujannya.

Setelah dua tahun saya mengontrak di rumah yang sampai sekarang juga masih saya tempati, terjadilah kejadian ini. Dimana waktu itu kelima adik saya pulang kampung karena liburan panjang ke Kalimantan, sedangkan saya yang kerja tidak dapat pulang kampung dengan mereka, maka tinggallah saya seorang diri di Jakarta. Waktu itu tepat hari Sabtu, dimana Om Boyke atau suami Tante Linda ini biasanya kerja pada hari Sabtu, maklum dia adalah pegawai swasta dan sering juga ke lapangan dimana dia bekerja di perminyakan di lepas pantai. Jadi waktu itu Om Boyke ke lapangan dan tinggallah Tante Linda sendirian di rumah.

Tante Linda telah menikah, tetapi sudah lama tidak mendapatkan anak hampir sudah 8 tahun, dan hal itu menjadi pertanyaan siapa yang salah, Tante Linda apa Om Boyke. Okey waktu itu tepatnya malam Sabtu hujan di Bogor begitu derasnya yang dapat menggoda diri untuk bermalas-malas. Secara otomatis saya langsung masuk kamar tidur dan langsung tergeletak.

Tiba-tiba Tante Linda memanggil, “Jach… Jach… Jach… tolong dong..!”

Saya menyahut panggilannya, “Ada apaan Tante..?”

“Ini lho.. rumah Tante bocor, tolong dong diperbaiki..!”

Lalu saya ambil inisiatif mencarikan plastik untuk dipakai sementara supaya hujannya tidak terlalu deras masuk rumah. 10 menitan saya mengerjakannya, setelah itu telah teratasi kebocoran rumah Tante Linda.Kemudian saya merapikan pakaian saya dan sambil duduk di kursi ruang makan.

Terus Tante Linda menawarkan saya minum kopi, “Nih.., biar hangat..!”

Karena saya basah kuyup semua waktu memperbaiki atap rumahnya yang bocor.

Saya jawab, “Okelah boleh juga, tapi saya ganti baju dulu ke rumah..” sambil saya melangkah ke rumah samping.

Saya mengontrak rumah petak Tante Linda persis di samping rumahnya.

Tidak berapa lama saya kembali ke rumah Tante Linda dengan mengenakan celana pendek tanpa celana dalam. Sejenak saya terhenyak menyaksikan pemandangan di depan mata, rupanya disaat saya pergi mandi dan ganti baju tadi, Tante Linda juga rupanya mandi dan telah ganti baju tidur yang seksi dan sangat menggiurkan. Tapi saya berusaha membuang pikiran kotor dari otak saya. Tante Linda menawarkan saya duduk sambil melangkah ke dapur mengambilkan kopi kesenangan saya. Selang beberapa lama, Tante Linda sudah kembali dengan secngkir kopi di tangannya.

Sewaktu Tante Linda meletakkan gelas ke meja persis di depan saya, tidak sengaja terlihat belahan buah dada yang begitu sangat menggiurkan, dan dapat merangsang saya seketika. Entah setan apa yang telah hinggap pada diri saya. Untuk menghindarkan yang tidak-tidak, maka dengan cepat saya berusaha secepat mungkin membuang jauh-jauh pikiran kotor yang sedang melanda diri saya.

Tante Linda memulai pembicaraan, “Giman Jach..? Udah hilang dinginnya, sorry ya kamu udah saya reporin beresin genteng Tante.”

“Ah… nggak apa-apa lagi Tante, namanya juga tetangga, apalagi saya kan ngontrak di rumah Tante, dan kebetulan Om tidak ada jadi apa salahnya menolong orang yang memerlukan pertolongan kita.” kata saya mencoba memberikan penjelasan.

“Omong-omong Jach, adik-adik kamu pada kemana semua..? Biasanya kan udah pada pulag kuliah jam segini,”

“Rupanya Tante Linda tidak tau ya, kan tadi siang khan udah pada berangkat ke Kalimantan berlibur 2 bulan di sana.”

“Oh… jadi kamu sendiri dong di rumah..?”

“Iya Tante..” jawab saya dengan santai.

Terus saya tanya, “Tante juga sendiri ya..? Biasanya ada si Mbok.., dimana Tante?”

“Itu dia Jach, dia tadi sore minta pulang ke Bandung lihat cucunya baru lahir, jadi dia minta ijin 1 minggu. Kebetulan Om kamu tidak di rumah, jadi tidak terlalu repot. Saya kasih aja dia pulang ke rumah anaknya di Bandung.” jelasnya.

Saya lihat jam dinding menunjukkan sudah jam 23.00 wib malam, tapi rasa ngantuk belum juga ada. Saya lihat Tante Linda sudah mulai menguap, tapi saya tidak hiraukan karena kebetulan Film di televisi pada saat itu lagi seru, dan tumben-tumbennya malam Sabtu enak siarannya, biasanya juga tidak. Tante Linda tidak kedengaran lagi suaranya, dan rupanya dia sudah ketiduran di sofa dengan kondisi pada saat itu dia tepat satu sofa dengan saya persis di samping saya.

Sudah setengah jam lebih kurang Tante Linda ketiduran, waktu itu sudah menunjukkan pukul 23.35.

“Aduh gimana ini, saya mau pulang tapi Tante Linda sedang ketiduran, mau pamitan gimana ya..?” kata saya dalam hati.

Tiba-tiba saya melihat pemandangan yang tidak pernah saya lihat. Dimana Tante Linda dengan posisi mengangkat kaki ke sofa sebelah dan agak selonjoran sedang ketiduran, dengan otomatis dasternya tersikap dan terlihat warna celananya yang krem dengan godaan yang ada di depan mata. Hal ini membuat iman saya sedikit goyang, tapi biar begitu saya tetap berusaha menenangkan pikiran saya.

Akhirnya, dari pada saya semakin lama disini semaking tidak terkendali, lebih baik saya bangunkan Tante Linda biar saya permisi pulang. Akhirnya saya beranikan diri untuk membangunkan Tante Linda untuk pulang. Dengan sedikit grogi saya pegang pundaknya.

“Tan… Tan…”

Dengan bermalas-malas Tante Linda mulai terbangun. Karena saya dengan posisi duduk persis di sampingnya, otomatis Tante Linda menyandar ke bahu saya. Dengan perasaan yang sangat kikuk, tidak ada lagi yang dapat saya lakukan. Dengan usaha sekali lagi saya bangunkan Tante Linda.

“Tan… Tan…”

Walaupun sudah dengan mengelus tangannya, Tante Linda bukannya bangun, bahkan sekarang tangannya tepat di atas paha saya.

“Aduh gimana ini..?” gumam saya dalam hati, “Gimana nantinya ini..?”

Entah setan apa yang telah hinggap, akhirnya tanpa disadari saya sudah berani membelai rambutnya dan mengelus bahunya. Belum puas dengan bahunya, dengan sedikit hati-hati saya elus badannya dari belakang dengan sedikit menyenggol buah dadanya. Aduh.., adik saya langsung lancang depan. Dengan tegangan tinggi, nafsu sudah kepalang naik, dan dengan sedikit keberanian yang tinggi, saya dekatkan bibir saya ke bibirnya. Tercium sejenak bau harum mulutnya.

Pelan-pelan saya tempelkan dengan gemetaran bibir saya, tapi anehnya Tante Linda tidak bereaksi apa-apa, entah menolak atau menerima. Dengan sedikit keberanian lagi, saya julurkan lidah ke dalam mulutnya. Dengan sedikit mendesah, Tante Linda mengagetkan saya. Dia terbangun, tapi entah kenapa bukannya saya ketakutan malah keluar pujian.

Baca juga : Cerita Dewasa Bercinta Dengan Bibi Sendiri

“Tante Linda cantik udah ngantuk ya..? Mmuahhh..!” saya kecup bibirnya dengan lembut.

Tanpa saya sadari, saya sudah memegang buah dadanya pada ciuman ketiga.

Tante Linda membalas ciuman saya dengan lembut. Dia sudah pakar soal bagaimana cara ciuman yang nikmat, yaitu dengan merangkul leher saya dia menciumi langit-langit mulut saya. 10 menit kami saling berciuman, dan sekarang saya sudah mengelus-elus buah dadanya yang sekal.

“Ahk… ahk..!” dengan sedikit tergesa-gesa Tante Linda sudah menarik celana saya yang tanpa celana dalam, dan dengan cepat dia menciumi kepala penis saya.

“Ahkk… ah..!” nikmatnya tidak tergambarkan, “Ahkkk..!”

Saya pun tidak mau kalah, saya singkapkan dasternya yang tipis ke atas. Alangkah terkejutnya saya, rupanya Tante Linda sudah tidak mengenakan apa-apa lagi di balik dasternya. Dengan agak agresif saya ciumi gunung vaginanya, terus mencari klistorisnya.

“Akh… akh… hus..!” desahnya.

Tante Linda sudah terangsang, terlihat dari vaginanya yang membasah. Saya harus membangkitkan nafsu saya lebih tinggi lagi.

30 menit sudah kami pemanasan, dan sekarang kami sudah berbugil ria tanpa sehelai benang pun yang lengket di badan kami. Tanpa saya perintah, Tante Linda merenggangkan pahanya lebar-lebar, dan langsung saya ambil posisi berjongkok tepat dekat kemaluannya. Dengan sedikit gemetaran, saya arahkan batang kemaluan saya dengan mengelus-elus di bibir vaginanya.

“Akh… husss… ahk..!” sedikit demi sedikit sudah masuk kepala penis saya.

“Akh… akh..!” dengan sedikit dorongan, “Bless… sss..!” masuk semuanya batang kejantanan saya.

Setelah saya diamkan semenit, secara langsung Tante Linda menggoyang-goyang pinggulnya ke kiri dan ke kanan. Tanpa diperintah lagi, saya maju-mundurkan batang kemaluan saya.

“Akh… uh… terus Sayang.., kenapa tidak dari dulu kamu puasin Tante..? Akh… blesset… plup… kcok… ckock… plup… blesset.. akh.. aduh Tante mau keluar nih..!”

“Tunggu Tante, saya juga udah mau datang..!”

Dengan sedikit hentakan, saya maju-mundurkan kembali batang kemaluan saya.

Sudah 15 menit kami saling berlomba ke bukit kenikmatan, kepala penis saya sudah mulai terasa gatal, dan Tante Linda teriak, “Akh..!”

Bersamaan kami meledak, “Crot… crot… crot..!” begitu banyak mani saya muncrat di dalam kandungannya.

Badan saya langsung lemas, kami terkulai di karpet ruang tamu.

Tante Linda kemudian mengajak saya ke kamar tamu. Sesampainya disana Tante Linda langsung mengemut batang kemaluan saya, entah kenapa penis saya belum mati dari tegangnya sehabis mencapai klimaks tadi. Langsung Tante Linda mengakanginya, mengarahkan kepala penis saya ke bibir vaginanya.

“Akh… husss..!” seperti kepedasan Tante Linda dengan liarnya menggoyang-goyangkan pinggulnya.

“Blesset… crup… crup… clup… cloppp..!” suara kemaluannya ketika dimasuki berulang-ulang dengan penis saya.

30 menit kami saling mengadu, entah sudah berapa kali Tante Linda orgasme. Tiba saatnya lahar panas mau keluar.

“Crot.., crot..!” meskipun sudah memuncratkan lahar panas, tidak lepas-lepasnya Tante Linda masih menggoyang pantatnya dengan teriakan kencang, “Akh..!”

Kemudian Tante tertidur di dada saya, kami menikmati sisa-sisa kenikmatan dengan batang kejantanan saya masih berada di dalam vaginanya dengan posisi miring karena pegal. Dengan posisi dia di atas, seakan-akan Tante Linda tidak mau melepaskan penis saya dari dalam vaginanya. Begitulah malam itu kami habiskan sampai 3 kali bersetubuh.

Jam 5 pagi saya ngumpat-umpat masuk ke rumah saya di sebelah, dan tertidur akibat kelelahan satu malam kerja berat. Begitulah kami melakukan hampir setiap malam sampai Om itu pulang dari kerjanya. Dan sepulangnya adik saya dari Kalimantan, kami tidak dapat lagi dengan leluasa bercinta. Begitulah kami hanya melakukan satu kali. Dalam dua hari itu pun kami lakukan dengan menyelinap ke dapurnya. Kebetulan dapurnya yang ada jendela itu berketepatan dengan kamar mandi kami di rumah sebelahnya.

3 bulan kemudian Tante Linda hamil dan sangat senang. Semua keluarganya memestakan anak yang mereka tunggu-tunggu 8 1/2 tahun. Tapi entah kenapa, Tante Linda tidak pernah mengatakan apa-apa mengenai kadungannya, dan kami masih melakukan kebutuhan kami.

Categories
Random

Cerita Dewasa Diajari Ngeseks Sama Tante

Cerita Dewasa Diajari Ngeseks Sama Tante – Selamat datang sobat di Cerita Dewasa Emikoblue. Perlu diingat untuk para pembaca Emikoblue yang setia bahwasanya tulisan ini hanyalah sebatas hiburan semata. Cerita ini tidak ada tujuan untuk menjelekkan salah satu agama manapun.

Saya harap para pembaca Emikoblue untuk bijak dalam cerita dewasa ini. Mohon maaf jika ada kesamaan nama tokoh dan tempat kejadian ataupun cerita, maka itu semua hanya kebetulan semata dan tidak ada unsur kesengajaan dari penulisnya.

Saat ini tinggal seorang karyawan yg baru bekerja di kota. Pemuda itu ganteng namun pendiam. aku lihat dari bodinya sepertinya dia aktif olah raga.Karena aku juga sering lihat dia pulang memakai celana pendek dan sepatu olahraga. Pagi ini dia terlihat habis olahraga jadi pasti di kamarnya dia sedang mandi. penghuni kamar lain pulang kampung karena yg lain mahasiswa pulang liburan. Jadi kami hanya berdua. Wahhh …. kesempatan nih.

Karena hari ini dirumah sepi membuat diriku makin kesepian tdk ada teman bicara. Sopir dan pembantuku pulang karena ada keperluan pribadi. Sedangkan tukang kebunku tdk menginap karena rumah dia dekat dengan rumahku. Aku tdk keberatan mereka pulang karena masih ada anak kost yg tinggal jadi tdk ada masalah aku sendirian. aku Penasaran dan ingin cari teman obrolan. aku cari alasan untuk ketemu pria itu, aku iseng dan bertanya tentang laptopku. Maka aku menuju ke kamarnya.

Karena di rumah sepi dan lagi santai aku hanya mengenakan lingerie warna hitam kesukaanku. Jika dilihat pasti kelihatan dalamannya.pria manapun yg melihat pasti akan terangsang. Aku tak ambil pusing. Jika dia memang pri sejati tak ada salahnya bercinta dengan pemuda ini. Perjaka lagi. hehehe .. senyumku dalam hati. Ternyata pintunya kamarnya tdk terkunci. Pelan-pelan kuketuk pintunya kubuka pintunya dan akupun masuk dengan rasa penasaran.

Rupanya dia sedang di kamar mandi dan dia tdk menyadari kehadiranku. Kemudian aku masuk. Terlihat dia sedang berdiri menghadap bak mandi. Tubuhnya dalam keadaan telanjang sepertinya mau mandi. Secara keseluruhan dia terlihat gagah. Akhirnya kudatangi dia. Terlihat matanya terpejam menikmati apa yg sedang dilakukannya. Dari gerakan pada lengannya kutahu dia sedang mengocok ‘penis’nya. Segera kutujukan mataku ke arah selangkangannya.

Apa yg kulihat saat itu bikin aku kagum, bahkan membuat nafasku sesak tersengal-sengal. Tangannya sedang menggenggam ‘penisnya’nya, yg kelihatan besar dan panjang sekali. Ujung kepala ‘penis’nya bulat, terlihat keras dan mengkilat. Seperti orangnya warnanya juga cokelat tua agak kehitam-hitaman. Dia mengocok-ngocok ‘penis’nya yg mengagumkan itu. Rupanya dia sedang mandi dan membersihkan penisnya. woww ini gua suka, lelaki yg rajin membersihkan penisnya. Gerakan membersihkan penisnya seperti masturbasi membuat aku kedalam khayalan kenikmatan. Dan ku juga terbawa untuk memejamkan mataku. Terbayangkan olehku hal yg tdk-tdk yg juga membuatku terangsang. Jadi ingin aku merasakannya. ahhhh pasti nikmat.

Kurasa sesuatu yg menggelegak dalam diriku. Sekali lagi aku sampai menelanludah. Lalu kuberanikan diriku untuk menyapanya, …

“Randi Besar amat sih penismu?” Dia terlihat sangat terkejut. Tersipu-sipu ia berkata, …

“Aduh Tante kok ada di sini … !” Segera kutenangkan dia, …

“Gpp, Gpp kok.” Lalu aku mendekati dia sambil mengulurkan tanganku ke arah ‘penisnya’ aku berkata, …

“Coba Tante lihat dong! Ukurannya kok sampai segede ini sih?” Malu-malu dia berusaha menghindar, tapi terpegang juga olehku ‘barang kepunyaan’nya.

Setelah terpegang dia tdk terus berontak, malah dibiarkannya aku mengusap-usap ‘alat kejantanan’nya itu. Setelah aku usap-usap dia terlihat sudah mulai mampu menguasai diri lagi. Malah rupanya keberaniannya timbul. Dengan gaya lugunya dia bertanya, …

“tangan tante lembut sekali”

“Eh ngomong-ngomong mau diterusin nggak?” Dengan manis dan lugu bengong, …

“setengah bertanya”Maksud Tante.”

“Mau saya bantuin nggak?” Terlongo dia memandangku dan bertanya, …

“Emangnya bantu apa tante?” Sambil tersenyum genit aku berkata kepadanya, …

“Kalau kamu mau, tak bantu bersihin penismu … !” Bukan pakai sabun, tapi pakai lidah tante. Dijamin enak loh …. kataku.

Dia tdk perlu menjawabnya toh tetap aja aku akan memaksanya. Karena aku sudah memegang penisnya. Lalu kulepas dasterku.

“Kebetulan aku belum mandi, sekalian mandi disini boleh dunk”. Mandi asik bareng dia pasti asik.

“Kamu mau aku ajarin nggak?” kataku setengah bertanya. Kalaupun di bilang tdk mau, tetap akan aku paksa. Karena aku sudah tak tahan lagi.

“Ajarin apa tante” …Tak perlu aku jawab akhirnya kugarap penisnya

“Aduh tante, geli banget dan enakkk!” Erang Randi.

“Panggil aja aku Neng aja ya”. Kedua lengannya mengencang menygga tubuhnya, sampai terlihat otot-ototnya menonjol gagah.

“Randi! Randi! Besar amat ya kepunyaan kamu ini, kataku.

Beberapa saat hening tanpa ada suara, sementara aku terus mengocok-ngocok lembut ‘barang kepunyaan’ Randi. Sampai akhirnya terdengar lagi Randi bertanya, …

“Tante, katanya kalau orang bule seneng ngemutin pake mulut yah?” Pertanyaan ini kurasa semakin menjurus dan membuatku terusik oleh keinginan terpendam yg ada di hatiku.

Dengan singkat kujelaskan padanya, …

“Ah bukan orang bule aja, orang Indonesia juga mau.” Emang kamu pikir aku nggak mau.

Bodohlah aku jika tdk mau melumat penismu. Perjaka lagi. Ya iyalah …. rasanya beda gitu loh …. yg biasa aku pegang …. Berkahku hari ini aku sebentar lagi merasakan sperma perjaka …. woowwwww … pasti nikmat … Sambil sesekali penisnya aku cepit dengan susuku dan kugesek-kesekan sambil kuciumi dan kujilati ujung penisnya.

“Sarat sebagai laki-laki ya ITU-nya bisa bangun, besar, panjang, keras samakuat.” AKu sedikit menggurui. Kembali Randi nampak bersemangat, …

“Oh kalau itu sih Randi mampu … Aku membisikkan kesediaanku. Lalu Randi berkata dengan penuh keseriusan, …

“Aduh mau tante, !” Pada saat bibirku mendarat di atas ‘kepala kemaluan’nya dan mengecupnya Randi mendesah, …

“Aduh geli tante, enak.” Apalagi waktu mulai kujilat-jilat dengan lidahku, ia betul-betul merasakan nikmatnya.

Tubuhnya mengejang keras, …

“Aduh Tante geli sekali.” Begitu kumasukkan ‘ujung kemaluan’nya yg seperti ‘topi baja’ itu ke mulutku, lalu mulai aku kulum, Randi mengerang panjang. Karena keenakan dia sampai menekan kepalaku ke bawah. Dipenuhi oleh ‘ukuran kejantanan’ lelaki yg sebesar itu aku sampai sulit bernafas. Untung aku sudah cukup berpengalaman dalam hal ’seks oral,’ sehingga dengan mudah aku bisa menyesuaikan gerakan bibir, lidah dan mulutku.

Baca juga : Cerita Dewasa Menikmati Lubang Vagina Ibu Kost

Ketika ujung ‘tongkat kejantanan’nya menyentuh langit-langit mulutku, aku merasakan lonjakan gairah yg membawa nikmat.Manis sekali anak ini, akupun jadi semakin menyukainya. Langsung kuperhebat emutanku, sampai aku sendiri semakin terangsang. Sewaktu aku sudah mulai hanyut, ternyata masih juga kudengar permintaan Randi. “Neng,” … panggilnya, … “Tante.”

Karena sudah terangsang dari tadi, terutama setelah mulai mengemut ‘penisnya’, beberapa usapan saja sudah cukup untuk membawaku ke puncak rasa jasmaniku. Aku mengaduh, merintih dan mengerang sambil terus menjilati ‘barang kepunyaan’ Randi. Laki-laki itu sampai melihat aku dengan pandangan agak heran. Tapi tdk kuperdulikan lagi dirinya. Terus aku emuti ‘penis’ Randi di mulutku, sampai gelora rasaku mereda. Setelah itu yg aku sadar adalah betapa pegalnya rahang mulutku, karena dari tadi mengemuti kepunyaan Randi dengan tanpa henti.

Sedikit-sedikit mulai ada rasa jengkel juga karena daya tahan kejantanan lelaki itu kuat sekali. Hampir aku sentak dia ketika sekali lagi kudengar suaranya berbicara kepadaku.

“aaahhhh,” … katanya, …

”tante.”

“Saya hampir keluar tante.” Rasa gairah semakin merangsang diriku, semakin keras juga aku mengemut dan mengisap ‘alat kemaluan’ Randi.

Hingga akhirnya seluruh tubuh Randi mengejang keras, begitu juga batang kejantanannya di mulutku.

“Ahh … ahh … tante … tante … ahh … Aduhhh … aaahhhhh …,” … Randi mengerang keras dan panjang.

Rupanya dia sedang mengalami puncak kenikmatannya di mulutku. Semburan demi semburan sperma Randi memasuki rongga mulutku. Inilah sperma rasa perjaka, benar-benar nikmat apalagi masih hangat.

Banyak sekali, kental, dan asin rasanya. Supaya tdk terselak kutelan sebisa-bisanya. Tapi setelah aku tdk tahan lagi kubiarkan sebagian tertumpah dari mulutku dan terjatuh ke tubuh Randi. Kujilati sperma yg menempel di tubuhnya hingga tak tersisa. Beberapa saat kemudian keadaan mulai mereda. Kudengar suara nafas Randi lembut. Alat ‘kejantanan’nya yg masih berada dalam genggamanku ternyata masih keras juga. Sengaja tdk aku keluarkan semua spermanya agar dapat menikmati lebih lama di vaginaku.

Ber-oral seks di kamar mandi membuat kami kedinginan aku merasakan sperma pemuda lebih nikmat menghilangan rasa dingin. Penisnya masih aja tetap ngaceng sehingga ini membuat aku ingin menungganginya dan memasukkan dalam vagina. Lalu kuambil handuk yg sudah kubasahi dengan air panas dan kubersihkan seluruh tubuhnya.

Kutarik tangannya dan menuntunnya kembali ke kamar tidur. Kuarahkan supaya ia duduk di atas ranjang, lalu aku menelungkup di hadapannya. Kedua tanganku mulai mengusap-usap ‘batang kejantanan’ Randi. Ukurannya memang luar biasa. Tadi dalam keadaan Randi berdiri, kalau ‘batang keras’nya ditegakkan sepertinya panjangnya sampai ke pusarnya. Sekarang dalam keadaan dia duduk panjangnya jelas meliwati pusarnya itu.

Bibirnya kukulum,

”Hmmmhhhh… hmmhhhhhh…” dia mendesah-desah.

Setelah puasmelumat bibir dan lidahnya, aku mulai bergerak ke bawah, menciumi dagunya, lalu lehernya makin kebawah lalu kuciumi dadanya.

“Hmmmhhhhhh… aduuhhh enak ..” rintihnya.

Dia terus mendesah sementara aku mulai menciumi perutnya, lalu pusarnya, sesekali dia berteriak kecil kegelian. Akhirnya penisnya yg sudah ngaceng berat kupegang dan kukocok-kock,

“Ahhhhh… Hhhh…. Hmmhmh… Ohhh …” dia cuman bisa mendesah doang. penisnya langsung kukenyot-kenyot, sementara dia meremas-remas rambutku saking enaknya,

“Ehmm… Ehmm…” Mungkin sekitar 5 menitan aku ngemut penisnya, kemudian aku bilang,

“Randi… sekarang giliran kamu yach?” Gantian apa tante? Dia setengah tersentum. Gantian jilati vaginau” kataku.

Dia cuma tersenyum, lalu bangkit sedangkan aku sekarang yg ganti tiduran. Dia mulai nyiumin bibirku. kemudian mulai menciumi leherku sementara tangannya meraba-raba toketku dan diremasnya.

“Hmhmhhm… Hmhmhmh…” ganti aku yg mendesah keenakan.

Apalagi ketika dia menjilati pentilku yg tebal dan berwarna coklat tua. Setelah puas melumat pentilku bergantian, dia mulai menjilati perutku dan kemudian langsung menciumi vaginaku dengan penuh napsu, otomatis pahaku mengangkang supaya dia bisa mudah menjilati vagina dan it ilku.

“Ahh.. Ahhhh…” aku mengerang dan mendesah keras keenakan. Sesekali kudengar “slurrp… slurrp…” dia menyedot vaginaku yg sudah mulai basah itu.

”Ahhhh… om… Enak …” desahan ku semakin keras saja karena merasa nikmat, seakan tdk peduli kalau terdengar orang di luar. Napsuku sudah sampe ubun-ubun, dia kutarik untuk segera menancapkan penis besarnya di vaginaku yg sudah gatel sekali rasanya, pengen digaruk pake penis.

Tak sabar aku melihat, segera aku pingin merasakan nikmatnya penis gedenya. Kemudian aku pegang penisny da kumasukkan ke dalam vagina dan setelah itu kunaiki dia.

Auwwww …… luar biasa enaknyaaa …. Ahhhhhhh … setengah berteriak aku merasakan kenikmatan. Sambil duduk di ujung tempat tidur. Kugenjot vaginau dan Aksiku kubarengi dengan teriakan-teriak keras khas kenikmatan yg membuat aku mandi keringat.

Lama di atas staminaku drop juga, lalu kumimta dia ganti posisi. Kucabut penisnya kemudian aku terlentang. Pelan-pelan dia memasukkan penisnya ke dalam vaginaku dengan satu enjotan keras dia menancapkan seluruh penisnya dalam vaginaku.

“Uh… uhhh…. Ahhhhhhh…nikmat banget” desahku ketika dia mulai asyik menggesek-gesekkan penisnya dalam vaginaku.

Aku menggoyang pinggulku seirama dengan keluar masuknya penisnya di vaginaku. Dia mempercepat gerakannya. Gak lama dienjot aku sudah merasa mau nyampe,

“Ah…… sepertinya mau… ahhh…” dia malah mempergencar enjotan penisnya divaginaku,

“Bareng nyampenya ya, aku juga dah mau keluar”, katanya terengah.

Kakiku kunaikkan ke pundaknya yg kokoh hingga penisnya terasa mentok menyentuh rahimku. Nikmat yg kurasakan sungguh luar biasa. Dari penyebab awalnya dimana norma sopan dan adab tak lagi dijadikan batasan membuat aku juga bisa berlaku saenakku, kini kurenggut kepala nya yg berambut cepak itu. Kudekatkan ke wajahku dan kukenyoti bibirnya sambil kukasari kepalanya. Vaginaku yg gatalnya semakin nggak ketulungan membuat aku jadi buas, binal dan liar… suatu peristiwa yg tak pernah terjadi saat aku bersanggama dengan suamiku selama ini. Mungkin ini pengaruh dari tubuhnya yg atletis itu, atau aroma keringatnya yg maskulin itu, atau nikmatnya dientot dengan penisnya yg dahsyat itu? aku tak tahu….

Aku menggelinjang-gelinjang dengan sangat hebatnya. Aku berteriak histeris tertahan sebagai wujud pelampiasan nafsu birahiku yg tak terkendali ini. Aku ingin dipuaskan sejadi-jadinya. Aku berguling ke atas. Dengan rambutku yg telah lepas terurai dari ikatannya dan dengan keringat yg semakin membasah mengucur dari tubuhku, aku tumpakin tubuh nya. Aku desakkan habis-habisan vaginaku ke penisnya untuk menggaruk lebih keras kegatalan birahi di dalamnya. Aku sangat gelisah dan resah menunggu hadirnya orgasmeku.

Setiap kali aku mendongak dan menyibakkan rambutku kemudian kembali menunduk histeris. Tangan-tanganku mencekal bukit otot di dadanya hingga kuku-kukuku menancap dalam ke dagingnya. Randi seakan tak mau kalah. Dia membenamkan wajah tampannya ke payudaraku untuk menyusui kedua belah payudaraku yg ranum itu sepuasnya. Sementara di bawah sana, rasa gatal yg sangat nikmat mendesaki vaginaku.Aku tahu ini sebagai tanda bahwa tak akan lama cairan birahiku akan tumpah ruah. Aku sudah demikian lupa diriku. Enjotan penisnya makin cepat saja, sampe akhirnya,

“Randi, aku nyampe aah”, badanku mengejang karena nikmatnya, terasa vaginaku berdenyut meremas penisnya sehingga diapun menyodokkan penisnya dengan keras,

“ahhh, aku aah”, terasa semburan pejunya yg deres divaginaku.

Akhirnya kami sama-sama mencapai kepuasan puncak kami. Cairan hangat yg menyemprot dari penis Aldi ke dalam vaginaku langsung disambut dengan muntahan berlimpah cairan birahi vaginaku. Aku langsung tersungkur sementara kedutan-kedutan penisnya belum sepenuhnya usai.

Untuk sesaat kami memang beristirahat. Namun nafsu birahi yg masih berakar kuat di tubuh kami masing-maisng mendorong kami untuk melakukannya lagi dan lagi. Siang hari itu kami habiskan bak pengantin baru. Kami bercinta sepuasnya dalam berbagai gaya, diakhiri dengan doggy style yg spektakuler di ranjangku.

Sebelum tertidur Randi sempat memandangku mesra. Katanya lirih, …

“tante, Terima kasih!” Akupun tidur di ranjang bersamanya. Sambil kupegang penis dan bersandar dadanya.

Kami berpelukan dengan mesranya, sambil dia mencium rambutku. Indah sekali.

Sebelum tengah malam kami terbangun. Saat aku terbangung pemandangan tubuh telanjang Randi, yg sebagiannya telah terbungkus selimut, mengantarku ke dunia mimpi. Sekali lagi aku tdk bisa membiarkan penis ngaceng dibiarkan begitu saja. Tentuk saja mulutku gatel untuk ngemut dan jilat. Sebelum dia sempat bertanya lebih jauh lagi kuminta ia terlentang di ranjang.

Kesempatan ini tak kusiakan untuk menggarapnya sekali lagi. Tak sempat dia menolak kuemut dan kumainkan penisnya dengan tanganku. Setelah itu malam ini kita bertempur lagi dengan suasana lebih romantis yg menggairahkan.Karena aku mengajak dia bercinta di halaman dalam rumahku. Sungguh suasana yg tdk pernah aku lakukan. Di bawah sinar bulan aku beraksi sesuka hati, sementara dia pasrah pada apa yg aku lakukan termasuk mengajari gaya favourtiku Doggy style, woman on top dan kuda liar kulakukan dan dia hanya bisa menurut apa yg aku perintahkan. Bagiku yg penting aku menikmati kepuasan, sesuatu yg lama tdk aku dapatkan.

Bahkan kali ini lebih special karena bercinta dan merasakan sperma dengan seorang perjaka. Sungguh suatu kenikmatan yg tiada tara. Walaupun aku harus menuntunnya, tapi aku puas menikmati penis dan sperma seorang pemuda. Perjaka lagi. Malam ini aku menikmati pergumulan di taman rumahku.

Akhirnya kami sama-sama terkapar dan telanjang dengan peluh dan keringat keluar deras, walaupun sebetulnya hawanya dingin. Beberapa kali ke depan setdknya aku akan menikmati dan merasakan bercinta dengan daun muda ini.

Categories
Tante Girang

Cerita Dewasa Sensasi Bercinta Dengan Teman Mamaku yang Bohay

Cerita Dewasa Sensasi Bercinta Dengan Teman Mamaku yang Bohay – Namaku Dodi. Seorang murid kelas 3 SMP yg biasa-biasa saja. Aku anak pertama dari dua bersaudara. Adikku yg kecil masih berumur 1 tahun dan masih menyusui. Mamaku bernama Yulia, dia hanya seorang ibu rumah tangga biasa. Sedangkan ayahku seorang pemilik tour agent sekaligus sebagai tour guide sehingga beliau sering keluar kota. Mamaku sangat cantik dan menarik meski usianya sudah 35 tahun. Dia sering berpakaian seadanya kalau di rumah. Setelah mandi dan mengeringkan tubuh, mama kadang juga tdk langsung mengenakan seluruh pakaiannya, namun hanya mengenakan celana dalam dan BH keluyuran di dalam rumah. Memang tdk lama-lama, biasanya dia begitu kalau ada keperluan yg membuatnya tdk sempat mengenakan pakaian, seperti urusin si kecil yg tiba-tiba rewel. “Ah… mama memang sangat cantik” batinku. Meskipun begitu aku tetap tdk pernah berpikiran jorok terhadapnya, hanya mengagumi kecantikannya serta sifatnya yg baik dan penyayg. Namun sepertinya tdk hanya aku yg tertarik pada mama. Teman-temanku yg pernah datang ke rumahku sering memuji dan berkata padaku betapa cantik dan seksinya ibu kandungku ini.

Aku tentu saja bangga mamaku banyak yg mengagumi, tapi kadang jengkel juga kalau ucapan mereka mulai aneh-aneh. Sebentar lagi aku akan ujian nasional. Dari beberapa ujian ujicoba aku bersyukur selalu lulus meskipun dengan nilai pas-pasan. Aku harus belajar lebih giat agar nilaiku makin bagus sehingga bisa masuk ke SMA negeri yg bagus. Meski sudah mau ujian nasional, teman-temanku masih sering bermain ke rumahku, yg aku rasa tujuan mereka hanya pengen ngecengin mamaku.

Di antara mereka ada yg ngebet banget mencari perhatian mama, Rudi namanya, temanku yg paling mesum dan yg paling kotor otaknya. Di kelas dia pemalas dan sering remedial kalau ulangan.

“Gimana nilai ujian ujicobanya? Lulus kan?” tanya mama pada Rudi. “Duh… saya gak lulus tante” jawab Rudi dengan nada murung. “Lho… kok bisa gak lulus sih?” “Habisnya Dodi gak mau kasih contekan waktu ujian…” “Kamu ini… Masa nyalahin anak tante sih? Salah kamu sendiri kan yg tdk belajar, tiru dong anak tante, rajin dia” “Soalnya kalau di rumah gak bisa belajar tante” “Lho… Kenapa?” “Di rumah sempit tante, berisik, gak ada tempat untuk belajar,” jawabnya beralasan lagi-lagi dengan nada sok murung, padahal memang dia sendiri yg pemalas. Tapi ku lihat mama malah terpengaruh dengan ucapan Anto ini. “Kamu itu harus belajar yg rajin dong… jangan sampai gak lulus nantinya… untung ini baru ujicoba” ujar mamaku perhatian. Mama orangnya memang tdk tegaan melihat orang kesusahan dan mengiba padanya. Mama sungguh wanita yg baik dan perhatian, sifat keibuannya begitu lembut dan disukai siapapun. “Ya mau gimana lagi tante…” “Hmm… Gimana kalau kamu ikut belajar bareng saja sama anak tante. Kamu bisa datang ke sini kapanpun kamu mau untuk belajar. Kamu mau kan sayang bantuin Rudi belajar?” tanya mama kemudian padaku. “Eh, i-iya Ma… Gak masalah kok” jawabku mengiyakan walaupun hatiku keberatan. Meskipun begitu ku ambil saja sisi baiknya, karena sepertinya dengan membantu Rudi belajar aku yakin aku justru akan semakin pandai dibuatnya. “Anak mama ini memang baik. Sesama teman memang harus saling membantu…” ujar mama sambil membelai rambutku. Aku hanya nyengir. “Ya sudah, tante tinggal dulu yah, tante mau masak makan malam. Mending sekarang kalian belajar. Rudi, jangan ragu-ragu bertanya pada Dodi kalau ada yg kamu gak ngerti” lanjut mamaku lagi sambil menuju dapur. “Yuk Rud kita belajar bareng” ajakku pada Rudi. “Hehe, iya bro” Kamipun pergi ke kamarku untuk belajar. Tapi dasar Rudi yg emang pemalas, hanya sekitar 10 menit saja dia belajar, setelahnya hanya aku sendiri yg sibuk dengan buku-buku, dia malah asik bermain dengan komputerku, bahkan browsing-browsing situso. “Lo kok malah main komputer sih Rud?” tanyaku kesal padanya. “Santai aja bro belajarnya, ntar otaklu meleduk lho… hehe” ucapnya tanpa mengalihkan pandangan dari layar monitor. Namun saat mamaku muncul untuk mengantarkan kue dan minuman, dengan cepat Rudi malah ikut nimbrung bersamaku pura-pura belajar. “Wah, kalian belajarnya rajin banget, bagus deh… Nih ada kue dan minuman” ucap mamaku. “Makasih Ma…” “Makasih tante…” Mama saat ini sudah berpakaian lebih santai, hanya mengenakan daster batik tipis tanpa lengan yg dalamnya hingga ke lututnya.

Baca juga : Cerita Dewasa Disetubuhi Bocil SMP

Aku saja terpesona melihat penampilan mamaku, apalagi Rudi, matanya tdk mau beranjak melihat tubuh ibu kandungku ini, pandangan matanya seakan menelanjangi mamaku! “Mama lo emang cakep banget bro… gak salah banyak yg demen, hehe” ucap Rudi setelah mama keluar dari kamarku. Aku hanya nyengir kecil saja. Antara bangga dan kesal ibu kandungku dipuji seperti itu. Akupun lanjut belajar lagi, namun si Rudi masih tetap belajar dengan malas-malasan. Dia lebih banyak menghabiskan waktu di depan komputerku. Bodo ah, terserah dia mau belajar atau nggak. Begitulah, sejak saat itu Rudi jadi semakin sering main ke rumahku, bahkan sampai nginap segala. Alasannya untuk belajar bareng, tapi lebih banyak bermain dan bersantai menikmati fasilitas rumahku, serta mencuci mata melihat mamaku. Rudi juga sering cari muka ke mamaku pura-pura belajar. Bahkan dia mulai bertingkah manja dan ingin dianggap anak dari mamaku juga. Kalau ada papa, Rudi masih sedikit menjaga kesopanan, tapi kalau papa sudah berangkat kerja, dia bakal melunjak tingkah sok manjanya. Mama memang tdk mempermasalahkan tingkah Rudi itu. Tapi sesekali ku lihat mama risih juga kalau Rudi terlalu melunjak meskipun mama masih membiarkannya. Contohnya saja ketika mama selesai mandi waktu itu. Rudi seenaknya masuk ke kamar mama lalu seperti anak kecil minta dibikinin serapan, padahal mama masih menggunakan handuk. Tampak raut wajah mama yg kurang suka, tapi dia masih berusaha tetap tersenyum dan mengiyakan permintaan temanku itu. Melihat hal itu aku yg jadi kesal dibuatnya. Aku mengatakan ke mama kalau aku kesal pada Rudi dan menyuruh mama jangan terlalu berbaik hati pada temanku itu, tapi mama malah seakan membela Rudi. “Sayang… kalau sama teman itu harus baik-baik. Lagian Rudi kan katanya kurang kasih sayang dari ibunya” jawab Mama. Aku tdk yakin ucapan Rudi yg mengatakan ibunya tdk sayang dengannya itu benar apa tdk, aku rasa itu hanya alasannya agar bisa menempel pada mamaku. Terpaksa ku hanya diam menuruti meski hatiku dongkol. Kalau beneran teman yg baik sih emang aku akan bersikap baik, tapi kalau temanku seperti Rudi itu, ogah. Tuh anak kerjaannya hanya nonton bokep dan bermain game saja. Tak jarang aku mendapatinnya sedang asik onani. Biasanya dia melakukan onani setelah bermanja-manjaan dengan mamaku. “Sorry bro, mama lo cakep banget, gak tahan gue, gue onani dulu yah sambil ngebaygin mama lo” ujarnya. “Anjing lo Rud, seenaknya aja kalau ngomong” Aku kesal sekali mendengar ucapannya itu. Sungguh kurang ajar mengatakan hal seperti itu pada mama di depanku. Tapi Rudi hanya cengengesan saja ku maki. Memang tak ku pungkiri mama sangat menarik. Wajahnya cantik, kulitnya putih mulus, tubuhnya juga indah. Tentunya akan menarik lelaki manapun. Siapa saja pasti akan bernafsu melihat ibu kandungku. Apalagi oleh remaja-remaja tanggung seusia kami. Aku hanya bisa memaklumi temanku yg satu ini karena pergaulan dan lingkungan tempat tinggalnya yg kacau. Aku hanya membiarkan saja ucapan Rudi itu. Membiarkan temanku beronani ria membaygkan mama kandungku. Dan entah kenapa ucapan dan perbuatan Rudi itu membuat aku sekarang jadi ikut berpikir yg tdk-tdk pada mama. Semakin lama, mama semakin terbiasa dengan tingkah sok manja Rudi maupun perbuatan-perbuatannya yg kurang sopan sebagai orang yg bukan keluarga. Mama sudah tdk mempermasalahkannya lagi dan mencoba memaklumi kelakuannya yg kurang kasih sayang seorang ibu itu. Rudi minta kancingkan baju, mama turuti. Minta cium selamat tidur, mama turuti. Sampai-sampai saat Rudi minta disuapin, mamapun dengan senang hati menuruti. “Ma…. Kok mama nyuapin Rudi sih?” tanyaku heran dan juga kesal saat melihatnya. “Oh… ini permintaan Rudi kemarin malam waktu kamu udah tidur. Dia ingin merasakan disuapin sama mama juga katanya” jawab mama santai. “Iya bro… lo dulu kan udah pernah, gue kan kepengen juga, mama lo yg cantik kan mama gue juga sekarang, iya kan tante??” ucap Rudi seenaknya. Tampak mama mencubit paha Rudi karena ucapan temanku itu. Meski tdk keras, tapi Rudi berlagak kesakitan, membuat mama jadi tertawa kecil. Argh… Rasanya sungguh aneh melihat ibu kandungku menyuapi orang lain, bahkan sampai bercanda akrab seperti itu, apalagi orang lain itu adalah temanku yg jelek dekil ini. Perasaanku campur aduk! Aku yg tdk mau kalahpun mencoba mendekat, aku juga ingin merasakan disuapi oleh mama lagi. Tapi Rudi seakan tahu apa yg akan ku lakukan. Diapun mendahuluiku minta mamaku segera menyuapinya lagi. “Tante…. Aaaaakkkkk” ucap Rudi sambil membuka mulut lebar-lebar. “Kamu ini manja amat” ujar mama sambil menyuapi Rudi. Ku lihat Rudi melirik padaku dan berusaha cengengesan sambil menerima suapan dari ibu kandungku. Brengsek! “Ma…” panggilku. “Ya sayang?” “Aku mau juga dong…” pintaku. “Hihihi… Emang kamu mau jadi anak kecil lagi? Katanya dulu gak mau disuapin mama lagi karena udah gede, hihi” “Biarin Ma” ucapku terpaksa ‘menelan ludah’ sendiri karena tdk mau kalah sama Rudi yg jelas-jelas bukan anak mama. Tampak mama seperti akan menuruti keinginanku, dia menghadap ke arahku dan menyendoki nasi goreng itu. Tapi… lagi-lagi Rudi mendahuliku! “Tanteeeeee…. Aku belum selesai makaaaaan” ujar Rudi sok merajuk sambil menahan tangan mama. Membuat mama jadi batal menyuapiku dan balik menyuapi Rudi lagi. “Sayang… kamu makan sendiri aja dulu yah, mama kerepotan banget nih ngurusin temanmu” ujar mama. Terang saja aku kecewa. Aku semakin kesal karena lagi-lagi Rudi melirik cengengesan padaku sambil menerima suapan dari mama. Akhirnya aku hanya makan sendiri sambil melihat pemandangan yg membuat hatiku sakit. Makanku jadi tdk enak. “Rudi, gimana belajarnya? Kamu belajar yg rajin kan?” tanya mama kemudian setelah Rudi selesai makan. “Rajin kok tante, tanya aja Dodi. Iya kan bro? Hehe” “Iya… lo rajin banget” jawabku malas. Aku tdk mau peduli lagi dia belajar atau tdk. “Tuh kan tante… aku rajin belajar, hehe” “Kalau bisa jangan cuma rajin belajar di rumah tante aja dong. Di sekolah juga, terus dapatkan nilai yg bagus” ujar mamaku lagi. “Ah, tante kok masih gak percaya aja sama aku. Lihat aja deh besok, nilai ujian ujicoba berikutnya pasti bagus. Kalau nilaiku bagus tante mau kasih apa ayo??” ujar Rudi menantang. “Duh, kamu ini kok malah minta imbalan sih?” “Habisnya tante masih aja anggap Dodi lebih pintar dari aku” rajuk Rudi. Jelas saja memang aku yg lebih pintar dari dia! Enak aja dia ngomong lebih pintar dariku. “Ya sudah, tante bakal kasih kamu hadiah kalau nilai ujian kamu lebih bagus dari nilainya anak tante. Nanti kamu boleh minta hadiah apapun pada tante. Oke?” “Beneran boleh minta hadiah apapun tante?” tanya Rudi bersemangat. “Iya, kalau tante bisa kasih akan tante kasih” jawab mamaku. “Oke deh tante, hehe” “Kamu setuju kan sayang?” tanya mama kini padaku. Aku sebenarnya menolak ide ini, tapi tentu tdk mungkin kalau nilai ujianku akan kalah bagus dari nilainya Rudi. Jadi ku terima saja. “Kalau aku menang, aku boleh minta apapun juga kan Ma?” tanyaku. Aku berencana meminta mama tdk membolehkan Rudi main ke sini lagi. “Iya boleh… Ya sudah, kalian belajar yg rajin yah… ” ujar mama sambil tersenyum manis pada kami. Mama terlihat sangat senang karena kami bersemangat belajar, tapi tentunya aku dan Rudi punya tujuan tersendiri. Rudi ku yakin akan meminta hal yg mesum pada mama, sedangkan aku harus mencegah hal itu terjadi. Ku pikir aku tdk akan kesulitan memenangkan pertandingan ini. Beberapa hari berlalu, hari ujian ujicobapun tiba. Aku dapat menjalani ujian dengan baik. Entahlah dengan Rudi. Dia belajarpun tdk, kerjaannya hanya nonton bokep serta manja-manjaan sama mamaku kalau di rumah. Tentu saja aku berpikir aku akan mendapatkan nilai yg lebih bagus, tapi aku tdk menygka kalau nilai Rudi lebih bagus dariku. Bagaimana bisa???? Akhirnya Rudilah yg memenangkan pertandingan ini. Sialan! “Hehe, aku yg menang kan tante. Kan udah aku bilang kalau aku lebih pintar dari pada anak tante, hehe” ujar Rudi sombong. “Iya, deh, kamu mau hadiah apa emangnya?” tanya mama kemudian. Aku masih bingung bagaimana Rudi bisa dapat nilai yg bagus. Tapi aku tdk ada waktu untuk mencari tahunya, aku lebih penasaran apa yg akan diminta Rudi pada mama. “Ngg… aku mau dimandiin sama tante cantik, hehe” Aku kaget setengah mati. Rudi minta dimandiin sama mamaku! Berarti dia nanti akan telanjang di depan mama? Aku penasaran apa jawaban mama. “Mau tante mandiin? Waduh… memangnya tdk ada permintaan lain yah?” tanya mama sepertinya keberatan. Tentu saja, karena yg meminta mandi padanya adalah pria tanggung seusia anak laki-lakinya, bukan keluarga pula. Tapi aku lebih khawatir pada niat mesum Rudi. “Tapi aku mau dimandiin sama tante… Aku kan udah belajar susah-susah tante demi minta dimandiin sama tante. Mau yah tante…” pinta Rudi memelas. Mama melirik padaku seakan meminta persetujuan dariku. Tentu saja aku tdk rela. Mama tahu itu. Mamapun juga aku tahu ada rasa keberatan di hatinya karena sekarang manjanya Rudi semakin melunjak sampai minta dimandikan. Tapi mama memang punya ikatan janji yg harus dipenuhi. “Hmm… Ya sudah tante turutin. Tapi kamu aja yah yg telanjang, tante gak ikutan mandi. Nanti bukannya mandi kalau kita sama-sama telanjang, hihihi” kata mama tertawa kecil malah menggoda Rudi. Aku sendiri sampai berpikir yg tdk-tdk dibuatnya. “Oke deh tante, aku aja yg telanjang, telanjang di depan tante, di depan wanita bersuami, mama dari temanku yg cantik” ucap Rudi sambil melirik padaku, sengaja mengaduk-aduk hatiku dengan menggunakan kalimat-kalimat seperti itu. Tapi ku lihat mama hanya tersenyum saja. Aku masih tdk percaya mama mau memandikan temanku ini. Perasaanku campur aduk, deg-degkan membaygkan ibu kandungku ini akan berduaan di kamar mandi bersama orang asing yg dekil item seperti temanku ini. Rudi akan bertelanjang di hadapan mamaku untuk dimandikan. Aku cemburu dan kesal. Ku lihat mama tersenyum padaku. Mama seperti mau mengatakan kalau tdk apa-apa dan tdk perlu khawatir. Semoga saja Rudi tdk macam-macam selain hanya mandi. “Sayang… mama mau mandikan temanmu dulu yah… tolong bantu lihat adikmu kalau dia nangis. Tolong jaga juga kalau tiba-tiba papa pulang” ucap mama kemudian. “Eh, i-iya ma…” jawabku yg lagi-lagi dibalas mama dengan tersenyum manis. Sedangkan Rudi nyengir-nyengir. “Yuk tante, mandi, hehe” ajak Rudi menggandeng tangan mamaku. Tampak perbedaan warna kulit yg mencolok antara tangan Rudi dan mamaku. Rudi hitam dekil, sedangkan mama putih mulus. “Iya, dasar kamu tdk sabaran. Kita pakai kamar mandi tante saja yah… Ada bathtubnya, jadi kamu bisa tante mandikan di sana nanti” kata mama. “Oke tante, hehe… Bro, gue mandi dulu yah bro… dimandiin sama mama lo tersayang, hehe” ujar Rudi cengengesan padaku. Aku betul-betul kesal melihat wajahnya. Mama dan Rudi lalu masuk ke dalam kamar Mama untuk menggunakan kamar mandi yg ada di sana, sedangkan aku menunggu di ruang tengah. Setelah mereka masuk ke dalam kamar dan menutup pintu, aku masih sempat mendengar Rudi yg terus saja menggoda dan memuji mamaku. Sesekali terdengar juga cekikikan mama karena godaan-godaan temanku itu. Mama juga berteriak-teriak kecil sambil tertawa. Ah… apa yg dilakukan Rudi pada mamaku. Tdk lama kemudian aku mendengar suara air dari dalam kamar mandi, sepertinya mama sudah mulai memandikan Rudi. Aku yg penasaranpun nekat masuk ke dalam kamar mama. Tampak baju, celana serta kolor Rudi berserakan di atas tempat tidur orangtuaku! Berarti Rudi sudah telanjang sejak di kamar Mama! Kepalaku jadi pusing dibuatnya. Aku sungguh penasaran, aku mencoba menguping pembicaraan di kamar mandi. Pasti saat ini k0ntolnya sedang mengacung-ngacung di hadapan ibu kandungku. “Tante… mandiin Rudi yg bersih yah, hehe” kata Rudi. “Iya… ini juga tante lagi mandiin kamu” “Hehe, senang banget bisa dimandiin telanjang sama tante. Beruntung Rudi berteman dengan anaknya tante. Bisa dimandiin sama mamanya yg super cantik dan nafsuin, hehe” “Aduh tante, sakit… sakit” terdengar suara Rudi kesakitan, sepertinya mama baru saja mencubitnya. “Rasain tuh kamu” “Hehehe, ampun, ngomong-ngomong kontol aku gede gak tante?” “Kamu mau tante cubit lagi?” “Eh, jangan tante, tapi jangan lupa ntar kontol Rudi disabunin juga yah, hehe” “Hmm… kalau itu kamu sendiri aja yah…” tolak mama halus. “Yah, kok gitu sih, sekalian dong…” “Kamu ini mau mandi atau apa sih Rud?” “Mandi dong tante… kan cuma nyabunin aja. Pasti tante geli yah sama kontol aku yg gede. Mantab kan tante tegangnya? Lebih gede dari punyanya anak tante yah? Hehe” ujar Rudi makin melunjak. “Eh, kamu kenapa ngocok-ngocok gitu di depan tante? Kalau kamu nakal gini ntar gak selesai-selesai lho mandinya” ujar mama. “Bagus dong, bisa berduaan terus sama tante, hehe” “Duh, kamu ini. Ya sudah, tante bantu bersihin bagian itu” kata mamaku kemudian. “Makasih tante, tante memang mama yg baik. Rudi sayang sama tante” Tak lama kemudian terdengar suara Rudi seperti mendesah-desah kecil. Jelas kalau dia saat ini sedang disabuni k0ntolnya oleh mama kandungku. Entah bagaimana mama menyabuninya. Aku pusing sendiri membaygkannya. Aku cemburu luar biasa. Mamaku yg cantik saat ini sedang menyabuni k0ntol temanku! “Duh, burungmu hati-hati dong” teriak kecil mamaku. Aku penasaran apa yg terjadi, tapi aku hanya bisa menguping diam-diam. “Iya mama temanku yg cantik, cuma kena dikit kok” jawab Rudi. Apanya yg kena dikit???? Wajah mama kah? “Hmm… Tante gak telanjang aja kamu udah tegang gitu, gimana kalau tante ikutan telanjang nih… hihihi” ujar mama menggoda Rudi. Sepertinya mama sudah semakin rilex, dari yg tadinya menolak permintaan Rudi, kini sudah bisa bercanda kembali menggoda temanku. “Hehehe, habisnya daster tante tipis sih… basah lagi. Jadi nyeplak gitu… tuh susu tante kelihatan. Tante seksi banget. Tante sengaja yah bikin aku konak? Nih liat kontol aku sampai keras gini, hehe” ujar Rudi. Ah… jantungku berdebar tak karuan mendengar percakapan mereka. Apalagi mendengar perkataan Rudi barusan. Baju mama basah? Berarti Rudi bisa melihat baygan buah dada mamaku! Aku juga baru sadar kalau mama tdk pakai BH tadi, dan juga pakaian yg mama kenakan saat ini adalah salah satu dasternya yg paling tipis dan paling seksi. Aku berkali-kali coli sambil melihat mama dengan pakaian itu. Sekarang pemandangan itu tersaji di depan temanku. Sungguh beruntung Rudi bisa melihat mamaku basah-basahan dengan daster tipis itu. Mama pasti sangat seksi saat ini. Aku cemburu, tapi juga horni. “Kamu ini… Tante bilangin anak tante baru tahu rasa kamu” “Emang bilangin apa? Bilang kalau aku ngelihatin susu mamanya yg nyeplak? Terus ngejelasin kalau sekarang tante lagi usap-usap kantong zakar aku? Tadi tante juga ngocokin batang k0ntolku kan? Hehe” balas Rudi cengengesan. Jedar! Jantungku rasanya mau meledak mendengarnya, membaygkan mama membersihkan k0ntol Rudi sampai mengocok-ngocoknya. “Dasar ah, kamu. Nih kamu lanjutin sendiri bersihin burungmu” “Bercanda kok tante… lanjutin lagi dong…” pinta Rudi yg sepertinya ketakutan kalau mamaku marah. Mama sepertinya tdk benar-benar marah, karena terdengar Rudi tak lama kemudian mendesah lagi. Mamaku kembali membersihkan kemaluan temanku dengan tangannya! “Untung tante masih pakai celana dalam. Kalau tdk pasti Rudi udah muncrat. Bisa belepotan dong wajah dan daster tante kena pejuku” ucap Rudi kemudian. “Mau mu tuh. Kurang ajar dong namanya nyemprot wajah mama teman sendiri pakai sperma” balas mama. “Aduh tante, sakit” “Rasain” Beberapa saat kemudian terdengar suara air kembali. Sepertinya mama lanjut membasuh badan Rudi. Sepertinya acara mandi ini akan segera berakhir. Film Bokep — Udah kan mandinya? Tante mau keluar dulu, kalau kamu mau buang sperma setelah ini silahkan. Tante tahu dari tadi kamu udah gak tahan” ujar mamaku. “Hehe, iya tante, tau aja kalau aku konak banget dari tadi” ucap Rudi yg semakin kehilangan rasa sopannya pada mamaku. “Jangan lupa disiram yg bersih” ucap mama kemudian yg ternyata tiba-tiba sudah membuka pintu. Aku ketahuan sedang berada di dalam kamar! “ Dodi? Kamu ngapain di sini?” tanya mamaku. “Eh, itu.. aku mau pastiin mama gak diapa-apain” “Iya… mama gak diapa-apain kok. Tapi memang temanmu itu nakal banget” kata mamaku sambil tersenyum manis. Ku perhatikan kondisi mamaku. Memang benar susu mama nyeplak jelas dari dasternya yg tipis dan basah itu. Putingnya tampak sekali menerawang. Rambut, wajah dan seluruh tubuhnya basah kuyup. Sungguh pemandangan yg seksi dan memancing lelaki manapun untuk mengeluarkan sperma. Sungguh puas Rudi melihatnya dari tadi. “Hehe, ada Dodi yah tante?” ucap Rudi. Berbeda dengan sosok indah di depanku, di belakang mama, ku lihat temanku yg jelek itu sibuk mengocok k0ntolnya sambil berdiri tak jauh dari mamaku. “Tante… aku muncraaaat…” tiba-tiba dengan kurang ajarnya Rudi muncrat hingga mengenai belakang tubuh mamaku! Pantat mama yg tertutup daster, pahanya, serta kaki mamaku kena telak dipejuin temanku ini. Sungguh kurang ajar! Hatiku perih melihat ibu kandungku dipejuin orang seperti dia. Tapi mama justru berteriak manja. “Kyaaaah, Rudiiiiii! Spermamuuu!” “Sorry tante, habisnya tante ngapain sih berdiri di situ, kena semprot deh, hehe” jawab Rudi beralasan. Sungguh Rudi biadab, dia seperti sengaja menunjukkan padaku pemandangan mamaku dipejuin olehnya. Rasanya ingin ku hajar wajah buruknya itu, tapi tak jadi ku lakukan karena tiba-tiba terdengar suara pagar bergeser. Papa pulang! Rudi dengan terbirit-birit mengenakan pakaiannya dan lari ke kamarku. Mama juga kembali masuk ke kamar mandi pura-pura mandi. Sebelum menutup pintu mama sempat berbisik padaku, “Jangan kasih tahu papa yah sayang” Ah, hatiku diaduk-aduk. Aku tdk tahu apa yg aku rasakan. Hatiku sakit karena cemburu, tapi aku juga konak berat karena situasi ini. Bisa-bisanya mama diam-diam melakukan hal seperti ini di belakang suaminya. Meski awalnya keberatan, tapi mama kini terlihat menikmati permainan dari Rudi. Aku pikir hanya sekali itu Rudi dimandikan oleh mama. Namun ternyata tiap ada kesempatan Rudi selalu minta dimandiin sama mamaku. Memang kebanyakan aku tdk melihatnya langsung, tapi diceritakan oleh mama ataupun Rudi. Terus Rudi onani lagi Ma setelah mandi?” tanyaku pada mama. “Iya, temanmu itu manja, tapi nakal juga yah… Mama jadi sering kena ceceran spermanya” jawab mama yg bikin aku kesal. “Kok mama kasih sih? Makanya dia minta terus…” Mama tdk menjawab. Mama sepertinya juga bingung kenapa dia malah terus menuruti keinginan Rudi walaupun awalnya dia selalu keberatan. Tujuan mama yg dulunya hanya ingin memanjakan Rudi malah jadi seperti terseret ke permainan nakal temanku itu. Perangai Rudi semakin hari semakin melunjak sok manjanya. Setelah mandi, dia juga minta mama yg pakaikan dia baju, lalu minta disuapin. Sungguh eneg melihat tingkahnya itu. Aku sampai tdk pernah bisa bermanjaan lagi dengan ibu kandungku sendiri karena Rudi yg selalu menempel padanya. Terpaksa aku hanya coli sendiri. Tentunya aku tdk ingin Rudi sampai tahu kalau aku sekarang juga bernafsu pada mamaku. Suatu hari papa tdk pulang karena urusan pekerjaan. Rudi malah minta tidur bareng dengan mama di kamar mama. “Boleh kan tante aku tidur bareng?” tanya Rudi memastikan. “Duh, masa kamu tidur sama tante sih? Terus kamu ninggalin Dodi sendiDodi dong di kamar?” balas mama. “Biarin aja tante, gak apa kok. Iya kan Bro? Gak apa kan gue tidur seranjang sama mama kandung lo yg cakep? Hehe” “Enak aja lo! Lo tidur di luar sana, kalau perlu lo balik ke rumah lo!” makiku padanya. “Ah, berisik lo bro. Gue kan juga pengen ngerasain dikelonin dan tidur bareng sama seorang mama. Lo kan udah sering waktu kecil. Ya tante…. Boleh yah… please…. Kasihani aku dong tante yg gak pernah disayangi mamaku dulu” ujar Rudi memelas memasang wajah sedih. Mama tampak berpikir, kemudian menghela nafas. “Yah… mama pikir tdk apa kalau kamu ingin tidur bareng” ucap mama sambil mengusap kepala Rudi. Lagi-lagi mama menuruti keinginan Rudi. “Aku juga mau tidur sama mama kalau gitu” pintaku tak mau kalah. Aku harus menjaga mama dari kelakuan temanku ini. “Kamu mau tidur bareng juga?” tanya mama padaku. “Iya Ma…” “Ya sudah kalau gitu… muat kok kita tidur bertiga. Gak apa kan Rud kalau Dodi juga ikutan?” “Ya gak apa sih, asal jangan ganggu aja, hehe” kata Rudi cengengesan. Setelah mama menyusui adikku dan meletakkannya di ranjang bayi, kamipun pergi tidur. Mama berada di tengah-tengah diapit oleh aku dan Rudi. Malam ini mama terlihat sangat cantik dengan gaun tidurnya yg tipis dan diatas lutut itu. Aku jadi konak sendiri berada di sampingnya. Ku yakin Rudi juga demikian. Melihat mama dengan pakaian itu saja sudah bikin konak, apalagi seranjang dengannya seperti yg kami lakukan sekarang. Pemandangan yg seharusnya hanya bisa dilihat Papa, kini juga dapat dilihat olehku dan teman tak diundangku ini. “Selamat tidur sayang…” ucap mama sambil mencium keningku, begitu juga dengan kening Rudi layaknya anaknya sendiri. “Selamat tidur Ma…” balasku. Tentunya aku tdk ingin segera tidur, aku harus memastikan kalau mamaku aman. Tapi ternyata rasa kantukku cukup kuat dan membuat aku tertidur juga. Tengah malam, aku terbangun karena mendengar suara-suara di sebelahku. Aku coba memasang telinga yg sedang mereka obrolkan. “Ayo dong tante… pengen nih.. mumpung anak tante udah tidur” kata Rudi berbisik dengan nada memaksa. “Duh, masa sekarang sih?” “Pengennya sekarang tante, ayo dong… buka dikit dasternya, udah haus nih pengen nyusu, hehe” Hah? Pengen nyusu?? Rudi ingin menyusu pada mamaku?? “Kamu ini… kamu sengaja ya memintanya sekarang? Saat Dodi ada di sebelah kita?” tanya mama yg hanya dibalas Rudi cengengesan. “Kan tante janji mau ngasih aku susu juga” “Tapi kan susu tante yg udah diperas, bukan yg diminum langsung dari sumbernya” “Lebih enak yg diminum langsung dari sumbernya, hehe” “Hush… Suaramu itu pelanin. Nanti Dodi bangun” ucap mama. Terlambat, aku sudah terbangun dan menyimak obrolan mereka. “Ayo dong tante… mau yah?” pinta Rudi lagi terus memaksa. “Ya sudah, buruan nyusunya. Tapi jangan berisik” ucap mama kemudian membolehkan.

Mama lalu menurunkan tali dasternya hingga memperlihatkan sepasang buah dadanya yg penuh susu itu. Susu yg pernah ku hisap saat kecil kini juga akan dihisap oleh temanku yg jelek dekil ini. Perasaanku campur aduk. Dalam kegelapan, tampak Rudi langsung menyosor buah dada mamaku. Mama sempat melenguh pelan karena Rudi yg begitu semangat. Daripada dikatakan menyusu, Rudi lebih seperti mencabuli ibu kandungku ini. Tangan mama awalnya menahan tubuh Rudi agar tdk menindihnya, tapi lama-kelamaan malah memeluk punggung Rudi seakan tdk membiarkan Rudi berhenti mencupangi buah dadanya. Ah… hatiku sakit, tapi aku malah ingin terus melihat apa yg akan terjadi selanjutnya. “Nghhh… Rudi sayang… pelan-pelan… jangan heboh gitu nyusunya” bisik mama pelan. Rudi hanya menoleh sebentar pada mama, tampak susu mama mengalir di dagunya, Rudi lalu kembali menyusu lagi dengan liar pada mamaku. Cukup lama Rudi melakukan hal yg tdk sepantasnya dilakukan pada ibu teman sendiri. Lenguhan manja pelan dari mamaku terus terdengar yg membuat aku makin konak. Daster yg mama kenakan kini sudah turun hingga ke pinggangnya. Mama tdk mempermasalahkan lagi Rudi yg semakin heboh menyusu padanya. Ia tampak pasrah kalau aku benar-benar akan terbangun. “Rudi… jangan digigit-gigit… kamu mau nyusu atau apa sih? Sakit tahu” “Jangan ditarik-tarik sayang… Nggghhhh….” “Tanganmu kok malah nakal sih meras susu tante yg satunya?” “Ngghhh.. Rudi…. Kamu nakal sayang” terdengar suara mama berkali-kali merespon kelakuan Rudi pada buah dadanya. Tapi mama tampak tdk benar-benar malarang Rudi, masih terus membiarkan Rudi melakukan aksinya. Setelah sekitar setengah jam, barulah Rudi berhenti. “Udah Rudi? Kamu puas mainin susu tante? Mama temanmu lho ini.. Kalau ketahuan sama Dodi bisa dihajar kamu, apalagi sama suami tante” ujar mama dengan nafas tersengal-sengal. Rudi hanya cengengesan juga dengan nafas tersengal. Kehabisan nafas karena kelamaan membenamkan wajah buruknya dalam-dalam ke buah dada mamaku serta menyusu hingga kekenygan. Rudi kemudian bangkit, lalu menarik daster mama hingga mama hanya mengenakan celana dalam.Aku terkejut dengan apa yg dilakukannya itu. “Rudi? Kamu mau apa lagi? Belum puas nyusunya?” tanya mama terkejut. Rudi tdk menjawab, dia lalu merebahkan diri lagi menghimpit tubuh mama yg nyaris telanjang itu. Dengan kurang ajarnya dia lalu menciumi bibir dan wajah mamaku bertubi-tubi dengan penuh nafsu. “Ngghh.. Rudi… kamu… jangan gini dong…” ucap mama menahan tubuh Rudi. Namun lama-kelamaan, mama malah membiarkan wajahnya terus diciumi temanku itu, bahkan membalas berciuman dengan Rudi. Kepalaku pusing melihatnya. Mereka jadi asik terus berciuman dengan panasnya, padahal ada aku di sebelah. Mereka bertukar liur, berciuman, serta saling mengulum lidah. Mau-maunya mama menuruti permintaan nakal Rudi. Merelakan tubuhnya digeraygi habis-habisan oleh temanku ini. Puas berciuman, tiba-tiba Rudi menarik celana dalam mama. Kali ini barulah mama benar-benar memprotes. “Rudi… cukup!” larang mama sambil bangkit duduk, lalu melihatku untuk memastikan aku masih tertidur. Aku pura-pura memejamkan mataku, namun diam-diam membuka mataku lagi saat mereka tdk melihat ke arahku. “Tante… aku pengen” pinta Rudi sambil merebahkan tubuh mamaku lagi, tapi mama menahan tubuhnya dan kembali duduk. “Gak boleh Rudi sayang… jangan yah… Masa kamu mau menyetubuhi mama temanmu sendiri?” “Habisnya aku nafsu banget sama tante…pengen aku entotin” ucap Rudi vulgar. “Kamu sih nyusunya lama banget tadi. Anak seusiamu itu gak boleh nyusu lagi seharusnya. Jadi nafsu kan sekarang… Mendingan sekarang kamu onani deh di kamar mandi, turunin nafsumu” suruh mama. “Yah tante, masa coli lagi… kali ini aja tante… please… boleh ya…” ucap Rudi kembali berusaha merebahkan tubuh mama. Mama membiarkan, tapi di wajahnya masih terlihat keraguan. Tak lama kemudian dia kembali meRudrong tubuh Rudi dan kembali bangkit duduk. “Jangan Rudi sayang… gak pantas kita melakukan ini” pinta mamaku masih mencoba mempertahankan diri. “Yah… tante… pengen” Mama tampak bingung, tapi kemudian dia berkata, “kamu peluk dan ciumin tante sepuasmu saja ya… jangan lebih dari itu” tawar mama kemudian. “Ya sudah deh…” jawab Rudi. Mama tdk melawan saat Rudi kembali merebahkan tubuhnya. Sepertinya mama membiarkannya agar ini cepat selesai. Mungkin merasa tak masalah kalau hanya peluk dan cium. “Jangan ribut yah tapi…” ingat mamaku. “Iya tante…” “Ya sudah… ayo sini… Cium dan peluk tante sepuasmu. K0ntolmu sepertinya tak tahan untuk menikmati tubuh mama temanmu ini” ucap mama sambil tersenyum manis. Sengaja menggunakan kata-kata ‘mama temanmu’ seakan menyenangkan Rudi, tapi bagiku rasanya sakit sekali mendengarnya. Merekapun kembali bergumul telanjang bulat tanpa bersetubuh di sebelahku. Lenguhan kenikmatan mereka kembali terdengar sahut-menyahut. Kadang Rudi membuat gerakan seperti menyetubuhi mama walaupun k0ntolnya hanya menggesek di paha mama. Begitu panas. Baik Rudi maupun mama tampak sangat menikmati. Seakan lupa kalau aku masih ada di sini. Cukup lama mereka melakukannya. Tubuh mereka sama-sama sudah mengkilap karena berkeringat meskipun AC di kamar menyala. Kepalaku makin berat mendengar dan menyaksikan ini, ku pikir aku mau tidur saja. Hingga kemudian aku dikejutkan oleh teriakan kecil mama. “Rudi jangan dimasukkan!” “Gak tahan tante….” “Rudi… udah tante bilangin kan.. Ngh… Rudi… keluarkan burungmu sayang!” kata mamaku lagi. Ku coba memperhatikan apa yg terjadi. Rudi sedang menyetubuhi mamaku! Bajingan! “Ngghhh.. tante… enak.. ngentot… aku ngentotin tante Yulia… akhirnya…” racau Rudi tak mempedulikan ucapan mama. “Shhh… Rudi… cukup… nanti Dodi bangun.. Ngghh..” ucap mama. “Kalau tante gak mau anak tante yg dungu itu bangun, tante jangan berisik dong… hehe” balas Rudi. “Kamu ini… dasar kurang ajar menyetubuhi mama teman sendiri” ucap mama yg akhirnya menuruti perkataan Rudi. Mama tdk lagi melawan dengan harapan aku tdk terbangun dan menyaksikan dirinya sedang bersetubuh dengan temanku sendiri, tapi kenyataannya aku malah sudah melihatnya sekarang. Akhirnya mama membiarkan tubuhnya dinikmati Rudi, bahkan mama juga terlihat menikmatinya. Terdengar mama berkali-kali mendesah kenikmatan sambil memeluk tubuh Rudi. Mama melakukan perzinahan dengan remaja tanggung yg jelek, di samping diriku, di atas ranjang suaminya. Sungguh membuat hatiku tak karuan. K0ntolku menegang dengan maksimal meskipun hatiku teriris. Mama kandungku… ya… mama kandungku sedang disetubuhi orang macam Rudi, temanku yg tak tahu diri. Tapi kenapa aku hanya diam dan justru menikmati pemandangan ini? Sialan! “Ngghh… Rudi…” “Tante…” “Sayang… mamamu sedang disetubuhi temanmu… tolongin mama dong…. Kok kamu malah enak-enakan tidur sih? Suka yah kalau mama dientotin orang lain?” racau mama yg membuat Rudi semakin semangat. Hatiku menangis, tapi k0ntolku ngaceng bukan main. Bahkan tak lama kemudian aku memuntahkan spermaku karena tak tahan. Sungguh aku tak tertolong. Rudi terus menyetubuhi ibu kandungku. Cukup lama hingga membuat mama kilmaks berkali-kali. “Tante… aku keluar. Keluarin di dalam yah?” “Nggh… jangaaaann!” “Tante…. Terima benihkuuuuu… Ah… mama temanku lonteeeee” erang Rudi dengan tubuh mengejang-ngejang menyemprotkan spermanya ke vagina mama. Tempat aku lahir dulu kini dikotori oleh peju temanku! “Dasar… anak sekarang cepat gede semua” “Rawat anak Rudi yah tante… hehe” ucap Rudi cengengesan. “Tante gak mau hamil anak kamu” balas mama. “Tapi kalau hamil gimana?” “Ya mudah-mudahan anaknya nanti gak mirip kamu, tapi mirip tante, hihihi” ucap mama yg malah menjawab pertanyaan Rudi dengan candaan. “Hehe, yg penting aku senang bisa bantu Dodi punya adek lagi” “Dasar, mana mau Dodi punya adek dari benihmu. Tapi Dodi bisa-bisanya yah tidur nyenyak, padahal mamanya sedang disetubuhi temannya” ucap mama sambil melirik ke arahku, dengan cepat aku memejamkan mataku lagi. Ah… Hatiku jadi tak karuan mendengar mama berkata seperti itu. “Dia kan goblok dan budeg tante… Mamanya aku entotin aja gak dengar. Huahahaha” ledek Rudi. “Hush… jangan keras-keras ngomongnya. Nanti dia beneran bangun. Tante gak mau kalian berantem” “Hehe, tapi aku boleh kan ngentot lagi?” tanya Rudi. “Ngentotin siapa?” balas mamaku balik nanya. “Ngentotin mama temanku yg cantik dan seksi, hehe” “Huh! Dasar” Aku tak sanggup lagi, kuputuskan untuk tidur saja. Ku yakin mereka lanjut ke ronde berikutnya. Aku tak ingin mendengar dan melihat lagi. Aku memaksakan diri untuk tidur dengan ditemani desahan-desahan pelan mereka. Esoknya mereka bertingkah seperti tdk terjadi apa-apa, terutama mama. Waktu terus berlalu. Saat ini papa sedang pergi keluar kota karena pekerjaannya. Baru pulang 3 minggu lagi. Hanya ada aku, adikku, mama, serta…. Rudi di rumahku. Rudi seakan-akan telah menjadi bagian dari keluargaku. Tiap ada kesempatan, mamaku dan Rudi pasti akan mengulangi perzinahan itu lagi diam-diam dibelakangku dan papa. Ada yg terlihat olehku, tapi sepertinya kebanyakan aku memang tdk melihatnya, hanya ceceran sperma dan susu mama saja yg menjadi bukti kalau mereka baru saja bersetubuh. Mama sepertinya telah benar-benar jatuh ke genggaman Rudi sejak dia merasakan kenikmatan genjotan k0ntol Rudi pada vaginanya. Mama ketagihan dengan k0ntol temanku. Hari ujian nasionalpun tiba. Aku pikir aku akan dapat menjalani ujian ini dengan lancar, tapi pikiranku benar-benar telah kacau dibuatnya. “Bro… lo aja yah yg ujian, gue mau di rumah aja” ucap Rudi pagi itu di hari ujian. “Emang lo gak ujian? Gila lo!” balasku. Tak lama, mamapun muncul dari belakang. “Sayang… kamu mau ujian kan sekarang? Sukses yah…” ucap mama padaku. “I-iya Ma…” “Hmm.. ngomong-ngomong sebelum kamu pergi, mama mau mengatakan sesuatu. Mama tahu kok kalau kamu selama ini sudah melihatnya” ujarnya yg membuat aku bingung dan terkejut. “Hah? M-maksud mama apa?” Mama tersenyum padaku, lalu dia mendekatkan wajahnya pada Rudi, mereka lalu berciuman! “Kamu suka yah melihat mama disetubuhi temanmu sendiri? Kok kamu gak marah sih sayang selama ini?” jawab mama memasang wajah pura-pura kesal padaku. Ternyata selama ini mereka tahu kalau aku mengintip! Sejak kapan!?? “Eh, itu… aku…” aku tergagap, tdk tahu harus menjawab apa. “Huahaha… lo bejat sebagai anak bro! Masa mama kandung lo dientotin orang lain lo malah ngaceng sih? Hahaha” ledek Rudi ikut-ikutan. Aku masih hanya diam antara kesal, marah dan malu. Tak tahu harus berkata apa karena yg mereka katakan benar adanya. “Tante, ngentot lagi yuk… gak tahan nih… hehe” ajak Rudi mesum. Mama tersenyum. “Anak mama sayang… Mama mau disetubuhi lagi nih sama temanmu, titip adikmu ya kalau dia nangis, hihihi. Kalau kamu pengen nonton boleh kok… masuk aja ke kamar. Kamu bisa onani sepuasnya tontonin mama” ucap mama sambil mengerling nakal padaku. “Yoi bro… masuk aja ke kamar… Lo bebas jadi penonton. Eh, tapi kan lo mau ujian yah? Makan tuh ujian! Biarin deh gue gak lulus-lulus asal bisa ngentot terus sama nyokap lo. Entotin mama lo sampai lo punya adek baru lagi, huahahaha” ujar Rudi tertawa. Mama lalu menarik tangan Rudi ke dalam kamar. Sebelum masuk, mama masih sempat tersenyum ke arahku, sedangkan Rudi cengengesan padaku. Aku terdiam. Aku tdk menygka kenapa ini bisa terjadi. Terlebih hari ini hari ujian. Pikiranku kacau. Hatiku sakit luar biasa. Namun rasa sakit hatiku kemudian malah kalah dengan birahiku yg ingin melihat mamaku disetubuhi. Akupun memutuskan untuk masuk ke dalam kamar mama. Tak peduli dengan rasa malu dan gengsiku lagi. Tak peduli dengan ujianku. Di atas ranjang orangtuaku, tampak mamaku sedang disetubuhi Rudi dari belakang, kebaya masih menempel pada tubuh mama. Saat aku masuk, langsung disambut oleh ledekan Rudi. “Tuh kan tante… anak tante pasti pengen lihat mamanya aku entotin, hehe” cibir Rudi padaku yg diikuti mama dengan tersenyum manis padaku, lalu berciuman kembali dengan Rudi. Seakan menjadi ucapan selama datang dan selamat menonton padaku. Dengan penuh rasa cemburu, kesal, marah, namun penuh birahi, ku turunkan k0ntolku dan mengocoknya sambil melihat pemandangan di depan. Rudi tertawa terbahak-bahak, mama tertawa kecil melihat tingkahku. Aku mau juga merasakan apa yg Rudi rasakan. Sialan! Rudi anjing! Mama lonte! Aku juga anak yg goblok! Makiku dalam hati sambil tanganku terus mengocok k0ntolku. Mereka betul-betul melakukan persetubuhan yg panas. Seorang wanita bersuami sedang bersetubuh dengan remaja tanggung yg tak lain adalah temanku. Tubuh dewasa mamaku dinikmati dengan sepuas hati oleh remaja jelek ini. Erangan dan desahan tak henti-hentinya terucap dari bibir mereka. Sesekali mama malah melirik dan tersenyum padaku sambil dia dientotin, membuat perasaanku makin tak karuan dibuatnya. Aku terus menonton hingga akupun muncrat duluan. Namun aku masih ingin terus berada di sana sampai persetubuhan mama dan temanku ini selesai. Aku menyaksikan dari awal hingga akhir. Yg tadinya mama berkebaya lengkap, kini telah telanjang bulat dengan rambut panjang terurai acak-acakan. Tubuh mereka mengkilap karena banjir keringat. Mama terlihat sangat seksi dan nafsuin. “Tante… aku pengen keluar” ucap Rudi tiba-tiba mengeluarkan k0ntolnya, dia lalu berbisik pada mama. Mama hanya tersenyum mendengar bisikan Rudi. Entah apa yg Rudi ucapkan, tapi sepertinya aku akan segera tahu. Rudi lalu bangkit berdiri di atas tempat tidur, sedangkan Mama duduk bersimpuh di depannya, tepat di hadapan k0ntol Rudi. “Sayang… temanmu bilang dia mau pejuin wajah mama di hadapan kamu. Kamu pengen lihat kan sayang?” ucap mama padaku. Ah… tubuhku lemas mendengar mama berucap seperti itu. Tentu saja aku tdk menjawab, tapi itu sudah cukup bagi mama sebagai tanda kalau aku juga pengen lihat. Ingin melihat wajah mama kandungku dipejuin oranglain di depan mataku sendiri. “Liatin yah sayang… jangan berkedip” ujar mama dengan senyuman nakal. Tak lama kemudian Rudi mengerang kencang. Tangan kanannya menahan kepala mama dan menghadapkan wajah mama ke arahku berdiri, sambil tangan kirinya terus mengocok k0ntolnya. “Ah…. Yuliaaaaa. Gue pejuin muka lo di hadapan anak kandung loooooo” “Croooooootttt croooooooot” Sperma Rudi muncrat-muncrat menghantam wajah cantik mamaku bertubi-tubi. Sangat banyak, kental dan lama sekali. Aku menyaksikan tiap detik bagaimana pejunya itu mendarat di kening, pipi, mulut, dagu, serta seluruh permukaan wajah mama. Mamaku dikotori dihadapanku! Apalagi yg lebih menyakitkan dari ini !?? “Ugh… enak banget ngecrot di wajah mama lo broo… huahahaha” tawa Rudi. “Anak tante kayaknya juga enak banget tuh nontonin kita, hehe” lanjut Rudi lagi melirik padaku. Mama juga melirik sambil tersenyum padaku. Seakan ingin menunjukkan betapa banyaknya sperma temanku itu mendarat di wajah cantiknya. Seakan ingin mengatakan betapa bejatnya temanmu itu sampai mengotori wajah ibumu dengan sperma. “Kamu suka sayang? Jangan kasih tahu papa kamu yah… Tadi kamu muncrat juga kan di lantai? Jangan lupa yah bersihin…” ucap mama cekikikan nakal padaku. Aku hanya diam. Aku merasa seperti orang bodoh. Mamaku tersayang, mamaku yg cantik dan baik, kini telah menjadi milik Rudi. Mengkhianati Papa. “Tante, besok boleh nggak aku ngajak teman-temanku ke sini?” tanya Rudi. “Kamu mau ngajak teman-temanmu ke sini?” “Iya, tante… kita pengen ujian juga sama tante, hehe” “Hihihi, ujian apa sih… ada-ada aja kamu. Hmm… Iya deh, berapa orang?” “Kalau rame gak apa kan tante?” “Boleh kok… suruh ke sini deh semua temanmu itu” “Oke deh tante… Kita semua bakal ke sini besok, ujian sama tante. Tapi tanpa Dodi kan tante? Hehe” ucap Rudi cengengesan. “Iya… u-ji-an khusus untuk kamu dan teman-temanmu, tanpa Dodi” jawab mama sambil tersenyum padaku. Sepertinya… Hidupku telah berakhir.

Categories
Tante Girang

Cerita Dewasa Disetubuhi Bocil SMP

Cerita Dewasa Disetubuhi Bocil SMP – Kali ini saya ingin menceritakan pengalaman gilaku. Namaku Veronika. Aku merupakan seorang bunda rumah tangga. Usiaku 42 tahun. Suamiku namanya Prasetyo, umur 47 tahun, seorang pegawai pemerintahan di kota B. Aku bahagia dengan suami dan kedua anakku. Suamiku seorang laki-laki yang gagah dan bertubuh besar, biasalah dulu dirinya seorang tentara. Penampilanku sendiri mesikipun telah berusia tapi sangat terawat sebab aku rajin ke salon, fitnes dan yoga. Kata orang, aku mirip seperti Donna Harun. Tubuhku tetap bisa dikatakan langsing, mesikipun payudaraku tergolong besar sebab telah punya anak 2.

Anakku yang pertama bernama Rika, seorang gadis remaja yang beranjak dewasa. Dirinya baru saja masuk ke PTN Favorit. Yang kedua namanya Sangga, tetap sekolah SMA kelas 2. Si Rika mesikipun tinggal serumah dengan kami tapi lebih tidak jarang menghabiskan waktu di tempat kosnya di kawasan Gejayan. Kalau si Sangga, sebab cowok remaja, lebih tidak jarang berkumpul dengan kawan-kawannya alias pun sibuk berkegiatan di sekolahnya. Semenjak tidak lagi sibuk mengurusi anak-anak, kenasiban sex ku terus tua justru terus menjadi-jadi. Apalagi suamiku tidak hanya bertubuh kekar, juga orang yang sangat terbuka soal urusan sex. Belakangan ini, seusai anak-anak besar, kami berlangganan internet.

Aku dan suamiku tidak jarang browsing persoalan-persoalan sex, baik video, cerita, alias pun gambar-gambar. Segala macam gaya berhubungan badan kami lakukan. Kami bercinta sangat tidak jarang, minimal seminggu 3 kali. Entah mengapa, semenjak kami tidak jarang berseluncur di internet, gairah seksku terus menggebu. Sebagai pejabat, suamiku tidak jarang tidak ada di rumah, tapi kalau pas di rumah, kami langsung main kuda-kudaan, hehehe.

Telah lama kami memutuskan untuk tidak punya anak lagi. Tapi aku sangat takut untuk pasang spiral. Dulu aku sempat mencoba suntik dan pil KB. Tapi kini kami lebih tidak jarang pakai kondom, alias lebih tidak jarangnya suamiku ‘keluar’ di luar. Biasanya di mukaku, di payudara, alias bahkan di dalam mulutku. Pokoknya kami sangat hati-hati supaya Sangga tidak punya adik lagi. Dan tenang saja, suamiku sangat jago mengendalikan muncratannya,

jadi aku tidak khawatir dirinya muncrat di dalam rahimku. Sebagai wanita berusia, tubuhku tergolong sintal dan seksi. Payudaraku terbukti telah agak melorot, tapi pasti saja lumrah seperti itu sebab ukurannya yang terbukti tergolong besar. Tapi yang jelas, bodiku tetap semlohai sebab aku tetap punya pinggang walapun pantatku tergolong besar. Aku sadar, kalau tubuhku tetap tetap mampu membikin para pria menelan air liurnya.

Apalagi aku tergolong ibu-ibu yang suka pakai baju yang agak ketat. Telah kebiasaan sih dari remaja. Apalagi kini susuku tambah besar. Suamiku tergolong seorang pejabat yang baik. Dirinya ramah pada setiap orang. Di kampung dirinya tergolong aparat yang disukai oleh para tetangga. Apalagi suamiku juga tidak sedikit berteman dengan anak-anak muda kampung. Kalau pas di rumah, suamiku tidak jarang mengundang anak-anak muda untuk bermain dan bercakap-cakap di teras rumah.

Semenjak setahun yang lalu, di halaman depan rumah kami dibuat seperti gazebo untuk nongkrong para tetangga. Seusai membeli televisi baru, televisi lama kami taruh di gazebo itu jadi para tetangga betah nongkrong di situ. Yang jelas, tidak sedikit bapak-bapak yang curi-curi pandang ke tubuhku kalau pas aku bersih-bersih halaman alias ikutan nimbrung sebentar di tempat itu. Maklumlah, aku khan ibu-ibu yang semlohai, hehehe.

Tidak hanya bapak-bapak, ada juga pemuda dan remaja yang tidak jarang bermain di rumah. Salah satunya sebab gazebo itu juga dipergunakan sebagai perpustakaan untuk warga. Salah satu anak kampung yang paling tidak jarang main ke rumah merupakan Eki, yang tetap SMP kelas 2. Dirinya anak tetangga kami yang berjarak 3 rumah dari tempat kami. Anaknya baik dan ringan tangan. Sama suamiku dirinya sangat akrab, bahkan tidak jarang menolong suamiku kalau lagi bersih-bersih rumah, alias membelikan kami sesuatu di warung. Sejak tetap anak-anak, Eki dekat dengan anak-anak kami, mereka tidak jarang main karambol bareng di gazebo.

Bahkan kadang-kadang Eki menginap di situ, sebab kalau malam gazebo itu diberi penutup oleh suamiku, jadi tidak terasa dingin. Pada sebuahmalam, aku dan suamiku sedang bermesraan di kamar kami. Semenjak tidak jarang menonton adegan blowjob di internet, aku jadi kecanduan mengulum kontol suamiku. Apalagi kontol suamiku merupakan kontol yang paling gagah sedunia bagiku. Tidak kalah dengan kontol-kontol yang biasa kulihat di BF.

Padahal dulu waktu tetap manten muda aku rutin menolak kalau diajak blowjob. Entah kenapa kini di usia yang telah lebih 42, aku justru tergila-gila mengulum batang suamiku. Bahkan aku bisa orgasme hanya dengan mengulum batang besar itu. Tiap nonton film blue pun mulutku serasa gatal. Kalau pas tidak ada suamiku, aku rutin membawa pisang kalau nonton film-film gituan. Biasalah, sambil nonton sambil makan pisang, hehehe.

Malam itu pun aku dengan rakus menjilati kontol suamiku. Bagi mas Prasetyo, mulutku merupakan tempik keduanya. Dengan berseloroh, dirinya sempat bilang kalau sebetulnya dirinya sama saja telah poligami, sebab dirinya punya dua lubang yang sama-sama hotnya untuk dimasuki. Ucapan itu ada benarnya, sebab mulutku telah hampir menyerupai tempik, baik dalam mengulum maupun dalam menyedot. Sebab kami menghindari kehamilan, bahkan sebagian besar sperma suamiku masuk ke dalam mulutku. Malam itu kami lupa kalau Eki tidur di gazebo depan.

Baca juga : Cerita Dewasa Kisah Penagih Hutang Super Seksi

Seperti biasa, aku teriak-teriak pada waktu kontol suamiku mengaduk-aduk isi memekku. Suamiku sangat kuat. Malam itu aku telah berkali-kali orgasme, sementara suamiku tetap segar bugar dan menggenjotku terus-menerus. Tiba-tiba kami tersentak ketika kami mendengar suara berisik di jendela. Segera suami mencabut batangnya dan membuka jendela. Di luar nampak Eki dengan wajah kaget dan gemetaran ketahuan mengintip kami. Suamiku nampak marah dan melongokkan badannya keluar jendela.

Eki yang kaget dan ketakutan meloncat ke belakang. Saking kagetnya, kakinya terantuk selokan kecil di teras rumah. Eki terjerembab dan terjungkal ke belakang. Suamiku tidak jadi marah, tapi dirinya kesal juga. “Walah, Ndun! Kamu itu ngapain?” bentaknya. Eki ketakutan setengah mati. Dirinya sangat menghormati kami. Suamiku yang tadinya kesal pun tidak jadi memarahinya. Eki gelagepan. Wajahnya meringis menahan sakit, sepertinya pantatnya terantuk sesuatu di halaman. Aku tadinya juga sangat malu diintip anak ingusan itu. Tapi aku juga menyayangi Eki, bahkan seperti anakku sendiri. Aku juga sadar, sebetulnya kami yang salah sebab bercinta dengan suara segaduh itu. Aku segera meraih dasterku dan ikut menghampiri Eki. “Aduh, mas.

Kasian dia, gak usah dimarahin. Kamu sakit Ndun?” Aku mendekati Eki dan memegangi tangannya. Wajah Eki sangat memelas, antara takut, sakit, dan malu. “Telah gak papa. Kamu sakit, Ndun?” tanyaku. “Sini coba kamu berdiri, bisa gak?” Sebab gemeteran, Eki gagal mencoba berdiri, dirinya malah terjerembab lagi. Dengan cara reflek, aku memegang punggungnya, jadi kami berdua menjadi berpelukan.

Dadaku menyentuh lengannya, pasti saja dirinya bisa merasakan lembutnya gundukan besar dadaku sebab aku hanya memakai daster tipis yang sambungan, sementara di dalamnya aku tidak memakai apa-apa lagi. “Aduh sorri, Ndun,” pekikku. Tiba-tiba suamiku tertawa. Agak kesal aku meliriknya, kenapa dirinya menertawai kami? “Aduh, Mas ini. Ada anak jatuh kok malah ketawa,” “Hahaha.. lihat itu, Dik. Si Eki nyatanya udah gede, hahaha…” kata suamiku sambil menunjuk selangkangan Eki.

Weitss… nyatanya mungkin tadi Eki mengintip kami sambil mengocok, sebab di atas celananya yang agak melorot, batang kecilnya terkesan mencuat ke atas. Kontol kecil itu terkesan sangat tegang dan berwarna kemerah-merahanan. Malu juga aku menonton adegan itu, apalagi si Eki. Dirinya tambah gelagepan. “Hussh, Mas. Kasihan dia, udah malu tuh,” kataku yang justru meningkatkan malu si Eki. “Kamu suka lihat barusan, Ndun? Wah, hayooo… kamu nafsu ya lihat Bu Veronika?” goda suamiku. Dirinya malah ketawa-ketawa sambil berdiri di belakangku. Pasti saja wajah Eki jadi tambah memerah, mesikipun tetap saja kontol kecilnya tegak berdiri. Kesal juga aku sama suamiku.

Udah gak menolonng malah menertawakan anak ingusan itu. “Huh, Mas… mbok jangan godain dia, mbok tolongin nih, angkat dia!” “Lha dirinya khan udah berdiri.. ya tho, Ndun? Wakakak,” kata suamiku. Aku sungguh tidak tega menonton muka anak itu yang merah padam sebab malu. Aku segera berdiri mengangkang di depannya dan memegangi dua tangannya untuk luar biasanya berdiri. Berat juga badannya. Kutarik kuat-kuat, akhirnya dirinya terangkat juga. Tapi baru setengah jalan, mungkin sebab dirinya tetap gemetar dan aku juga tidak lebih kuat, tiba-tiba justru aku yang jatuh menimpanya. Ohhh… aku berusaha untuk menahan badanku supaya tidak menindih anak itu, tapi tanganku malah menekan dada Eki dan membikinnya jatuh terlentang sekali lagi.

Bahkan hari ini, aku ikut jatuh terduduk di pangkuannya. Dan… ohhhh! Sleppp… terasa sesuatu masuk tepat di tempikku. Waah…!! Aku tersentak dan sesaat bimbang apa yang terjadi, begitu juga dengan Eki, wajahnya nampak sangat ketakutan. “Aduuuhhh!” teriakku. Sementara suamiku justru tertawa menonton kami jatuh lagi. Tiba-tiba aku sadar apa yang masuk tepat di lobang tempikku, nyatanya kontol kecil si Eki! Kontol itu dengan mudah masuk ke tempikku sebab di samping tempikku tetap basah sisa persetubuhanku dengan suamiku, juga sebab aku tidak mengenakan apa-apa di balik daster pendekku. Ohhhhh…

apa yang terjadi? pikirku. Mungkin juga sebab kontol Eki yang tetap imut dan lobang tempikku yang biasa digagahi kontol besar suami, jadinya sangat mudah diselipin batang kecil itu. “Ohhh.. Masss?!!” desisku pada suamiku. Hari ini suamiku berhenti tertawa dan agak mendongal kaget. “Kenapa, Dek?” tanyanya heran. Kami bertiga sama-sama kaget, suamiku nampaknya juga menyadari apa yang terjadi. Dirinya mendekati kami, dan menonton bahwa batang Eki telah hanyut di lobang tempikku.

Beberapa hari kami bertiga terdiam bimbang dengan apa yang terjadi. Aku merasakan kontol Eki berdenyut-denyut di dalam lobangku. Lobangku juga segera meresponnya, mengingat rasa tanggung seusai persetubuhanku dengan suamiku yang tertunda. Aku mencoba bangkit, tapi entah kenapa, kakiku jadi gemetar dan kembali selangkanganku menekan tubuh si Eki. Pasti saja kontolnya kembali menusuk lobangku. Ohhh… aku merasakan sensasi yang biasa kutemui kala sedang bersetubuh. “Ohhh…” desisku. “Ahhh…” Eki ikut terpekik tertahan. Wajahnya memerah.

Tapi aku merasakan pantatnya sedikit dinaikkan merespon selangkanganku. Slepppp…!! kembali kontol itu menusuk ke dalam lobangku. Yang mengherankan, suamiku diam saja, entah sebab dirinya kaget alias apa. Hanya aku lihat wajahnya ikut memerah dan sedikit membuka mulutnya, mungkin bimbang juga untuk bereaksi dengan situasi aneh ini. Aku diam saja menahan napas sambil menguatkan tanganku yang menahan tubuhku.

Tanganku berada di segi kanan dan kiri si Eki. Sementara Eki dengan wajah merah padam menatap mukaku dengan panik. Agak mangkel juga aku lihat mukanya, panik, takut, tapi kok kontolnya tetap tegang di dalam tempikku. Dasar anak mesum, pikirku. Tapi aneh juga, aku justru merasakan sensasi yang hebat dengan adanya kontol anak yang telah kuanggap saudaraku sendiri itu di dalam tempikku. Agak kasihan juga menonton mukanya, dan juga timbul rasa sayang. Pikirku, kasihan juga anak ini, dirinya sangat bernafsu mengintip kami, dan juga apalagi yang dikawatirkan, sebab kontolnya telah terlanjur menusuk ke dalam tempikku. Aku melirik suamiku sambil tetap duduk di pangkuan si Eki.

Suamiku tetap diam saja. Agak kesal juga aku lihat respon mas Prasetyo. Tiba-tiba pikiran nakal menyelimuti. Kenapa tidak kuteruskan saja persetubuhanku dengan Eki, toh kontolnya telah menancap di tempikku. Apalagi kalau lihat muka hornynya yang telah di ubun-ubun, kasihan lihat Eki kalau tidak diteruskan. Dengan nekat aku pun kembali menekan pantatku ke depan.

Tempikku meremas kontol Eki di dalam. Merasakan remasan itu, Eki terpekik kaget. Suamiku mendengus kaget juga. “Dik, a-a-apa yang kau lakukan?” kata suamiku gagap. Aku diam saja, hanya saja aku mulai menggoyang pantatku maju mundur. Suamiku melongo sekarang. Wajahnya mendekat menonton mukaku setengah tidak percaya. Eki tidak berani menonton suamiku.

Dirinya menatap wajahku keheranan dan penuh nafsu. “Mas… aku teruskan saja ya, kasihan si Eki. Apalagi khan telah terlanjur masuk, toh sama saja…” bisikku berani. Aku tidak bisa lagi menduga perasaan suamiku. Kecelakaan ini sangatlah di luar perdiksi kami semua. Tapi suamiku memegang pundakku, yang kupikir mengijinkan kejadian ini. Entah apa yang ada di pikiranku, aku tiba-tiba sangat ingin menuntaskan nafsu si Eki. “Ahh… hh.. hh… ughh!!” Si Eki mengerang-erang sambil tetap berbaring di rerumputan di halaman rumah kami. Kembali aku memaju-mundurkan pantatku sambil meremas-remas kontol kecil itu di dalam lobangku.

Remasanku rutin bikin suamiku tidak tahan sebab aku rajin ikut senam. Apalagi ini si Eki, anak ingusan yang tidak berpengalaman. Tiba-tiba, sebab sensasi yang aneh ini, aku merasakan orgasme di dalam vaginaku. Jarang aku orgasme secepat itu. Aku merintih dan mengerang sambil memegang erat lengan suamiku. Banjir mengalir dalam lobangku. Otomatis remasan dalam tempikku menguat, dan kontol kecil si Eki dijepit dengan luar biasa. Eki meringis dan mengerang. Pantatnya melengkung naik dan…

crooooott-crooooott-crooooott…!! Cairan panasnya meledak membanjiri rahimku. Aku seperti hilang kendali, semua tiba-tiba gelap dan aku diserbu oleh badai kenikmatan… Ohh, aku terkulai lemas sambil menunduk menahan tubuhku dengan kedua tangan. Nafasku terengah-engah tidak karuan. Sejenak aku diam tidak tahu wajib bagaimana. Aku dan suamiku saling berpandangan. “Dik, I-Eki gak p-pakai kondom.” kata suamiku terbata-bata.

Kami sama-sama kaget menyadari bahwa percintaan itu tanpa pengaman sama sekali, dan aku telah menerima tidak sedikit sekali sperma dalam rahimku, sperma si anak ingusan. Ohh… tiba-tiba aku sadar bakal risiko dari persetubuhan ini. Aku dalam masa subur, dan sangat bisa jadi aku bakalan mengandung anak dari Eki, bocah SMP yang tetap ingusan. Oohhhh… Pelan-pelan aku berdiri dan mencabut kontol Eki dari tempikku. Kontol itu tetap setengah berdiri dan berkilat basah oleh cairan kami berdua. Aku dan suamiku menghela nafas.

Cepat-cepat aku membenahi dasterku. Dengan gugup, Eki juga menaikkan celananya dan duduk ketakutan di rerumputan. “Ma-ma’af, Bu..” akhirnya keluar juga suaranya. Aku menatap Eki dengan wajah seramah mungkin. Suamiku yang akhirnya pegang peranan. “Telahlah, Ndun. Sana kamu pulang, mandi dan cuci-cuci!” perintahnya tegas. “Iya, om.

Ma-maaf ya, Om,” kata Eki sambil menunduk. Segera dirinya meluncur berangkat lewat halaman samping. “Masuk!” suamiku menonton ke arahku dengan suara agak keras. Gemetar juga aku mendengar suamiku yang biasanya halus dan mesra padaku. Aduuh, apa yang bakal terjadi? Kami berdua masuk ke rumah, aku tercekat tidak bisa mengatakan apa-apa. Tiba-tiba pikiran-pikiran kurang baik menderaku, jangan-jangan suamiku tidak memaafkanku. Ohh, apa yang bisa kulakukan? Di dalam kamar tangisanku pecah. Aku tidak berani menatap suamiku. Selagi ini aku merupakan istri yang setia dan bahagia bersama suamiku, tapi malam ini… tiba-tiba aku merasa sangat-sangat kotor dan hina.

Agak lama suamiku membiarkanku menangis. Pada akhirnya dirinya mengelus pundakku. “Telahlah bu, ini khan kecelakaan.” katanya. Hatiku sangat lega. Aku menatap suamiku, dan mencium bibirnya. Tiba-tiba aku menjadi sangat takut kehilangan dia. Kami berpelukan lama sekali. “Tapi, mas… kalau aku hamil… gimana?” tanyaku memberanikan diri. “Ah.. mana mungkin, dirinya khan tetap ingusan. Dan kalau pun Dik Idah hamil, khan gak papa, si Sangga juga telah siap kalau punya adik lagi,” kata suamiku. Jawaban itu sedikit menenangkan hatiku. Akhirnya kami bercinta lagi.

Kurasakan suamiku begitu mengebu-gebu mengerjaiku. Apa yang ada di pikirannya, aku tidak tahu, padahal dirinya barusan saja menonton istrinya disetubuhi anak muda ingusan. Hingga-sampai aku kelelehan melayani suamiku. Pada orgasme yang ketiga aku pun menyerah. “Mas, keluarin di mulutku saja ya… aku tidak kuat lagi,” bisikku pada orgasme ketigaku ketika kami dalam posisi doggy. Suamiku mengeluarkan kontolnya dan menyorongkannya ke mulutku. Sambil terbaring aku menyedot-nyedot kontol besar itu. Kurang lebih setengah jam kemudian, mulutku penuh dengan sperma suamiku. Dengan penuh kasih sayang aku menelan semua cairan kental itu. Hari-hari selanjutnya berlalu dengan biasa.

Aku dan suamiku tetap dengan kemesraan yang sama. Kami seakan-akan melupakan kejadian malam itu. Hanya saja, Eki belum berani main ke rumah. Agak kangen juga kami dengan anak itu. Sebetulnya rumah kami dekat dengan rumah Eki, tapi aku juga belum berani untuk menonton kondisi anak itu. Hanya saja aku tetap tidak jarang ketemu ibunya, dan tidak jarang iseng-iseng nanya kondisi Eki. Katanya sih dirinya baik-baik saja, hanya kini lagi sibuk persiapan mau naik kelas 3 SMP. Seminggu sebelum bulan puasa, Eki datang ke rumah mendampingi selamatan keluarganya.

Wajahnya tetap kelihatan malu-malu ketemu aku. Aku sendiri dengan riang menemuinya di depan rumah. “Hai, Ndun, kok kamu jarang main ke rumah?” tanyaku. “Eh.. iya, bu. Gak papa kok, Bu,” jawabnya sambil tersipu. “Bilang ke mamamu, makasih ya,” “Iya, bu,” jawab Eki dengan canggung. Dirinya bahkan tidak berani menatap wajahku. Entah kenapa aku merasa kangen sekali sama anak itu. Padahal dirinya jelas tetap anak ingusan, dan bukan type-type anak SMP yang terkenal dan gagah kayak yang jago-jago main basket. Jelas si Eki tidak terlalu gagah, tapi ukuran sedang untuk anak SMP. Hanya badannya terbukti tinggi. “Ayo masuk dulu. Aku buatin minum ya,” ajakku. Eki tampak tetap agak malu dan takut untuk masuk rumah kami. Siang itu suamiku tetap dinas ke Kulonprogo.

Anak-anak juga tidak ada yang di rumah. Kami bercakap-cakap sebentar mengenai sekolahnya dan sebagainya. Sekali-kali aku merasa Eki melirik ke badanku. Wah, gak tahu kenapa, aku merasa bahagia juga diperhatiin sama anak itu. Waktu itu aku mengenakan kaos agak ketat sebab barusan ikut kelas yoga bersama ibu-ibu Candra Kirana. Pastinya dadaku terkesan sangat menonjol. Akhirnya tidak begitu lama, Eki pamit pulang. Dirinya kelihatan lega sikapku padanya tidak berubah seusai kejadian malam itu. Hingga di bulan selanjutnya, aku tiba-tiba gelisah. Telah hampir lewat dua minggu aku belum datang bulan.

Pasti saja kejadian waktu itu membikinku bertambah panik. Gimana kalau sangatlah jadi? Aku belum berani bilang pada Mas Prasetyo. Untuk melakukan test saja aku sangat takut. Takutnya kalau positif. Hingga pada sebuahpagi aku melakukan test kehamilan di kamar mandi. Dan, deg! Hatiku seperti mau copot. Lembaran kecil itu menunjukkan kalau aku positif hamil. Oh, Tuhan!! Aku sangatlah kaget dan tidak percaya. Jelas ini bukan anak suamiku. Kami rutin bercinta dengan aman. Dan jelas sesuai dengan waktu kejadian, ini merupakan anak Eki, si anak SMP yang belum lumayan umur. Aku sangatlah bingung.

Seharian aku tidak bisa berkonsentrasi. Pikiranku berkecamuk tidak karuan. Bukan saja sebab aku tidak siap untuk punya anak lagi, tapi juga bagaimana reaksi suamiku bahwa aku hamil dari laki-laki lain. Itulah yang paling membikinku bingung. Hari itu aku belum berani untuk memberi tahu suamiku. Dua hari berikutnya, justru suamiku yang merasakan perbedaan sikapku. “Dik Idah, ada apa? Kok sepertinya tidak lebih sehat?” tanyanya penuh perhatian. Waktu itu kami sedang tidur bedua. Aku tidak bisa mengeluarkan kata-kata. Yang kulakukan hanya memeluk suamiku erat-erat. Suamiku membalas pelukanku. “Ada apa sayang?” tanyanya.

Badan kekarnya memelukku mesra. Aku rutin merasa tenang dalam pelukan laki-laki perkasa itu. Aku tidak berani menjawab. Suamiku memegang mukaku, dan menghadapkan ke mukanya. Sepertinya dirinya menyadari apa yang terjadi. Sambil menatap mataku, dirinya bertanya, “Benarkah?” Aku mengangguk pelan sambil menangis, “Aku hamil, mas…” Jelas suamiku juga kaget. Dirinya diam saja sambil tetap memelukku. Lalu dirinya menjawab singkat, “Besok kami ke dokter Merlin.” Aku mengangguk, lalu kami saling berpelukan hingga pagi tiba.

Hari selanjutnya, sore-sore kami berdua menemui dokter Merlin. Seusai dilakukan test, dokter cantik itu memberi selamat pada kami berdua. “Selamat, Pak dan Bu Prasetyo. Kamu bakal memperoleh anak ketiga,” kata dokter itu riang. Kami mengucapkan terimakasih atas ucapan itu, dan sepanjang jalan pulang tidak mengatakan sepatah kata pun. Seusai itu suamiku tidak menyinggung persoalan itu lagi, bahkan dirinya memberi tahu pada anak-anak kalau mereka bakal punya adik baru. Anak-anak nyatanya bahagia juga sebab telah lama tidak ada anak kecil di rumah.

Bagi mereka, adik kecil bakal menyemarakkan rumah yang kini telah tidak lagi ada suara anak kecilnya. Malamnya, seusai tahu aku hamil, suamiku justru menyetubuhiku dengan ganas. Aku tidak tahu apakah dirinya ingin supaya anak itu gugur alias sebab dirinya merasa sangat bernafsu padaku. Yang jelas aku menyambutnya dengan tidak kalah bernafsu. Bahkan kami baru tidur menjelang jam 3 dini hari seusai sepanjang malam kami bergelut di atas kasur. Aku tidak tahu lagi bagaimana wujud mukaku malam itu sebab sepanjang malam mulutku disodok-sodok terus oleh kontol suamiku, dan dipenuhi oleh muncratan spermanya yang hingga tiga kali membasahi muka dan mulutku.

Aku hampir tidak bisa bangun pagi harinya sebab seluruh tubuhku seperti remuk dikerjain suamiku. Untungnya esok itu hari libur, jadi aku tidak wajib buru-buru menyiapkan sekolah anak-anak. Hari-hari selanjutnya berlalu dengan luar biasa. Suamiku bertambah hot setiap malam. Aku juga rutin merasa horny. Wah, beruntung juga kalau semua ibu-ibu ngidamnya kontol suami seperti kehamilanku hari ini. Hamil hari ini betul-betul beda dengan kehamilanku sebelumnya yang biasanya pakai ngidam gak karuan. Hamil hari ini justru aku merasa sangat santai dan bernafsu birahi tinggi.

Setiap malam tempikku terasa senut-senut, ada alias tidak ada suamiku. Kalau pas ada ya enak, aku tinggal naik dan goyang-goyang pinggang. Kalau pas gak ada, aku yang jadi kebingungan dan akhirnya mencari-cari film-film porno di internet. Setelah itu pasti aku mainin tempekku pakai pisang, yang jadi langgananku di pasar setiap pagi, hehehe. Yang jadi persoalan merupakan butuhkah aku memberi tahu si Eki bahwa aku hamil dari benihnya? Aku tidak berani bertanya pada suamiku.

Dirinya mendukung kehamilanku saja telah sangat membahagiakanku. Aku menjadi bahagia dengan kehamilan ini. Di luar dugaanku, nyatanya kami sekeluarga telah siap menyambut anak buah baru keluarga kami. Itulah faktor yang sangat aku syukuri. Pas bulan puasa, tiba-tiba suamiku melakukan sesuatu yang mengherankan. Dirinya mengundang Eki untuk menolong bersih-bersih rumah kami. Pasti saja aku bahagia sebab suamiku telah bisa menerima kejadian waktu itu. Aku bahagia menonton mereka berdua bergotong-royong membersihkan halaman dan tahap dalam rumah.

Eki dan Mas Prasetyo nampak telah bersikap biasa sebagaimana sebelum kejadian malam itu. Bahkan sesekali Eki kembali menginap di gazebo kami, sebab kami merasa sepi juga tanpa kehadiran anak-anak. Si Rika terus sibuk dengan urusan kampusnya, sementara si Sangga hanya pada malam hari saja menunjukkan mukanya di rumah. Semenjak itu, suasana di rumah kami menjadi kembali seperti sediakala.

Tetap saja gazebo depan rumah tidak jarang ramai dikunjungi orang. Cuma kini Eki tidak sempat lagi menginap di sana. Mungkin sebab hampir ujian, jadi dirinya wajib tidak sedikit belajar di rumah. Beberapa bulan kemudian, tubuhku mulai berubah. Perutku mulai terkesan membuncit. Kedua payudara membesar. Terbukti kalau hamil, aku rutin mengalami pembengkakan pada kedua payudaraku. Hormonku membikinku rutin bernafsu. Mas Prasetyo pun seakan-akan ikut mengalami perubahan hormon. Nafsu seksnya terus menggebu menonton perubahan di tubuhku. Kalau pas di rumah, setiap malam kami bertempur habis-habisan.

Gawatnya, payudaraku yang terbukti sebelumnya telah besar menjadi bertambah besar. Semua bra yang kucoba telah tidak muat lagi, padahal bra yang kupakai merupakan ukuran paling besar yang ada di toko. Kata yang jual, aku wajib pesan dulu untuk membeli bra yang pas di ukuran dadaku sekarang. Akhirnya aku nekat kalau di rumah jarang memakai bra. Kecuali kalau keluar, itupun aku menjadi tersiksa sebab pembengkakan payudaraku. Aku menjadi seperti mesin seks.

Dadaku besar dan pantatku membusung. Seolah tidak sempat puas dengan bercinta setiap malam. Suamiku mengimbangiku dengan nafsunya yang juga bertambah besar. Eki akhirnya tahu juga kehamilanku. Dirinya tidak jarang curi-curi pandang menonton perutku yang mulai membuncit. Aku tidak tahu, apakah dirinya sadar kalau anak dalam kandunganku merupakan hasil dari lakukanannya. Yang jelas, Eki menjadi sangat perhatian padaku. Setiap sore dirinya ke rumah untuk menolong apa saja. Pada sebuahmalam, Mas Prasetyo wajib berangkat dinas ke luar kota.

Malam itu kami membiarkan Eki hingga malam di rumah kami, sambil menolong menjaga rumah. Aku wajib ikut pengajian dengan ibu-ibu kampung. Jam setengah sepuluh malam aku baru pulang. Hingga di rumah, aku lihat Eki tetap mengerjakan tugas sekolahnya di ruang tamu. “Ndun, Sangga telah pulang?” tanyaku sambil menaruh payung sebab malam itu hujan turun lumayan deras. “Belum, Bu,” Aku lalu menelpon anak itu.

Nyatanya dirinya sedang mengerjakan tugas di rumah kawannya. Aku percaya dengan Sangga, sebab dirinya tidak seperti anak-anak yang suka hura-hura. Dirinya jenis anak yang sangat serius dalam belajar. Apalagi sekolahnya merupakan sekolah teladan di kota kami. Jadi kubiarkan saja dirinya menginap di rumah kawannya itu. Aku lalu mengatakan ke Eki, “Kamu nginap sini aja ya, aku takut nih, hujan deres banget dan Mas Prasetyo gak pulang malam ini.” Terbukti aku rutin gak enak hati kalau cuaca kurang baik tanpa mas Prasetyo. Takutnya kalau ada angin besar dan lampu mati.

Apalagi kami telah tidak ada lagi persoalan dengan kejadian waktu itu. “Iya, bu, sekalian aku ngerjain tugas di sini,” jawab Eki. Aku melepas kerudungku dan duduk di depan tivi di ruang keluarga. Agak malas juga aku ganti daster, dan juga ada si Eki, gak enak kalau dirinya kelak keingat kejadian dulu. Sambil tetap tetap pakai baju muslim panjang aku menyelonjorkan kakiku di sofa, sementara si Eki tetap sibuk mengerjakan kalkulus di ruang tamu.

Bajuku baju panjang terusan. Agak gerah juga sebab baju panjang itu, akhirnya aku masuk kamar dan melepas bra yang menyiksa payudara bengkakku. Aku juga melepas cd ku sebab lembab yang hebat di lubang tempikku. Maklum bunda hamil. Kalau anda lihat aku malam itu mungkin anda juga bakalan nafsu deh, soalnya mesikipun pakai baju panjang, tapi seluruh lekuk tubuhku pada keliatan sebab pantat dan payudaraku terbukti membesar.

Agenda tivi gak ada yang luar biasa. Akhirnya aku ingat untuk membikinkan Eki minuman. Sambil membawa kopi ke ruang tamu aku duduk menemani anak itu. “Wah.. makasih, Bu. Kok repot-repot?” katanya sungkan. “Gak papa, kok.” Aku duduk di depannya sambil tidak sengaja mengelus perutku. Eki malu-malu menonton perutku. “Bu, udah berapa bulan ya?” tanyanya kemudian sambil meletakkan penanya. “Menurutmu berapa bulan? Masak nggak tahu?” tanyaku iseng menggodanya.

Tiba-tiba mukanya memerah. Eki lalu menunduk malu. “Ya nggak tahu, bu… Kok saya bisa tahu darimana?” jawabnya tersipu. Tiba-tiba aku sangat ingin memberi tahunya, berita gembira yang sewajarnya juga dirasakan oleh bapak kandung dari anak dalam kandunganku ini. Dengan santai aku menjawab, “Lha bapaknya masak gak tahu umur anaknya?” Eki kaget, gak menyangka aku bakal menjawab sejelas itu. Dirinya langsung gelagapan, hehehe. Apa yang kau harap dari seorang anak ingusan yang tiba-tiba bakal menjadi bapak? Wajahnya melongo menatapku takut-takut.

Dirinya tidak tahu bakal menjawab apa. Aku jadi tambah ingin menggodanya. “Kamu sih bapak yang gak bertanggung jawab. Telah menghamili pura-pura tidak tahu lagi,” kataku sambil melirik menggodanya. Aku mengelus-elus perutku. Geli juga lihat wajah Eki saat itu. Antara kaget dan bimbang dan perasaan-perasaan yang tidak dimengertinya. “Aku… eee… maaf, Bu… aku tidak tahu…” Eki menyeka keringat dingin di dahinya. “Terbuktinya kamu tidak suka anak dalam perutku ini anakmu?” tanyaku. “Eh… aku suka banget, Bu.. Aku seneng…” Eki sangatlah kalut. “Ya udah.. kalau sangatlah seneng, sini kamu rasakan gerakannya,” kataku manja sambil mengelus perutku.

“Boleh, Bu, aku pegang?” tanyanya khawatir. “Ya, sini, kamu rasakan aja. Biar anda dekat,” perutku terkesan sangat membuncit sebab baju muslim yang kupakai hampir tidak muat menyembunyikan bengkaknya. Eki bergeser dan duduk di sebelahku. Matanya menunduk menonton ke perutku. Takut-takut tangannya menuju ke perutku. Dengan tenang kupegang tangan itu dan kudaratkan ke bukit di perutku. Sebetulnya aku berbohong, sebab umur begitu gerakan bayi belum terasa, tapi Eki mana tahu. Dengan hati-hati dirinya meletakkan telapaknya di perutku. “Maaf ya, bu,” ijinnya.

Aku membiarkan telapaknya menempel ketat di perutku. Dirinya diam seakan-akan mencoba mendengar apa yang ada di dalam rahimku. Aku merasa bahagia sekali sebab biar bagaimanapun anak ingusan ini merupakan bapak dari anak dalam kandunganku ini. “Kamu suka punya anak, Ndun?” tanyaku. “Aku suka sekali, Bu, punya anak dari Ibu. Ohh.. Bu, maafkan saya ya, Bu,” jawab Eki hampir tidak kedengaran. Tangannya gemetar di atas perutku. Eki terkesan sangat kebingungan, tidak tahu wajib berbuat apa. Aku juga ikut bingung, dengan perasaan campur aduk. Antara bahagia, bingung, geli, dan macam-macam rasa gak jelas.

Tiba-tiba dadaku berdebar-debar menatap anak muda itu. Anak itu sendiri tetap takut-takut menonton mukaku. Kami berdua tiba-tiba terdiam tanpa tahu wajib melakukan apa. Tangan Eki terdiam di atas perutku. “Ndun, gimana perasaanmu lihat ibu-ibu yang lagi bengkak-bengkak kayak aku?” tanyaku memecah kesunyian. “Saya suka sekali, Bu..” jawabnya. “Kenapa?” “Ibu jadi makin cantik.” jawabnya dengan muka memerah. “Ihh.. cantik dari mana? Aku khan udah tua, dan lagian kini badanku kayak gini..” jawabku.

Eki membawa wajahnya pelan dan menatapku malu-malu. “Gak kok, Bunda tetep cantik banget…” jawabnya lirih. Tangannya mulai mengelus-elus perutku lagi. Aku merasa geli, yang tiba-tiba jadi sedikit horny. Apalagi tadi malam Mas Prasetyo belum sempat menyetubuhiku. “Kok waktu itu kamu tegang ngintip aku sama Mas Prasetyo?” tanyaku manja. Mukaku memerah.

Aku sangatlah bernafsu. Aneh juga, anak kecil ini pun kini membikinku pengen disetubuhi. Apa yang salah dengan diriku? “Aku nafsu lihat badan Ibu…” hari ini Eki menatap wajahku. Mukanya merah. Jelas dirinya bernafsu. Aku tahu banget muka laki-laki yang nafsu lihat aku. “Kalau sekarang, masa tetap nafsu juga? Aku khan telah membukit kayak gini..” Eki blingsatan. “Sekarang tetap iya..” jawabnya sambil membetulkan celana. “Idiiih…. mana, coba lihat?” godaku.

Eki makin berani. Tangannya gemetar membuka celananya. Dari dalam celananya tersembul keluar sebatang kontol jauh lebih kecil dari punya suamiku. Yang jelas, kontol itu telah sangat tegang. “Wah, kok telah tegang banget. Pengen nengok anakmu ya?” godaku. Eki telah menurunkan semua celananya. Tapi dirinya tidak tahu wajib melakukan apa. Lucu lihat batang kecil itu tegak menantang. Aku telah sangat horny.

Tempikku telah mulai basah. Tidak tahu kenapa bisa senafsu itu dekat dengan anak SMP ini. Dengan gemes aku pegang kontol Eki. “Mau dimasukin lagi?” tanyaku gemetaran. “Iya, bu.. mau banget!” Tanpa menantikan lagi aku menaikkan baju panjangku dan mengangkangkan kakiku. Segera tempikku terpampang jelas di depan Eki. Rambut hitam tempikku serasa sangat kontras dengan kulit putihku. Segera kubimbing kontol anak itu ke dalam lobang tempikku. Eki mengerang pelan, matanya terbeliak menonton kontolnya pelan-pelan masuk ditelan oleh tempikku. “Ohhhh…. Buuu…” desisnya. Bless!! Segera kontol itu masuk seluruhnya ke dalam lobang tempikku.

Aku sendiri merasakan kenikmatan yang aneh. Entah kenapa, aku sangat ingin mengisi lobangku dengan batang kecil itu. “Diemin dulu di dalam sebentar, biar kamu gak cepat keluar,” perintahku. “I-iya, Bu..” erangnya. Eki mendongakkan kepalanya menahan kenikmatan yang hebat baginya. Sengaja pelan-pelan kuremas kontol itu dengan vaginaku, sambil kulihat reaksinya. “Ohhh…” Eki mengerang sambil mendongak ke atas. Kubiarkan dirinya merasakan sensasi itu. Pelan-pelan tanganku meremas pantatnya. Eki menunduk menatap wajahku di bawahnya. Pelan-pelan dirinya mulai bisa mengendalikan diri.

Tampak nafasnya mulai agak teratur. Kupegang leher anak itu dan kuturunkan mukanya. Muka kami terus berdekatan. Bibirku lalu mencium bibirnya. “Hssh..” kami berdua melenguh, lalu saling mengulum dan bermain lidah. Tangannya meremas dadaku. Aku merasakan kenikmatan yang tiada tara. Segera kuangkat sedikit pantatku untuk merasakan seluruh batang itu terus ambles ke dalam tempikku. “Ndun, ayo gerakin maju mundur pelan-pelan..” perintahku. Eki mulai memaju-mundurkan pantatnya. Kontolnya mesikipun kecil, kalau telah keras nyatanya begitu nikmat sekali di dalam tempikku. Aku mengerang-erang sekarang.

Tempikku telah basah sekali. Banjir mengalir hingga ke pantatku, bahkan mengenai sofa ruang tamu. Aku mengarahkan tangan Eki untuk meremas-remas payudaraku lagi. Dengan hati-hati dirinya berusaha tidak mengenai perutku sebab takut bakal menyakiti kandunganku. Ohhh… aku telah sangat bernafsu! Kurang lebih 15 menit Eki memaju-mundurkan pantatnya. Aku tidak mengira dirinya kini sekuat itu. Mungkin dulu dirinya panik dan belum terbiasa. Aku tiba-tiba merasakan orgasme yang luar biasa. “Ohhhh…” teriakku. Tubuhku melengkung ke atas.

Eki terdiam dengan tetap menancapkan kontolnya dalam lobangku. “Aku hingga, Ndunnnn…” kataku terengah-engah. Sambil tetap membiarkan kontolnya di dalam tempikku, aku memeluk pria kecil itu. Badannya penuh keringat. Kami terdiam selagi berepa menit sambil berpelukan. Kontol Eki tetap keras dan tegang di dalam tempikku. “Ndun, pindah ke kamar yuk,” ajakku. Eki mengangguk. Dicabutnya penisnya dan berdiri di depanku. Aku ikut berdiri gemetar sebab akibat dari orgasme yang menggebu-gebu barusan. Kemudian aku mengajar tangan anak itu,

membawanya ke kamarku. Di dalam, aku meminta dirinya melepaskan bajuku sebab agak repot melepas baju muslim panjang ini. Di depan pemuda itu aku saat ini telanjang bulat. Eki juga melepas bajunya. Kini kami berdua telanjang dan saling berpelukan. Aku lihat kontolnya tetap tegak mengacung ke atas. Aku rebahkan pemuda itu di kasur, lalu aku naik ke atas dan kembali memasukkan kontolnya ke tempikku. Hari ini aku yang menggenjotnya maju mundur. Tangan Eki meremas-remas susuku. Ohh, nikmat sekali. Kontol kecil itu sangatlah hebat.

Dirinya berdiri tegak terus tanpa mengendor sedikit pun. Aku sengaja memutar-mutar pantatku supaya kontol itu cepat muncrat. Tapi tetap saja posisinya sama. Aku kembali orgasme, bahkan hingga dua kali lagi. Orgasme ketiga aku telah didera kelelahan yang luar biasa. Aku peluk pemuda itu dan kupegang kontolnya yang tetap tegak mengacung. Kami berpelukan di tengah ranjang yang biasa kupakai bercinta dengan suamiku. “Aduuuh, Ndun.. kamu kuat juga ya. Kamu tetap belum keluar ya?” “Gak papa, Bu…” jawabnya pelan. Tiba-tiba aku punya ide untuk menolong Eki. Kuraih batang kecil itu dan kembali kumasukkan dalam tempikku. Hari ini kami saling berpelukan sambil berbaring bersisian. “Ndun, Bunda udah lelah banget. Batangmu dibiarin aja ya di dalam, hingga kamu keluar…” bisikku.

Eki mengangguk. Kami kembali berpelukan bagaikan sepasang kekasih. Tempikku berkedut-kedut menerima batang itu. Kubiarkan banjir mengalir membasahi tempikku, Eki juga membiarkan kontolnya tersimpan rapi dalam tempikku. Sebab kelelahan, aku tertidur dengan sebatang kontol ada di dalam tempikku. Gak tahu berapa jam aku tertidur dengan kontol Eki tetap tertanam dalam-dalam, ketika jam 1 malam tiba-tiba hapeku menerima sms. Aku tersadar dan menonton Eki tetap menatap wajahku sambil membiarkan kontolnya diam dalam lobangku. “Aduh, Ndun. Kamu belum bisa bobok? Aduuuh, soriiii ya…” kataku sambil meremas kontolnya dengan tempikku. “Gak papa kok, Bu. Aku seneng banget di dalam..” kata Eki.

Tanpa mengubah posisi aku meraih hp yang ada di meja samping ranjang. Kubuka sms, nyatanya dari Mas Prasetyo: “Hai Say, udah bobok? Kalau belum, aku pengen telp.” Aku segera balas: “Baru terbangun, telp aja, kangen.” Segera seusai kubalas sms, Mas Prasetyo menelponku. Aku menerima teleponnya sambil berbaring dan membiarkan kontol Eki tetap berada di dalam tempikku. “Hei… Sorii ganggu, udah bobok belum?” tanyanya. “Gak papa, Mas, kangen. Kapan jadinya balik?” tanyaku. “Lusa, Dik, ini aku tetap di jalan. Lagi ada pembekalan masyarakat. Gimana anak-anak?” “Hmmm…. “ aku agak menggeliat. Eki memajukan pantatnya, takut lepas kontolnya dari lobangku.

Aku meletakkan jariku di bibirnya supaya dirinya tidak bersuara. Eki mengangguk sambil tersenyum. “Baik, mereka oke-oke saja kok. Udah pada makan dan bobok nyenyak dari jam 9 tadi. Aku kangen, mas…” “Sama.. pengen nih,” kata suamiku. “Sini, mau di mulut apa di bawah?” tanyaku nakal. “Mana aja boleh,” “Nih, pakai mulutku aja. Udah lama gak dikasih. Udah gatel, hihi…” godaku. “Aduh, Dik. Aku lagi di kampung sepi. Malah jadi kangen sama kamu. Gimana hayooo?” rengek suamiku. Kami terbukti biasa saling terbuka soal kebutuhan seks kami. “Kocok aja, Mas. Aku juga mau,” kataku manja. Kemudian aku menggeser Eki supaya menindih di atas tubuhku. Sambil tanganku menutup hp, aku berbisik ke Eki, “Sekarang kamu genjot aku sekencang-kencangnya hingga keluar ya. Sekuat-kuatnya!” Eki mengangguk. Aku lalu menjawab telepon suamiku lagi, “Ayo, mas,

buka celananya..” Aku mengambil cd milikku yang ada di samping ranjang lalu kujejalkan ke mulut Eki. Eki tahu maksudku supaya dirinya tidak bersuara. “Oke, Dik. Aku telah menghunus rudalku..” Sambil menjawab mesra, aku menekan pantat Eki supaya segera memaju-mundurkan kontolnya dalam tempikku. Eki segera membalasnya dan mulai menggenjotku. Aku menyuruhnya untuk menurunkan kakinya ke samping ranjang jadi perutku tidak tertindih badannya.

Sementara aku mengangkang dengan dua kakiku terangkat ke samping kiri dan kanan badan pemuda abg itu. Ohhh, Ya Tuhan. Bagaikan kesetanan, Eki menggenjotku seperti yang kuperintahkan. Aku mengerang-erang, begitu juga suamiku. “Mas, aku masturbasi kesetanan ini… pengen banget! Kamu kocok kuat-kuat yaaa… ahhhhh!!” “Iyaah… oohhh, untung aku bawa cdmu, buat ngocok nih…. ohhhhh!!” erang suamiku. Tidak kalah hebatnya, Eki terus menggasak lobangku dengan tanpa kompromi. Badan kurusnya maju mundur secepat bor listips.

Aku mengerang-erang tidak karuan. Suara lobangku berdecit-decit sebab banjir dan gesekan dengan kontol Eki. Sangatlah gila malam ini. Aku telah tidak ingat lagi berapa lama aku digenjot Eki. Suaraku penuh nafsu bertukar kata-kata mesra dengan suamiku. Eki seakan-akan tidak sempat lelah. Tubuhnya telah banjir keringat. Stamina mudanya sangatlah membanggakan. Keringat juga membanjiri tubuhku. Sementara suara suamiku juga meraung-raung kenikmatan, semoga kamar dirinya di perjalan dinas itu kamar yang kedap suara. Beberapa hari kemudian aku kehabisan tenaga. Kuminta Eki untuk berhenti sejenak. Pemuda itu nampak terengah-engah sehabis menggenjotku habis-habisan.

Seusai itu kami melanjutkan permainan kami. Eki dengan kuatnya menggenjotku habis-habisan. Aku tidak tahu lagi apa yang kecerecaukan di telepon, tapi nampaknya suamiku juga sama saja. Beberapa hari kemudian aku dan suamiku sama-sama berteriak, kami sama-sama keluar. Aku terengah-engah mengatur nafasku. Lalu suamiku memberi salam mesra dan ciuman jarak jauh. Kami betul-betul terpuaskan malam ini. Seusai ngobrol-ngobrol singkat, suamiku menutup teleponnya.

Di kamarku, Eki tetap menggenjotku pelan-pelan. Dirinya belum keluar rupanya. Wah, gila. Aku kawatir jepitanku mungkin telah tidak mempan untuk kontolnya yang tetap tumbuh. Kubiarkan kontol pemuda itu mengobok-obok tempikku. Tiba-tiba kudorong Eki, jadi lepas kontol dari lobangku. Ohhh, lenguhnya sedih. Lalu aku tarik dirinya naik ke tempat tidur dan aku segera menungging di depannya. Eki tahu maksudku. Dirinya segera mengarahkan kontolnya ke tempikku. Tapi segera kupegang kontol itu dan kuarahkan ke lobang yang lain.

Pantatku! Mungkin di sanalah kontol Eki bakal dijepit dengan maksimal, pikirku tanpa pertimbangan. Eki sadar apa yang kulakukan. Disodokkannya kontolnya ke lobang pantatku. Tapi lobang itu nyatanya tetap terlalu kecil bahkan buat kontol Eki. Aku berdiri dan menyuruhnya menantikan. Lalu aku turun dan mengambil jelli organik dari dalam rak obat di kamar mandi. Dengan setia Eki menantikan dengan kontol yang juga setia mengacung. Jelli itu kuoleskan ke seluruh batang Eki, dan sebagian kuusap-usapkan ke kurang lebih lobang pantatku.

Kembali aku menunggingkan pantatku. Eki mengarahkan kotolnya kembali dan pelan-pelan lobang itu sukses diterobosnya. “Ohhhhh…” desisku. Sensasinya sangat luar biasa. Pelan-pelan batang kontol itu menyusup di lobang yang sempit itu. “Aaughhh…” Eki mengerang keras. Setengah perjalanan, kontol itu berhenti. Baru separo yang masuk. Eki terengah-engah, begitu juga aku. “Pelan-pelan, Ndun…” bisikku. Eki memegangi bongkahan pantatku dan kembali menyodokkan kontolnya ke lobangku. Dan akhirnya seluruh batang itu masuk dalam lobang pantatku.

Ohhh, Tuhan… rasanya sangat luar biasa, antara sakit dan nikmat yang tidak terceritakan. Aku mengerang. Kami berdiam beberapa menit, membiarkan lobangku terbiasa dengan batang kontol itu. Seusai itu Eki mulai memaju-mundukan pinggangnya. Rasanya luar biasa. Pengalaman baru yang membikinku ketagihan. Beberapa hari kemudian, Eki mengerang-erang keras.

Dirinya memaksakan menggejot pantatku dengan cepat, tapi sebab sangat sempit, genjotannya jadi tidak bisa lancar. Kemudian, ohhhhhhhh… Eki memuncratkan spermanya dalam pantatku!! Crooooott… crooooott… crooooott… Aku tersungkur dan Eki terlentang ke belakang. Muncratannya sebagian mengenai punggungku. Kami sama-sama terengah-engah dan didera kelelahan yang luar biasa. Aku membalikkan tubuhku dan memeluk Eki yang terkapar tanpa daya. Kami berpelukan dengan telanjang bulat sepanjang malam. Esoknya, aku bangun jam 6 pagi.

Eki tetap ada dalam pelukanku. Oh, Tuhan. Untung aku mengunci pintu kamar. Mbok Imah, tetangga yang biasa bantuin ngurusin anak-anak, telah terdengar suaranya di belakang. Oh.. apa yang telah kulakukan tadi malam? Aku sangatlah tidak habis pikir. Kalau malam waktu itu sangatlah hanya sebuah kecelakaan. Tapi malam ini, aku dan Eki sangatlah melakukannya dengan penuh kesadaran. Apa yang kulakukan pada anak abg ini? Aku jadi gelisah memikirkannya, aku takut membikin anak ini menjadi anak yang salah jalan. Rasa bersalah itu membikinku merasa bertambah sayang pada anak kecil itu.

Tidak lebihkul kembali tubuh kecil itu dan kuciumin pipinya. Tubuh kami tetap sama-sama telanjang. Aku lihat si Eki tetap nyenyak tidur. Mukanya nampak manis sekali pagi itu. Aku mengecup pipi anak itu dan membangunkannya. “Ndun, bangun. Kamu sekolah khan?” bisikku. Eki nampak kaget dan segera duduk. “Oh, Bu.. maaf, aku kesiangan.” katanya gugup. “Gak papa, Ndun, aku yang salah mengajakmu tadi malam.” Kami berpandangan. “Maaf, Bu. Aku sangatlah tidak sopan,” “Lho, khan bukan kamu yang mengundang kami tidur bersama.

Aku yang salah, Ndun.” bisikku pelan. Eki menatapku, “Aku sayang sama Ibu…” katanya pelan. “Ndun, kamu punya pacar?” “Belum, bu,” “Kamu janji ya jangan cerita-cerita ke siapa-siapa soal kita,” “Iya, bu, gak mungkinlah,” “Aku takut kamu rusak sebab aku,” “Gak kok, Bu. Aku sayang sama Ibu.” “Kamu jangan melakukan ini ke sembarang orang ya,” kataku khawatir. “Tidak, Bu, aku bukan cowok seperti itu. Tapi kalau sama Ibu, tetap boleh kan?” katanya pelan. Tiba-tiba aku sangat ingin memeluk anak ini. “Aku juga sayang kamu, Ndun. Sini Bunda peluk.” Eki mendekat dan kami berpelukan sambil berdiri.

Tangannya merangkul pinggangku dan aku memegang pantatnya. Kami berpelukan lama dan saling berpandangan. Lalu bibir kami saling berpagutan. Gila, aku sangatlah serasa berpacaran dengan anak kecil ini. Mulut kami saling bergumul dengan panasnya. Aku lihat kontol anak itu tetap tegak berdiri, mungkin sebab efek pagi hari. Tanganku meraih batang itu dan mengocoknya pelan-pelan. Aku berpikir cepat, sebab pagi ini Eki wajib sekolah, aku wajib segera menuntaskan ketegangan kontol itu. Maka aku segera membalikkan tubuhku dan berpegangan pada meja rias.

Sambil menonton Eki lewat cermin, aku menyuruhnya, “Ndun, kamu pakai jeli itu lagi. Cepat masukin lagi kontolmu ke pantat Ibu.” Eki buru-buru melumasi batangnya. Aku menyorongkan bongkahan pantatku. Dari cermin aku bisa menonton muka dan badanku sendiri. Ohh… agak malu juga aku menonton tubuhku yang mulai membengkak di sana-sini, tapi tetap penuh dengan nafsu birahi. “Cepat, Ndun, kelak kamu telat sekolah,” perintahku. Sambil memeluk perutku, Eki mendorong kontolnya masuk ke lobang pantatku. Lobang yang semalam telah disodok-sodok itu segera menerima batang yang mengeras itu. Segera kami telah melakukan persetubuhan lagi.

Aku bisa menonton adegan seksi itu lewat cermin, di mana mukaku terkesan sangat bernafsu dan juga muka Eki yang mengerang-erang di belakangku. “Ayo, Ndun, sodok yang kuat!” “I-iya, Bu..” “Terusss… lebih cepat!” Sodokan-sodokan Eki terus bersemangat. Lobang pantatku terus elastis menerima batang imutnya. Sungguh kenikmatan yang luar biasa. Tidak berapa lama kemudian kami berdua sama-sama mencapai puncak kenikmatan. Eki membiarkan cairan spermanya meluncur deras dalam pantatku. Kami sama-sama terengah-engah menikmati puncak yang barusan kami daki.

“Ohhh…” Sejenak kemudian aku lepaskan pantatku dari kontolnya. “Udah, Ndun. Sana kamu mandi, pulang. Kelak kamu telat lho sekolahnya,” kataku sambil tersenyum. Eki mencari-cari pakaiannya. Tiba-tiba kami sadar kalau celana Eki ada di ruang tamu. Aku suruh si Eki nunggu di kamar, sementara aku segera berpakaian dan keluar ke ruang tamu. Moga-moga belum ada yang menemukan celana itu. Untungnya celana itu teronggok di bawah sofa dan terselip jadi Mbok Imah yang biasanya sibuk dulu menyiapkan sarapan belum sempat memselesaikan ruang tamu. Celana itu segera kuambil dan kubawa ke kamar.

Si Eki yang tadinya nampak panik, saat ini berubah tenang. Seusai memakai celananya, Eki kusuruh cepat-cepat keluar ke ruang tamu dan mengambil tas belajarnya yang semalam tergeletak di meja. Seusai itu dirinya pamit pulang. Aku sendiri segera mandi. Di kamar mandi aku merasakan sedikit perih di tahap lobang pantatku. Baru hari ini lobang itu menjadi alat seks, itu pun justru dengan anak kecil yang belum tahu apa-apa. Ada sedikit rasa sesal, tapi segera kuguyur kepalaku untuk menghapus rasa gundah di dadaku. Sorenya Eki kembali main ke rumah.

Dirinya telah sibuk memselesaikan buku-buku di gazebo kami. Malam itu Eki tidur lagi di kamarku. Mas Prasetyo baru pulang besok harinya. Selagi berjam-jam kami kembali bercinta. Kami saling berpelukan dan share kasih selayaknya sepasang kekasih. Tapi sebelum jam 1, aku suruh Eki untuk segera tidur. Aku khawatir sekolahnya bakal terganggu sebab aktivitasku. “Ndun, tadi kamu di sekolah gimana?” bisikku seusai kami berakhir ronde ke tiga.

Kami berpelukan dengan mesra di tengah ranjang. “Biasa aja, Bu.” “Kamu gak kelelahan alias ngantuk di sekolah?” “Iya, Bu, sedikit. Tapi gak papa, aku tadi sempat tidur siang.” “Aku takut menganggu sekolahmu,” “Gak kok, Bu. Tadi aku bisa ngikutin pelajaran,” “Okelah kalau gitu. Tapi seusai ini kamu tidur ya, gak usah diterusin dulu.” “Iya, Bu.” “Besok Mas Prasetyo pulang, kamu gak bisa nginap disini,” “Iya, Bu. Tapi kapan-kapan saya siap menemani Bunda di sini,” “Yee…. maunya.

Ya, gak papa,” kataku sambil mencubit pinggangnya. “Aku mau jadi pacar Ibu,” “Lho, aku khan telah bersuami?” “Ya gak papa, jadi apa saja deh,” “Aku justru kasihan sama kamu. Besok-besok kalau kamu udah siap, kamu cari pacar yang bener ya?” “Iya, Bu. Aku tetap sayang sama Ibu. Mau dijadiin apa saja juga mau,” “Idihh.. ya udah, bobok yuk!” kataku kelelahan. Kami tidur berpelukan hingga pagi. Seusai malam itu, aku terus tidak jarang bercinta dengan Eki. Kapan pun ada peluang, kami berdua bakal melakukannya.

Eki sangat memperhatikan bayi dalam kandunganku. Setiap ada peluang, dirinya menciumi perutku dan mengelus-elusnya. Kasihan juga aku lihat anak kecil itu telah merasa wajib jadi bapak. Herannya, aku juga kecanduan dengan kontol kecil anak ini. Padahal aku telah punya kontol yang jauh lebih besar dan terdapat untukku. Bayangkan, beda usiaku dengan Eki mungkin kurang lebih 27 tahun.

Bahkan anak itu lebih tepat menjadi adik anak-anakku. Tapi hubungan kami bertambah mesra seiring usia kehamilanku yang terus membesar. Eki bahkan tidak jarang ikut menemaniku ke dokter tatkala suamiku sedang dinas keluar. Eki terus perhatian padaku dan anak dalam kandunganku. Kami sangat bahagia sebab bayi dalam kandunganku berada dalam kondisi sehat. Aku rutin mengingatkan Eki untuk tetap fokus pada sekolahnya, dan jangan terlalu memikirkan anaknya. Yang paling tidak bisa dicegah merupakan, Eki terus lama terus kecanduan lobang pantatku.

Lama-lama aku juga merasakan faktor yang sama. Seakan-akan lobang pantatku menjadi eksklusif milik Eki, sementara lobang-lobangku yang lain dibagi antara Eki dan suamiku. Hingga sekarang, suamiku tidak sempat tahu kalau pantatku telah dijebol oleh Eki. Lama-lama aku khawatir juga dengan cerita mengenai hubungan kelamin lewat pantat bisa memunculkan beberapa penyakit, tergolong AIDS. Aku akhirnya menyediakan kondom untuk Eki kalau dirinya minta lobang pantatku.

Eki sih oke-oke saja. Dirinya juga khawatir, mesikipun dirinya sangat bahagia ketika masuk ke lubang pantatku. Untung aku dan suamiku juga kadang-kadang memakai kondom, jadi aku tidak canggung lagi membeli kondom di apotik. Bahkan aku tidak jarang mendapat kondom gratis dari kelurahan. Mungkin sebab tetap masa pertumbuhan dan tidak jarang kupakai, aku menonton lama kelamaan kontol Eki juga mengalami pembesaran. Kontol yang terus berpengalaman itu tidak lagi seperti kontol imut pada waktu pertama kali masuk ke tempikku, tapi telah menjelma menjadi kontol dewasa dan berurat ketika tegang.

Aku sadar, kalau aku merupakan salah satu sebab dari pertumbuhan instant dari kontol Eki. Kekuatan kontolnya juga terus luar biasa. Dirinya tidak lagi gampang keluar, bahkan kalau dipikir-pikir, dirinya mungkin lebih kuat dari suamiku. Sebab perutku terus membesar, aku jadi tidak jarang memakai celana legging yang lentur dan baju kaos ketat yang berbahan sangat lentur. Kalau di rumah aku bahkan hanya pakai kaos panjang tanpa bawahan. Orang pasti mengira aku rutin pakai cd, padahal tidak jarang aku malas memakainya.

Entah sebab bawaan bunda hamil alias sebab nafsu birahiku yang terus gila. Waktu bunda Eki mau naik haji, aku ikut sibuk dengan ibu-ibu kampung untuk mempersiapkan pengajian haji. Biasalah, kalau mau naik haji pasti hebohnya minta ampun. Aku tergolong dekat dengan bunda Eki. Namanya bu Masuroh, yang biasa dipanggil Bu Ro. Sebab keluarga Eki tergolong keluarga yang terpandang di desa kami, maka agenda pengajian itu menjadi agenda yang besar-besaran. Tidak sedikit ibu-ibu yang ikut sibuk di rumah Bu Ro. Kalau aku ke sana aku lebih tidak jarang sebab ingin ketemu Eki.

Agenda pengajian dan kehadiran Mas Prasetyo di rumah membikin peluangku berjumpa dengan Eki menjadi sangat terbatas. Telah lama Eki tidak merasakan lobang pantatku. Aku sendiri bimbang bagaimana mencari peluang untuk ketemu Eki. Mesikipun aku tidak jarang berangkat ke rumahnya dan kadang-kadang juga diantar Eki untuk berbelanja sesuatu untuk kebutuhan pengajian, tapi tetap saja kami tidak punya peluang untuk bercinta.

Akhirnya pada saat pengajian besar itu aku memperoleh ide. Sorenya, segera kutelepon Eki memakai telepon rumah, sebab aku sangat hati-hati memakai hp, apalagi untuk urusan Eki. “Assalamu’alaikum, Bu. Ini Bu Veronika. Gimana Bu persiapan kelak malam, telah selesai semua?” “Oh, Bu Veronika. Telah Bu. Kelak datangnya agak sorean ya, bu. Kalau gak ada Ibu, kami bimbang nih,” jawab Bu Ro. “Iya, selesai, Bu. Saya sama Bu Anjar telah janjian seusai maghrib langsung kesitu.

Eki ada, Bu Ro?” “Ada, Bu, sebentar ya,” Seusai Eki yang memegang telepon, aku segera bilang: “Ndun, kelak malam kamu pake celana yang bisa dibuka depannya ya,” kataku pelan. “Iya, Bu,” jawab Eki agak bingung. “Terus kamu pakai kondom kamu…” Eki mengangguk lagi, dan telepon segera kututup. Malam itu pengajian dilangsungkan dengan besar-besaran. Halaman RW kami yang luas hampir tidak bisa menampung jama’ah yang datang dari seluruh penjuru kota. Bu Ro terbukti tokoh yang disegani masyarakat. Aku datang bersama ibu-ibu RT.

Aku memakai kerudung, dengan baju atasan longgar yang menutup hingga bawah pinggang. Bawahannya aku memakai legging ketat, sebab terbukti lagi biasa digunakan ibu-ibu pada saat ini. Apalagi aku lagi hamil, pasti orang-orang pada maklum bakal keadaanku. Yang tidak biasa merupakan bahwa aku tidak memakai apapun di balik celana leggingku. Sengaja aku tinggalkan cd-ku di rumah, sebab aku punya sebuah ide untuk Eki.

Seusai semua urusan kepanitiaan selesai, aku segera bergabung dengan ibu-ibu jama’ah pengajian. Tapi kemudian aku dan beberapa bunda yang lain pindah ke halaman, sebab lebih leluasa dan bisa berdiri. Hanya saja halaman itu telah sangat penuh dan berdesak-desakan. Justru aku memilih tempat yang paling ramai oleh pengunjung. Di kejauhan aku menonton Eki dan memberinya kode untuk mengikutiku. Eki beranjak menuju ke arahku, sementara aku mengundang Bu Anjar untuk ke sebuah lokasi di bawah pohon di lapangan RW.

Lokasi itu agak gelap sebab bayangan lampu tertutup rindangnya pohon. Mesikipun demikian, tidak sedikit anak buah jama’ah di situ yang berdiri berdesak-desakan. “Kita sini aja, Bu, kalau Bunda mau. Tapi kalau bunda keberatan, silakan Bunda pindah ke sana,” kataku pada Bu Anjar. “Gak papa, Bu, di sini lebih bebas. Bisa bolos kalau udah kemaleman, hihihi..” kata Bu Anjar. “Iya, ya. Biasanya pengajian ginian bisa hingga jam 12 lho,” Kami lalu bercakap-cakap dengan seru sambil mendengarkan pengajian. Nyatanya di sebelah Bu Anjar adan Bu Kesti yang juara negrumpi. Kami segera terlibat pembicaraan serius sambil sekali-kali mendengarkan ceramah kalau pas ada cerita-cerita lucu.

Kami berdiri agak di barisan tengah, Bu Anjar dan Bu Kesti mendapat tempat duduk di sebelahku. “Bu, monggo kalau mau duduk,” tawarnya padaku. “Wah, gak usah, Bu. Saya lebih suka berdiri gini aja,” jawabku. Padahal aku sedang menantikan Eki yang sedang berusaha menyibak kerumunan menuju ke arah kami. Akhirnya Eki tiba di belakangku. Dua ibu-ibu sebelahku tidak memperhatikan kehadiran Eki, tapi aku melirik anak muda itu dan menyuruhnya berdiri tepat di belakangku.

Aku bergeser berdiri sedikit di belakang bangku Bu Anjar dan Bu Kesti. Sementara Eki dengan segera berdiri tepat di belakangku. Dengan diam-diam aku menempelkan pantatku ke badan Eki. Eki tersenyum dan memajukan badannya. Pantatku yang semlohai segera menempel pada kontol Eki yang telah tegang di balik celananya. Aku berbisik pada Eki, “Buka, Ndun. Udah pakai kondom?” Eki mengangguk dan membuka risliting celananya. Segera tersembul batangnya yang telah mengeras.

Segera kusibakkan baju panjangku ke atas dan nampaklah leggingku telah kuberi lobang di tahap belahan pantat. Eki nampak terkejut, dan sekaligus mengerti maksudku. Dengan pelan-pelan diarahkannya batang kerasnya ke lobang pantatku. Dan, slepppp… masuklah batang itu ke lobang favoritnya. Tangan Eki masuk ke dalam baju kurungku sambil mengelus-elus perutku.

Batangnya berada di dalam lobangku sambil sesekali dimaju-mundurkan. Kami bercinta di tengah keramaian dengan tanpa ada yang menyadari. Mesikipun begitu aku tetap bercakap-cakap dengan dua ibu-ibu tetanggaku, sementara di kanan kiri kami orang-orang sibuk mendengarkan ceramah dengan berdesak-desakan. Kurang lebih satu jam Eki memelukku dalam gelap dari belakang. Tiba-tiba tempikku berkedut-kedut, pengen ikut disodok. Kalau dari belakang berarti aku wajib lebih menunduk lagi. Pelan-pelan kutarik keluar kontol Eki dan kulepas kondomnya.

Aku kembali mengarahkannya, hari ini ke lubang tempikku. Eki mengerti. Lalu, bless… dengan lancarnya kontol itu masuk ke tempikku dari arah belakang. Ohh, enak sekali. Aku mulai tidak konsentrasi kepada ceramah maupun dialog dua ibu-ibu itu. Sebab hanya sesekali kami bergoyang, maka adegan persetubuhan itu berjalan lumayan lama. Kepalaku telah mulai berkunang-kunang penuh kenikmatan. Di tengkukku aku merasakan nafas Eki terus ngos-ngosan.

Beberapa hari kemudian, aku mengalami orgasme hebat, tanganku gemetar dan langsung memegang sandaran bangku di depanku. Eki juga kemudian memuncratkan maninya dalam tempikku. Kami berdua hampir bersamaan mengalami orgasme itu. Seusai agak reda, aku mendorong Eki dan mengeluarkan kontolnya. Cepat-cepat Eki memasukkan kembali ke dalam celana, dan kuturunkan baju tahap belakangku. Aku dan ibu-ibu itu memutuskan untuk pulang sebelum agenda berakhir. Untung saja aku dan Eki telah berakhir. Dengan mengedipkan mata, aku menyuruh Eki untuk meninggalkan lokasi. Akhirnya terpuaskan juga hasrat kami seusai hari-hari yang sibuk yang memisahkan kami.

Categories
Random

Cerita Dewasa Kisah Penagih Hutang Super Seksi

Cerita Dewasa Kisah Penagih Hutang Super Seksi – Namaku Dandi usiaku sekarang 25 tahun. aku ingin menceritakan pengalaman pertamaku saat pertama kali aku melepas keperjakaanku tepatnya sebelas tahun yg lalu, tahun 1995. waktu itu aku baru berumur 14th..

Siang itu aku sedang tidur2an didepan tv ketika seorang datang dan mengetuk pintu rumahku, ketika kubuka pintu..kulihat seorang wanita berusia 35 tahunan dan menanyakan “ibunya ada dik?”

lalu ku jawab “maaf, tante siapa? ibu ada dikamar, sebentar saya panggilkan”

sambil tersenyum dia bilang “saya ratna, temannya ibu kamu dari cilandak..”

itulah awal perkenalanku dengan tante ratna, yg belakangan baru aku ketahui bahwa dia adalah “rentenir”, dan ibuku terlilit hutang yg lumayan banyak sama dia terus terang kehidupan kami dikala itu sangatlah sulit semenjak ayahku yg lebih memilih meninggalkan ibuku demi istri baru, aku bersama kakak dan adik2ku hanya tinggal dirumah petakkan, dan hidup dengan sangat kekurangan

hari2 terus berlalu, semakin sering aku bertemu dengan tante ratna, karena hampir setiap hari dia selalu kerumah untuk menagih cicilan hutang

Pagi itu hari minggu 12 april 1995 (masih ku ingat jelas)

aku baru saja bangun tidur, sambil menikmati secangkir teh manis hangat..

sampai kudengar langkah kaki menuju pintu depan rumahku, belum saja dia mengetuk, pintu sudah kubuka

Baca juga : Cerita Dewasa Bidan Polos Cantik yang Masih Perawan

aku : “eh tante..cari ibu ya?”

tante ratna : “iya,masih dirumah nggak? tante kesiangan nih tante bilang sih jam 9 mau kesini, sekarang udah jam 10 lebih”

aku : “iya, ibu lagi nganter adik2 tuh ke gereja kayaknya saya aja baru bangun nih, mungkin sebentar lagi tante tunggu saja kalo mau”

tante : “gitu ya? ya udah deh tante tunggu aja”

setelah kupersilahkan duduk, aku pun ke dapur untuk membuatkan minuman untuknya

Tante : “wah repot2 kamu Ditante kan bisa ambil sendiri..”

aku : “gak apa2 tante gak repot kok”

Tante : “kamu sendirian dirumah?”

aku : “iya nih tan, aku aja baru bangun..tau2 udah gak ada siapa2, kakak aku sih biasa dia kalo hari minggu ngajar karate di sekolahan..”

tante : “oh gitulha kamu sendiri gak kemana-mana? ”

aku : “nggak tan, kalo aku paling dirumah aja nonton tv atau kerumah temen di sebelah..”

tante : “gak pacaran?..eh ngomong2 udah punya pacar belum kamu?”

aku : “hehehehe masih kecil tan, belum bisa cari uang sendiri, aku gak mau pacaran, nanti kalo udah kerja baru deh..”

tante : “masih kecil gimana? emang umur kamu berapa?”

aku : “aku khan baru 14th tan..baru kelas 3 smp”

tante : ” hah..14th kok bongsor ya? tante kira kamu sma..hehehe”

aku : “ah tante bisa aja emang sih banyak yg bilang kalo aku bongsor, maaf tan..permisi sebentar aku tinggal mandi dulu gak apa2 ya..”

tante : “wah belom mandi ya? ih pantesan bau..hehehe, ganteng2 kok jorok belum mandi, ya udah mandi aja sana apa mau tante yg mandiin?

(sambil tersenyum nakal)

aku : “ah tante bisa aja sebentar ya tan..” tapi belum sempat aku berdiri dari tempat dudukku, tangan tante ratna langsung menarik tangan ku

tante : “sebentar sini Di..tante gak bercanda kok, mau nggak tante mandiin..

enak loh..beneran deh gak bohong”

seketika itu juga jantungku berdegup kencang, mukaku memerah ketika tante ratna meletakkan tangannya di pahaku..

tante : “beneran kok Di, tante janji deh gak cerita siapa2kamu gak usah takut..tante khan gak galak hehehehehe sini deh” tangan kanan tante menarik pinggangku, seraya menyuruhku untuk lebih rapat duduk didekatnya,

aku masih membisu tak dapat berkata apa2 ketika tangan kirinya sudah masuk kedalam celanaku dan meremas buah zakarku

aku : “aah tante” (sambil merintih keenakkan ketika ia memainkan buah zakarku)

tante : ” tenang aja ya sayang pokoknya tante jamin enak deh” bisik tante ratna sambil menjilat telingaku kemudian leherku, akupun mengerang ketika dia menghisap pentil dadaku

aku : “tanteakhhmmmnnnaaaak h”

kemudian bibirnya terus menciumi perutku, dan aku makin tak kuasa ketika kepala penisku mulai dijilati dan dikulum-kulum olehnya aku hanya bisa mengerang tanpa bisa menolak apalagi berontak saat tante ratna melahap buah zakarku, dan memainkannya dengan lidahnya ooohh kemudian tante mulai membuka baju dan roknya aku pun makin terpana dengan kemontokkan tubuhnya payudaranya ooh tante

tante : “sini sayangkamu jilatin ini ya” sambil mendorong kepalaku kearah vaginanya yg ditumbuhi bulu2 halusaku pun langsung saja menjilati vagina tante ratna dengan rakus

tante : “OOOhhh dandi terus sayang ooohh jangan berhenti sayang ooooh iya sayang disituiya terusterus..terusoaaaahh .”

setelah beberapa menit kujilati vaginanya

tante : ” kamu hebat Di” tante ratna meregangkan kedua kakinya, sambil menarik penisku “sini sayang, masukkan kesini aaaaahhh” ia pun mengerang, ketika penisku mulai masuk ke dalam vaginanya, sambil kedua tangannya mendorong dan menarik pantatku tante ratna terus mengerang

” Ooooh Dandi terus sayang Oooh Tuhan Aaaahhhkh..”

setelah beberapa menit, aku langsung merasakan ketegangan, seluruh tubuhku terasa kaku dan akhirnya, Aaaaaaakkkhhhh.tapi tangan tante ratna terus menekan pantatku sehingga aku “keluar” di”dalam”nyadan kemudian dia membiarkan aku terkapar lemas diatas tubuhnya,

tante: “hehehe kamu jagoan Di..” sambil mencium keningku” tante janji, gak akan bilang siapa2 sayang kamu nggak usah takut..ini rahasia kita berdua ya sayang”

aku : “tapi gimana kalo ibu aku tau? atau suami tante?..”

tante : “nggak, mereka nggak bakal tau tenang aja ya sayang pokoknya tante janji deh terus terang tante sudah “kepingin” sama kamu dari dulu akhirnya dapet juga..hehehehe”

Setelah kejadian pagi itu, kami pun semakin sering melakukannya di setiap ada kesempatan, tante ratna mengajariku bermacam gaya dari foreplay dan seterusnya dan setiap kali aku orgasme, tante ratna selalu menyuruhku untuk orgasme di dalam vaginanya, dia bilang lebih nikmat rasanya bahkan kadang dia menyuruhku untuk “keluar” di mulutnya awalnya aku takut kalo nanti dia hamil, ternyata tante ratna jujur padaku bahwa sesungguhnya dia tidak akan pernah bisa mempunyai keturunan (mandul) dan kedua anaknya yg masih kecil2 adalah anak hasil adopsi

Berhubungan dengannya perlahan kehidupan ekonomi keluargaku membaik walaupun aku selalu berbohong pada ibuku, mengenai uang yg tante ratna sering berikan kepadaku selain itu diapun memenuhi segala macam kebutuhan sekolahku dari keperluan membeli buku, sampai membiayai uang sekolah untuk masuk SMU, malahan sejak kami berhubungan dia tidak pernah lagi menagih hutang ke ibuku, padahal jumlahnya hampir 30jt.

Tiga tahun aku menjalin hubungan dengan tante ratna, sampai saat krisis moneter menimpa indonesia, tante ratna memutuskan pindah ke solo bersama suami dan kedua anak angkatnya

sampai sekarang aku tak pernah lagi mendengar kabar beritanya karena semenjak krisis moneterpun rumahku pindah ke daerah yg lebih terpencil.

Categories
Selingkuh

Cerita Dewasa Aurel Yang Kesepian

Cerita Dewasa Aurel Yang Kesepian – Aure Namaku Aurel, seorang wanita berusia 28 tahun yang telah menikah. Aku memiliki tubuh yang sering dipuji teman-temanku sebagai proporsi ideal, dengan tinggi 173 cm, berat 55 kg, kulit putih, dan penampilan yang mereka bilang mirip model. Banyak pria yang mencoba menggodaku karena fisikku, tapi aku selalu berusaha menjaga batasan.

Suamiku, seorang pengusaha mapan berusia 30 tahun, cukup tampan dan berpenghasilan lebih dari cukup untuk keluarga kami. Awalnya, kehidupan kami harmonis dan bahagia. Namun, belakangan ini, semuanya berubah. Ia semakin sibuk dengan pekerjaannya, jarang pulang ke rumah, dan komunikasi kami pun mulai tersendat.

Suatu malam, saat suamiku sedang dinas ke luar kota, aku pergi clubbing bersama teman-teman. Di sana, dua pria yang cukup tampan mendekatiku. Mereka memperkenalkan diri sebagai Anton dan Teddy. Usia mereka sepertinya lebih muda dariku, dan aku berpikir, “Boleh juga nih, main sama cowok-cowok muda pasti seru.” Akhirnya, kami memutuskan untuk melanjutkan malam itu di sebuah hotel

Sesampainya di kamar hotel, aku terkejut. Dua pria lain, Joni dan Rendi, sudah menunggu di sana. Empat orang sekaligus? Aku sempat ragu, tapi hasratku sudah terlanjur membara. Anton dan Teddy mulai mendekat, menciumku dengan penuh gairah. Joni dan Rendi tak mau ketinggalan; tangan mereka mulai menjelajahi tubuhku, meremas dan memainkan payudaraku. Aku merasakan gelombang birahi yang semakin kuat.

“Wow, ini jackpot malam ini!” kata Rendi sambil memandangi tubuhku dengan penuh kekaguman. “Santai, kita nikmati pelan-pelan biar puas,” timpal Anton. Joni dan Rendi semakin liar, memainkan putingku dengan lidah mereka, sementara aku hanya bisa mendesah, “Ohh… enak…”

Anton dengan cepat melepas rok dan pakaian dalamku. “Wah, terawat banget ini,” ujarnya sambil mulai menjelajahi vaginaku dengan lidahnya. Aku mendesah semakin keras, tubuhku bergetar menikmati setiap sentuhan. Cairan pelumas mengalir deras, tanda aku sudah siap untuk langkah berikutnya.

“Udah becek banget, gua duluan ya,” kata Anton sambil memposisikan dirinya. Penisnya, meski tidak terlalu besar, terasa begitu hidup dengan urat-urat yang menonjol dan ujung yang tebal. “Ohh… sempit banget, enak!” erangnya sambil mulai menggerakkan pinggulnya.

Sementara itu, Teddy, Joni, dan Rendi juga tak tinggal diam. Mereka melepas pakaian mereka, memperlihatkan tubuh yang atletis dan penis yang, meski rata-rata ukurannya, cukup membuatku penasaran. Reza memintaku untuk menjilati penisnya, sementara Teddy dan Joni meminta tanganku untuk mengocok milik mereka. Aku merasa seperti berada di pusat kenikmatan yang luar biasa.

Tiba-tiba, aku merasakan sesuatu menyentuh lubang anusku. Ada cairan dingin—mungkin gel pelumas—yang membuatku sedikit terkejut. Tak lama, aku merasakan benda tumpul masuk perlahan. Itu Teddy. Ia berhenti sejenak setelah masuk, lalu mulai menggerakkan pinggulnya dengan pelan. Aku tak bisa berpikir jernih lagi. Tubuhku seperti diserang dari segala arah—vagina, anus, dan mulutku penuh dengan kenikmatan.

“Ehh… ohh…” Aku mendesah tak terkendali, sampai akhirnya orgasme pertamaku tiba. “Dia udah klimaks, pasti keenakan banget!” komentar Reza sambil tersenyum.

Sepuluh menit berlalu, Anton mencapai klimaksnya. Aku merasakan cairan hangat mengalir di dalam vaginaku. Tak lama, Reza juga memuncratkan spermanya di mulutku, membuatku sedikit tersedak karena volumenya yang begitu banyak. Teddy menyusul, mengisi anusku dengan cairannya. Aku merasakan aliran hangat dari kedua sisi tubuhku.

Tanpa memberiku waktu untuk beristirahat, Joni mengambil alih. Ia menggenjotku dari belakang dengan penuh semangat. Aku kembali mendesah, “Ohh… uhmm…” Kenikmatan itu membawaku ke orgasme kedua. Ketiga temannya hanya menonton kali ini, seolah menikmati pemandangan.

Malam itu berlanjut hingga pagi. Mereka bergantian menikmatiku, dan aku pun larut dalam kenikmatan yang tak pernah kurasakan sebelumnya. Kami akhirnya tertidur karena kelelahan.

Pagi harinya, mereka mengantarku pulang. Kami tak bertukar nomor telepon, tapi aku tak terlalu memikirkannya. Masih banyak pria lain di luar sana yang bisa kujelajahi. Rasanya, malam itu menjadi titik awal petualangan seksualku yang semakin liar.

Suatu hari, suamiku harus pergi ke luar negeri untuk urusan bisnis, meninggalkanku sendirian selama dua minggu. Aku tak pernah ikut campur dengan urusan pekerjaannya, jadi hari-hariku kuhabiskan dengan jalan-jalan ke mal, pergi ke salon, atau mengikuti kelas senam untuk mengisi waktu.

Baca juga : Desahan kuat Saat Ku Genjot Temen Mama

Namun, kesepianku berubah drastis karena sebuah kejadian tak terduga yang melibatkan supirku, Bobby. Hari itu, setelah pulang dari kelas senam, aku tak menyangka apa yang akan terjadi. Seperti biasa, begitu tiba di rumah, aku membuka pintu mobil dan langsung masuk, melangkah menaiki tangga melingkar menuju kamar utama di lantai dua.

Di dalam kamar, aku melempar tas ke kursi dekat pintu dan mulai melepas pakaian senamku yang berwarna hitam, hingga hanya tinggal bra dan celana dalam. Saat melintas di depan cermin meja rias, aku terhenti sejenak. Aku memandangi tubuhku sendiri—betis yang masih kencang, pinggul lebar berbentuk seperti gitar dengan pinggang kecil, dan bokong yang masih kencang menonjol. Aku menyamping, memperhatikan lekuk tubuhku, lalu menatap buah dadaku yang masih terbungkus bra, terlihat penuh dan padat.

Tiba-tiba, aku tersentak. “Ouh, ngapain kamu di sini?!” seruku, kaget, saat melihat bayangan kepala Bobby di cermin. Rupanya, ia berdiri di ambang pintu kamar yang lupa kututup. “Jangan lihat! Keluar, cepat!” bentakku sambil buru-buru menutupi tubuhku. Tapi, alih-alih menurut, Bobby justru melangkah masuk, mendekat dengan tatapan tajam.

“Bobby, keluar sekarang!” bentakku lagi, mataku melotot marah. “Silakan teriak sekuatnya, Bu. Hujan di luar akan menutupi suara Ibu,” katanya dengan nada menantang. Aku melirik ke jendela di sampingku. Hujan memang turun deras, dan dedaunan di luar bergoyang diterpa angin. Kamar ini kedap suara, membuatku semakin cemas.

Langkah Bobby semakin dekat, dan jantungku berdegup kencang. Aku mundur perlahan, tapi kaki akhirnya tersandung pinggir ranjang. “Mas, jangan!” ucapku dengan suara gemetar. Tiba-tiba, Bobby menerjangku. Tubuhku terpental ke ranjang, dan dalam sekejap, tubuhnya yang kekar menindihku. Aku meronta, menendang dan mendorongnya dengan kedua tangan dan kakiku, tapi tenagaku tak sebanding. Ia kewalahan sejenak, namun akhirnya aku berhasil melepaskan diri, berbalik, dan merangkak menjauh.

Tapi Bobby lebih cepat. Ia menarik celana dalamku hingga robek, membuatku terseret kembali ke pinggir ranjang. Aku terus merangkak, berusaha menjauh, tapi ia menangkapku lagi. Tiba-tiba, aku merasakan beban berat di pinggulku, membuatku tak bisa bergerak. “Bobby, jangan… tolong!” isakku, air mata mulai mengalir.

Bobby seolah tak mendengar. Dengan cepat, ia mengikat kedua tanganku ke belakang dengan tali entah dari mana. Lalu, ia menarik kakiku, mengikat pergelangan kakiku hingga aku tak bisa bergerak bebas. “Aku ingin mencicipi Ibu,” bisiknya di telingaku. “Sejak pertama kali melamar jadi supir, aku sudah membayangkan momen ini.” Napasnya terdengar memburu.Agen Domino99

“Tapi aku majikanmu, Ben!” protesku, mencoba mengingatkannya. “Betul, Bu, tapi itu saat jam kerja. Sekarang sudah jam tujuh malam, aku bebas tugas,” balasnya sambil melepas tali bra yang kukenakan. Aku merinding saat ia mendengus di dekat telingaku, melepas pakaiannya sendiri, lalu membalikkan tubuhku hingga aku telentang.

Aku bisa melihat tubuh atletisnya yang telanjang. Tak lama, ia menarik kakiku hingga pahaku menempel pada perutku, lalu mengikatnya lagi dengan tali. Ia menggendongku ke sudut ranjang, mendudukkanku di pangkuannya, seperti ayah memeluk anak perempuan. Tangannya yang kasar mulai meraba pinggul, paha, dan bokongku, sementara tangan lainnya menahan pundakku hingga kepalaku bersandar di dadanya yang bidang.

“Bobby, tolong, jangan!” ucapku berulang-ulang, suaraku terbata-bata. Tapi ia tak peduli. Tangannya terus menjelajahi tubuhku, membuatku merinding. Saat jemarinya menyentuh belahan pahaku, aku menegang, merasakan sensasi seperti tersengat listrik. “Ohh…” desisku tanpa sadar saat jarinya mulai mengusap bibir vaginaku dengan lembut, naik-turun, hingga aku merasakan denyutan dan gatal yang tak tertahankan.

Birahiku mulai naik, apalagi sudah lama suamiku tak menyentuhku. Entah bagaimana, bibirku tiba-tiba bertemu dengan bibirnya. Kami berciuman penuh gairah, saling menjilat dan menghisap. “Aurel, wajahmu begitu menggoda,” bisiknya dengan napas terengah. Lalu, ia menarik tubuhku hingga buah dadaku berada di depan wajahnya. Mulutnya langsung memagut putingku, mengisap dan menggigit kecil, membuatku mendesah panjang, “Ohh… Mas…”

Perasaanku campur aduk—takut, kesal, namun ada kenikmatan yang tak bisa kuingkari. Tiba-tiba, ia melepaskan tubuhku hingga aku terhempas ke ranjang. Tak lama, mulutnya melumat bibir vaginaku dengan buas, membuatku menggelinjang dan mengerang keras. “Bobby… cukup… ohh!” rintihku, tubuhku mengejang menahan sensasi geli dan nikmat yang luar biasa.

Jarinya mulai menjelajahi lorong vaginaku, mengorek dengan lembut namun pasti. “Sabar, sayang, aku suka sekali dengan tubuhmu,” gumamnya sambil terus menjilat. Setelah puas, ia mendekat ke wajahku, meremas buah dadaku. “Bu Aurel, aku masuk sekarang, ya,” bisiknya. Aku hanya bisa memejamkan mata saat kurasakan penisnya yang keras mendesak masuk ke dalam vaginaku.

“Aah… sakit!” jeritku, merasakan ngilu yang luar biasa. Tapi ia bergerak pelan, seolah menikmati setiap gesekan. Gerakannya semakin cepat, membuat tubuhku berguncang hebat. Tiba-tiba, kami sama-sama mengerang keras. Aku merasakan orgasme yang luar biasa, diikuti oleh Bobby yang terhempas di sampingku, napasnya tersengal.

“Sialan kamu, Bob!” geramku, memecah kesunyian. Setelah beberapa saat, napasku mulai tenang. “Kamu gila, Ben! Kamu memperkosa istri majikanmu!” kataku dengan nada kesal. “Bagaimana kalau aku hamil?” tanyaku lagi, cemas.

“Tenang, Bu. Aku sudah mencampurkan pil antihamil di air putih yang Ibu minum setiap pagi selama dua hari ini,” jawabnya dengan tenang. Aku terkejut. “Jadi, kamu sudah merencanakan ini?!” bentakku. Ia hanya tersenyum.

“Bagaimana, Bu? Tadi enak, kan?” tanyanya sambil membelai rambutku. Wajahku memerah. Dalam hati, aku tak bisa menyangkal bahwa aku menikmati kenikmatan itu, bahkan merasakan orgasme dua kali. “Lepasin talinya, Ben!” gerutuku, tanganku sudah pegal.

“Nanti dulu, kita mandi dulu,” katanya sambil menggendongku ke kamar mandi. Ia meletakkanku di lantai keramik di bawah pancuran shower, lalu menyalakan air. Tubuhku basah, dan ia mulai menggosok tubuhku dengan sabun cair, dari pinggul hingga buah dadaku. Tangannya yang kasar terasa lembut saat meremas putingku, membuatku kembali mendesah.

Setelah memandikanku, ia menggendongku kembali ke ranjang, masih basah. “Aku ambilkan makanan, ya,” katanya, lalu pergi dengan handuk melilit pinggangnya. Aku termenung. Sudah lama aku tak merasakan kehangatan seperti ini karena suamiku yang selalu sibuk. Meski aku kesal dan malu, ada perasaan lega yang sulit kujelaskan.

Bobby kembali dengan nasi goreng dan segelas minuman favoritku. “Biar aku suapin, Bu,” katanya lembut. Aku mencicipi makanannya, dan ternyata cukup enak. “Kamu yang masak, Ben?” tanyaku. “Iya, siapa lagi? Kan cuma kita di rumah,” jawabnya.

“Bu, boleh aku panggil Mbak Aurel? Biar lebih akrab,” pintanya. “Terserah,” jawabku. “Kalau gitu, panggil aku Bang Bobby, ya,” celetuknya. Aku hanya mengangguk, masih merasa campur aduk.

“Masih kuat, Mbak?” tanyanya dengan senyum nakal, tangannya kembali meraba tubuhku. Aku menunduk, tak menjawab. Dalam hati, aku tahu aku tak rela, tapi kenikmatan tadi membuatku tak bisa menolak sepenuhnya. Malam itu, aku seperti kembali merasakan gairah yang telah lama hilang
Anton mengubah posisiku, memintaku untuk memeluknya dari atas. Aku menggoyangkan pinggulku, merasakan penisnya menyentuh setiap sudut sensitifku. “Oh my God, enak banget!” erangnya. Di saat yang sama, Reza menyodorkan penisnya ke mulutku. Aku menghisapnya dengan penuh semangat, membuatnya mengerang, “Gila, sedotannya mantap banget!”

Categories
Tante Girang

Desahan kuat Saat Ku Genjot Temen Mama

Cerita Dewasa Desahan kuat Saat Ku Genjot Temen Mama – Cerita bermula saat gua punya pacar namanya kita sebut aja Febby dia berkulit putih satu kampus sama gua tapi baru semester 5 ukuran toket 34B tinggi 163cm, kita pacaran sejak dia semester 3 dan semua keluarga sudah tau termasuk maminya dan kakaknya Febby (Denny) dan menyetujui bahkan kami sudah berecana menikah tapi Tuhan berkehendak lain.

Ceritanya memang dari dulu kalau ketemu sama tante Syila saat gua ngapel ke rumah pacar gua, gua memang diam-diam selalu curi-curi pandang, apalagi kalau pas dipeluk sambil cium pipi kiri kanan, rasanya pas susunya nempel kok langsung jadi nafsu banget.

Pas satu malem lagi di kos gak lagi gabut, jadi iseng gua mau ke rumah Febby pacar gua, dan di jalan sambil nyetir pas gua nelpon mau kabarin lagi jalan ke situ, tiba-tiba yang angkat telpon kok suaranya beda, padahal itukan hpnya Febby. Terus gua tanya ini siapa kok hp Febby sama situ. Yang jawab bilang “ohhhhhh tadi berangkat keluar kota nengok neneknya” dalam hati gua udah mau ngomel-ngomel, kenapa gak bilang tapi pas gua inget inget ya dia pernah bilang tapi gua kelupaan, padahal gua udah setengah jalan. Tiba-tiba ditanya “ini Aldo yah?? Ada perlu apa Aldo?? Ini tante hpnya Febby ketinggalan di rumah

Kaget dicampur seneng langsung jawab
“engga apa-apa tante, tadinya mau kesitu, ini juga lagi dijalan, tapi kok tante gak ikut? tapi ya udah deh besok-besok kalo Febby dah balik aku kesana, sekaraang aku balik dulu”,

“tante tadi ada urusan di kantor rencananya besok tante nyusul, tapi kamu kasian banget udah dijalan malah tanggung harus balik lagi, udah dateng sini aja temenin tante ngobrol-ngobrol” kata tante syila.

Mulut nyengir sampe ke ujung pipi, tapi masih pura-pura nolak halus dulu
“Mmmmmmm gapapa nih tante? Ga ganggu tante kalo saya ke rumah?” dalem hati sih berharap tante gajawab suruh balik hehehehe.

Untung nya si tante jawab
“engga donk Do……. Pokoknya kamu dateng aja ya, tante tungguin nanti kalo udah deket rumah telpon lagi biar tante keluar bukain pintu”

Dalem hati udah kesenengan dapet waktu berduaan aja sama tante yang cakep ini, tapi tetep jawab dengan sopan
“iya tante, nanti saya kabarin

Pas udah mau sampe deket rumah, ga tau kenapa sengaja iseng ga kabarin tante kalo gua sebentar lagi sampe. Di depan rumah gua sambil mencetin bel bingung juga kok gelap ya? Nungguin agak lama juga ga ada yang bukain pintu. Akhirnya gua telpon juga deh, tante Syila langsung jawab

“udah mau sampe ya Do?” langsung aja gua jawab kalo gua udah di depan pintu. tante Syila agak kaget
“loh?? Kok ga telpon dulu?? Ya udah tunggu sebentar yah, tante mau ganti baju dulu ini tadi baru habis mandi” mulut gua langsung kebuka lebar sambil kesenengan, dengan sabar gua tunggu rasanya lama banget padahal sih ga nyampe 5 menit.

Dari dalem tante Syila buka pintu, keliatan bentuk tubuhnya yang montok dan beneran dia cuma pake daster terusan tidur yang bahan nya biasa aja tapi panjangnya cuma sampe di atas lutut, sambil gua perhatiin pinggul nya goyang kanan dan kiri jalan bukain pintu. Begitu dibuka tante langsung dengan hangat meluk gua dan cipika cipiki, pas sambil jalan masuk dia nyubit lengan gua, ngomel dikit kenapa gua ga telpon kalo udah mau sampe.

Baca juga : Pengalaman Bercinta Dengan Keponakan

Gua cuma senyum aja sambil bilang kalo lupa, di cubit lagi sama si tante Syila ambil bilang “kamu mau minum apa?” dalam hati sih pengen langsung nunjuk susunya yang montok, hehehehee tapi cuma bales air putih aja cukup. Tante Syila terus pergi ke dapur dan gua mulai liat siaran tv di apa yang mau ditonton sekiranya menarik.

Tiba2 tante Syila nyeletuk dari belakang gua
“emang kamu nggak di kabarin Febby do? Nih air nya diminum yah”

“iya tante makasih. Di kasih tau tapi aku kelupaan tan…… tante Syila sendirian nih jagain rumah? ga takut?” bales gua.

“ada sama kakak ipar mu kok, cuma dia lagi keluar sama temen nya, nanti lewat jam 12 baru balik dari konser katanya, tapi biasa sih pasti udah hampir pagi deh. Serem juga sih Doo, tapi gimana lagi dong? Kan sekarang baru jam 7. Kamu temenin tante aja gimana? Sambil nonton sama tante yah lagian juga di kost mu pasti gak ada apa-apa kan, cuma jangan sedih yah biasa nya pacar kamu cakep dan muda, skrg malah disuruh nonton bareng sama yang udah tua kaya tante begini hihihihii” jawab si tante.

Makin seneng aja, langsung gua okein sambil tambah kata pemanis
“ahhhh tante bisa aja, tante kan masih cakep gitu, yang muda-muda aja kalah kok”,

“dasar kamu pinter ngomong sama cewe yah? Udah pilih film belom?” tanya tante Syila sambil duduk di sofa dan kaki nya di angkat di atas sofa, jadi dasternya agak ke angkat sedikit dan paha nya keliatan.

Akhirnya gua nemuin film yang oke dan masih baru, gua duduk di sebelah dia agak deket tapi ga berani nempel, takut di omelin kalo mau macem-macem. Memang kalo udah nasib gak akan kabur, tante Syila duduk nya nempel ke gua dan tangan nya megang tangan gua di atas paha sambil nanya “film nya bagus nggak?”

Dari pertanyaannya gua tau dia gak suka film itu
“Tentang apa sih kok tante nggak paham?” awalnya secara detail gua jelasin sampai bla bla bla tapi sekitar setengah main gua udah ga konsen dan jawabnya juga udah secukupnya aja. Soalnya BH dan bagian atas susu nya jadi deket banget sama gua, dan gua juga udah ga konsen sama filmnya soalnya ada pemandangan yg lebih menarik, tante Syila angkat tangan gua dan mindahin ke belakang dia, jadi posisi nya skrg kepala si tante di dada gua. Tambah napsu lagi nih, cukup nengok bawah dikit aja tuh susunya udah siap nyembul keluar. Tiba-tiba ada adegan yg ngagetin dan dia nya lompat, pas balik tangan nya kena penis gua yang dari tadi udah tegang liat susunya tante Syila langsung balik ngeliatin gua

“Doo ini kok keras begini? Kan ini lagi nonton film action?” guanya cuma kebingungan ga tau mau jawab apa, belom kepikir mau ngomong apa tante Syila tanya lagi
“kamu dari tadi ngeliatin tante yah? Ini keras begini gara-gara tante?” sambil dia nyentuh2 penis gua buat mastiin kalo beneran keras

Dengan rasa malu gua jawab “iya tante, tapi jangan marah ya, soalnya dari tadi keliatan terus susu nya tante jadinya aku sedikit napsu juga tante, jangan marah ya?

“tante ga marah, tapi masa sih kamu napsu sama tante? Tante kan udah tua Do? Udah kendor semua, banyak keriput, masa sih kamu bisa napsu sama tante” tanya tante Syila sambil megang susu nya sendiri.

Dengan malu gua jawab “iya tante, kan tadi Aldo udah bilang kalo menurut saya tante lebih cakep dari yang muda-muda kok
Tante Syila cuma tersipu malu tapi keliatan kalo dia juga seneng ada yang bilang dia masih cakep (maklum udah lama janda dari umur 34), sambil nyubit paha gua dia ga percaya kalo gua napsu sama dia,

“Aldo kamu bener ga napsu sama tante? Tante mau liat barang kamu boleh nga? Udah lama banget tante ga ngeliat sama megang yang begituan” gua kaget dan kayak gak percaya tapi gua cuma bisa bilang

“boleh-boleh tante”

Akhirnya tante Syila pelan-pelan bukan celana gua dan mulai megang penis gua dari luar CD, dia agak kebingungan “kok gede banget sih Do?” padahal penis gua sih cuma 16cm panjang dan 3.5cm diameternya

“masa sih tan? Kata Febby biasa aja kok Mungkin terlalu napsu kali ngeliat yang cakep” kata gua, tante Syila cuma tersipu malu sambil ngebukain CD gua dan matanya melotot mulutnya kebuka udah kaya anak kecil lagi dapet hadiah begitu liat penis gua langsung yang udah keras banget langsung mental kena muka dia sedikit

“sori tante, udah keras banget soalnya” kata gua
“gapapa kok Do, barang kamu ini bukan cuma panjang tapi gede juga yah, pasti Febby seneng banget punya suami kamu??” kata tante Syila sambil ngocok penis gua pelan-pelan

“kasian deh kalo udah keras begini gak tersalurkan, tante bantuin aja ya? Biar lemes lagi” belom sempet gua jawab, kayaknya tante Syila udah lama banget ga pernah ngeliat penis yg keras ternyata napsu nya udah ke ubun-ubun dan langsung mulai cium kepala penis gua “aaaahhhhhhhh tanteeeee enak banget

Begitu ngeliat gua keenakan tante Syila juga makin ganas maennya penis gua di isep, di emut, dijilatin di cium sambil tangan nya ikutan maenin batang gua juga. Ga mau kalah dan ga takut lagi akhimya gua copotin BH dia dan mulai remes toket nya tante Syila yang ternyata udah kendor,

Aldoo iya dooo pinter deh kamu, yang kenceng remes tete tante juga gapapa” ternyata tante Syila yang selama ini santun banget, aslinya kalo udah napsu juga binal banget

iya tante aduh tante enak banget isepin kontol saya” tangan gua sekarang udah lari ke CD dia dan pegang sedikit ternyata udah basah di bagian memeknya. Baru mulai dielus dikit, tante Syila langsung berhenti isepin kontol gua sambil ngerang
aahhhhh Aldoo iyaaa doooo enak banget Tante udah lama ga pernah ada yang nyentuh memek tanteeeee ssssshhhhhhh aaahhhhh Terus dooo

Kayaknya memang tante Syila ini udah lama banget ga pernah ada yang nyentuh deh padahal dia cakep, kaya dan pengusaha gitu, langsung gua pindah posisi jongkok di bawah sofa dan sekaligus copolin CD tante Syila yang udah pasrah nurutin semua kemauan gua.